Lambaian tangan Jokowi mengingatkan saya akan kisah seorang biarawati, perawat dan pendiri Pusat Rehabilitasi Kusta-Cacat Cancar, Manggarai, NTT. Dia adalah Sr. Virgula SSpS. Wanita yang telah berusia sepuh dan kini menjalankan masa-masa paripurna tugas di Steyl, Belanda.
Ada kebiasaan positif dari biarawati humanis ini, yakni ia selalu melambaikan tangan kepada siapa saja dalam perjalanannya ke kampung-kampung guna mengobati pasien yang sakit lepra atau kusta. Biasanya ia tidur atau berdoa. Selebihnya ia selalu melambaikan tangan kepada orang yang dijumpai di jalan raya. Hal ini ia lakukan dari atas mobil.
Ia selalu mengatakan bahwa sebuah keharusan untuk melambaikan tangan atau say hello kepada orang lain. Siapapun dia. Dikenal ataupun tidak. Bisa saja lambaian tangan kita dapat membebaskan orang-orang yang dijumpai dari masalah yang dihadapi saat itu. Entah mereka balas atau tidak, hal itu tidak menjadi soal, ia melakukannya sebagai rutinitas kalau ia sedang berpergian.
Saat ditanya alasannya, ia hanya berkata, ”Kita perlu membagi kegembiraan kepada orang lain. Mungkin saat itu orang itu sedang ditimpah masalah, ia akan terhibur dengan lambaian tangan dan sapaan kita.”
Lambaian tangan dan senyum Jokowi adalah sebuah bentuk atau wujud sapaan. Bisa pula lambaian tangan dan senyum Jokowi wujud lain untuk berbagi kegembiraan dengan masyarakatnya. Yang pasti Jokowi telah memainkan peran sebagai komunikator yang ulung. *** (gbm)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H