Saya mengucapkan terimakasih berulang-ulang kepada wanita itu. Harapanku tidak sia-sia. Satu kilogram se'i Baun dapat dibawa pulang. He he he...
Kami meninggalkan rumah se'i dengan hati lapang. Hasrat untuk membawa pulang se'i tercapai. Meski di awal wanita itu mengaku se'i habis, luluh juga hatinya. Titik tujuan berikutnya, pantai Baun. Menurut Bruno, dekat sa.
Hemat saya, pohon-pohon ini adalah sisa-sisa masa lampau. Saksi bisu perjalanan Baun sebagai pusat kerajaan Amarasi. Pohon-pohon dengan ukuran serupa memang mudah dijumpai di sana. Ini adalah salah ciri unik Baun yang membekas pada memori setiap pengunjung. Bila kelak Baun menjelma menjadi kota di selatan Pulau Timor, tak pelak pohon-pohon ini menjadi paru-paru kota.
Berpacu dengan waktu, kami bergerak ke selatan. Menuju pantai Baun yang jaraknya cukup jauh dan harus melewati ruas jalan yang rusak. Penuh debu dan kerikil-kerikil lepas. Benar-benar medan yang menantang sebelum menjenguk potongan nirwana yang tersembunyi yang berhadapan langsung dengan samudera. ***(gbm)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H