Sabtu pagi, 16 November 2024, menjadi hari yang mendebarkan bagi Andini, Jihan, dan Asmara, tiga siswa SMA Negeri 3 Purwokerto. Mereka berdiri di depan aula megah Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Sudirman, tempat berlangsungnya Lomba Debate Nasional dalam rangka Festival Jurnalistik Husbandry 5.0. Dengan tema besar tentang tantangan generasi muda dalam menghadapi krisis ketahanan pangan untuk menanggulangi ketergantungan impor produk peternakan, lomba ini menggunakan model debat ASEAN Parliament, yang terkenal sangat menantang karena mengharuskan peserta berpikir cepat, argumentatif, dan diplomatis serta adanya peran pro dan kontra atau pemerintah dan oposisi.
Meski gugup, semangat terpancar dari mata mereka. Ini adalah kali pertama tim mereka tampil di kompetisi debat tingkat nasional. Dengan membawa nama besar SMA Negeri 3 Purwokerto, Andini sebagai Prime Minister, Jihan sebagai Deputy Leader, dan Asmara sebagai Whip Speaker, mereka siap memberikan yang terbaik.Â
Match 1 Kloter 1
Mosi debat pertama adalah: "Dewan ini percaya bahwa pemerintah Indonesia harus melarang impor daging yang tidak memenuhi standar kesejahteraan hewan" Asmara sebagai anggota tim pemerintah membuka argumen dengan tenang dan penuh percaya diri. Ia menekankan pentingnya regulasi sebagai cara mendorong impor daging yang memenuhi standar kesejahteraan hewan.Â
Namun, tim oposisi dari salah satu SMA Negeri di Purwokerto memberikan perlawanan sengit. Jihan dengan cepat membalas argumen lawan, menunjukkan data tentang impor daging yang telah dilakukan oleh pemerintah. Sementara itu, Andini sebagai ketua tim  menutup dengan pidato yang menggugah, mengajak juri dan peserta lain untuk berpikir secara global dan bertindak secara lokal.Â
Debat berlangsung panas, tetapi akhirnya juri memutuskan SMA Negeri 3 Purwokerto melaju ke Match 2 Kloter 1.Â
Match 2 Kloter 1
Di babak ini, tim mereka menghadapi mosi : "Dewan ini percaya bahwa pemerintah harus memprioritaskan investasi dalam teknologi peternakan yang ramah lingkungan untuk mengurangi dampak limbah peternakan". Â Tim Andini berada di posisi oposisi, dan mereka berhasil membangun argumen bahwa teknologi peternakan hanya akan berdampak positif jika didukung oleh pelatihan bagi peternak lokal.Â