Mohon tunggu...
Giorgio Babo Moggi
Giorgio Babo Moggi Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar yang tak berhenti untuk menulis

Dream is My Life's Keyword.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sudah Bekerja, Tapi Kemiskinan dan Gizi Buruk Masih Menerpa NTT?

31 Oktober 2015   14:35 Diperbarui: 31 Oktober 2015   14:50 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Stakeholder-stakeholder terkesan rukun dalam berbagai forum. Pada tindakan aksi, masing-masing pihak jalan masing-masing. Di sini, saya melihat peran pemerintah tidak maksimal dalam membangun komunikasi dengan pihak swasta dan akademisi.

Para dosen melakukan penelitian dan hasil penelitiannya hanya menjadi tugas rutinnya sebagai tuntutan profesinya. Hasil penelitian tidak 'digunakan' sebagai referensi penyusunan program dan kegiatan oleh pemerintah. Padahal konsep perencanaan, penyusunan program dan kegiatan harus berbasis data dan informasi.

Program pemberdayaan yang dilakukan pemerintah kerap harus berlomba-lomba dengan program kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh NGOs. Tidak heran, satu desa bisa 'dikerubutin' program pemberdayaan dari berbagai stakeholder. Jika perencanaan program antar stakeholder disinergikan, maka program yang sama dapat dialihkan ke desa yang lain.

Dari forum ini, terbesit harapan pertama, harus ada sinergisitas, konektivitas, dan integrasi program-program dari berbagai program stakeholder. Kedua, untuk mengatasi rawan pangan atau dalam rangka mewujudkan kedalautan pangan, budidaya varietas unggul lokal harus ditingkatkan. Ini hanya tercipta jika ada kerja sama antar berbagai stakeholder; pemerintah, akademisi, dan NGOs.

Terakhir, masalah gizi buruk dan kelaparan di NTT dapat diatasi jika pemerintah mendorong semua pihak untuk membudidayakan varian komoditas lokal sebagai sumber pangan bagi masyarakat. Karena makanan pokok tidak identik dengan nasi atau jagung, jika umbi-umbian misalnya menjadi sumber pangan kita, mengapa tidak? Bukankah varietas unggul lokal ini sudah mampu bertahan dengan iklim di NTT? Butuh komitmen semua pihak, terutama pemerintah.***(Catatan Kecil dari Forum Diskusi Ketahanan Pangan di NTT, 30 Oktober 2015/bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun