Libur itu seperti seorang sahabat sejati: selalu dinanti dan bikin bahagia saat kedatangannya. Begitu juga liburan, si saudara kembarnya libur, yang biasanya datang dengan koper penuh rencana dan daftar tempat wisata yang (kadang) lebih ambisius daripada kemampuan tubuh kita. Namun, ada satu lagi anggota keluarga ini yang sering kali membuat hidup kita lebih semakin seru yakni cuti.
Eits..... Tapi tunggu dulu pembaca, apa jadinya kalau cuti nggak pernah "cutian"?
Libur dan Liburan Adalah Duo Dinamis
Libur adalah momen yang semua orang tunggu, entah itu libur nasional, libur akhir pekan, atau bahkan libur mendadak karena hujan deras dan pimpinan yang terlalu baik hati. Liburan, di sisi lain, adalah wujud manifestasi dari mimpi-mimpi kita saat menatap dan melihat kalender di meja kerja atau di dinding
Liburan itu nggak pernah membosankan. Meski kadang cuma diisi dengan tidur sepanjang hari atau binge-watching serial, tetap saja ada sensasi kemenangan karena kita tidak berada di balik meja kerja.
Ada yang liburannya mewah: staycation di hotel bintang lima, snorkeling di Bali, atau road trip keliling Eropa. Ada juga yang sederhana yaitu cukup makan siang di warung favorit sambil memandang jemuran tetangga. Apapun bentuknya, liburan itu ibarat charger baterai dalam sebuah kehidupan.
Cuti: Si Pemain Cadangan yang Tangguh
Nah, soal cuti beda lagi ceritanya. Cuti adalah sebuah hak istimewa yang diberikan oleh tempat kerja, tapi anehnya sering kali kita ragu untuk memakainya. Entah karena rasa bersalah meninggalkan pekerjaan, takut pimpinan ngambek, atau sekadar bingung mau ngapain kalau sudah cuti.
Tapi ada juga tipe pekerja yang sangat strategis yaitu mereka yang menjadikan cuti sebagai senjata rahasia untuk memperpanjang libur nasional. Kalau tanggal merah jatuh di Selasa atau Kamis, langsung saja pasang cuti di Senin, Rabu atau Jumat. Jadilah long weekend yang epik.
Namun, sayangnya, ada juga cuti yang tidak pernah cutian. Iya, cuti yang hanya menjadi penghias slip gaji. Tipe ini biasanya dimiliki oleh orang-orang yang terlalu sibuk, lupa bersenang-senang, atau mungkin sudah pasrah dengan nasib yang diterimanya.
Cuti yang Tak Pernah Cuti
Kalau cuti bisa bicara, mungkin dia akan mengeluh seperti ini:
"Aku diciptakan untuk membahagiakanmu, tapi kenapa kamu abaikan? Aku ingin melihatmu tersenyum ditempat yang kamu senangi, bukan stres di depan layar komputer!"
Cuti yang tidak pernah dipakai itu ibarat tiket konser yang lupa ditukarkan, atau seperti cokelat di kulkas yang kedaluwarsa karena terlalu lama disimpan. Sayang banget, kan?
Padahal, menggunakan cuti itu penting, bukan hanya untuk kesehatan fisik, tapi juga mental. Dengan cuti, kita bisa me-reset otak, memperbaiki suasana hati, dan kembali bekerja dengan semangat yang baru.
Jangan Lupa Untuk Bahagia
Jadi, apapun statusmu saat ini—sedang libur, liburan, atau malah sedang memikirkan cuti yang belum digunakan—ingatlah satu hal yaitu hidup itu untuk dinikmati. Jangan terlalu serius, jangan terlalu sibuk, dan jangan lupa untuk bahagia.
Lagipula, kalau bukan kita yang mencintai libur, liburan, dan cuti kita sendiri, siapa lagi? Jadi, yuk, rencanakan liburanmu sekarang juga, sebelum cuti itu bosan dan minta pensiun dini!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H