Mohon tunggu...
Giorgio Babo Moggi
Giorgio Babo Moggi Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar yang tak berhenti untuk menulis

Dream is My Life's Keyword.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Semoga Tidak Menjadi Koalisi (Ke)keluarga(an) ‘Broken Home’

10 Agustus 2016   13:57 Diperbarui: 10 Agustus 2016   23:10 1092
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keluarga adalah sel kecil dari masyarakat. Keluarga adalah lembaga pendidikan terkecil. Gambaran sebuah (sistem) masyarakat sangat ditentukan oleh sebuah sistem keluarga. Keluarga baik, masyarakat baik. Keluarga harmonis, masyarakat harmonis.

Struktur dalam keluarga jelas. Sudah semacam konvensi. Hukum tidak tertulis. Struktur keluarga terdiri kepala keluarga, wakil dan anggota keluarga. Dalam budaya paternalistik, kepala keluarga adalah ayah, sedangkan budaya materlistik ibu adalah kepala keluarga. Anak-anak adalah anggotanya.

Peran ini bisa di balik  sesuai situasi dalam kondisi atau sistem budaya yang dianut. Visi orang membentuk keluarga adalah mencapai keharmonisan. Nah, untuk apa orang berkeluarga, jikalau suami, istri dan anak ribut terus.

Akhir-akhir ini ‘keluarga’  menjadi pusat perhatian dalam konteks politik ibukota. Karena beberapa partai membentuk koalisi untuk menghadang Ahok pada Pilgub DKI Jakarta. Koalisi Kekeluargaan.

Koalisi Kekeluargaan adalah nama yang bagus. Menyentuh substansi hubungan personal yang intim. Menyebut keluarga pikiran orang akan tersentak pada sebuah relasi atau keterkaitan yang erat.

Partai-partai yang tergabung dalam koalisi ini mungkin kepincut dengan filosofi keluarga yang mana nilai keharmonisan, keakraban, kekompakan yang menjadi warna dasarnya. Atau parpol-parpol tersebut hendak menghapuskan persepsi negatif masyarakat seolah-olah parpol-parpol tidak bisa rukun dan bersatu. Inilah loh, kami bisa rukun!

Apapun alasannya. Apa arti sebuah nama? Nama bisa mencerminkan kandungan di dalamnya, karakter dan nilai-nilai yang dikandung. Namun, nama yang bagus tidak selalu indah suasananya.

Tapi sebagian besar percaya dengan kekuatan nama. Nama memiliki pengaruh terhadap nasib atau karier seseorang. Apakah Koalisi Kekeluargaan juga benar-benar mencerminkan nilai dasar keluarga? Atau sebaliknya, nama hanya menjadi tipuan ke ruang publik bahwa mereka rukun-rukun saja?

Namun, dalam politik keharmonisan itu tidak abadi. Berubah-ubah. Tergantung kepentingan yang diraih. Hari ini partai berkoalisi, besok mereka bercerai. Masa lalu cukup banyak bukti. Contoh yang paling nyata, Koalisi Merah Putih (KM). Begitu kuatnya statemen mereka bersatu, namun kemudian kenyataannya berubah. Satu per satu partai mencari jalan masing-masing demi sebuah kepentingan yang hendak dicapai. Itulah politik.

Kisah KMP memberi sinyal kuat bahwa koalisi di Indonesia tidak bisa abadi. Abadi dalam kurung waktu tertentu. Kadang partai tidak memegang komitmen.

Maka, hemat penulis, nama bukan menjadi jaminan bahwa partai-partai dapat membentuk sebuah ‘keluarga’ yang rukun, harmonis dan damai selama mereka menggengam kepentinganya masing-masing. Di tengah jalan sangat dimungkinkan bahwa pengingkaran itu kerap terjadi. Jangankan partai politik, keluargapun sering terjadi. Apalagi koalisi hanya berdasarkan komitmen yang bangun bersama tanpa sumpah atau janji setia sepertihnya membangun rumah tangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun