Mohon tunggu...
Babeh Helmi
Babeh Helmi Mohon Tunggu... profesional -

Babehnya Saras n Faiz . Twitter : @Babeh_Helmi . . @KoplakYoBand

Selanjutnya

Tutup

Puisi

“Walau puasa, kami sudah siap tempur.”

14 Agustus 2010   03:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:03 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Semua orang langsung tersentak dengan kalimat itu. Mereka memandang Babeh Helmi, dan menunggu jawaban darinya. Babeh Helmi pun mengerenyitkan dahinya dan berkata, “Kok kamu bisa menyimpulkan itu, Git?”

Sigit : “Ya iya lah, kan Sigit anak pintar, Guru. (Berubah sikap menjadi seperti anak balita) Aku kan anak baik, tidak sombong dan rajin menabung. Iya kan, Guru?” (Sigit tersipu-sipu malu sambil mengedip-ngedipkan matanya.)

Babeh : Iya, iya. Tapi mana buktinya kalau kamu langsung bilang kita akan mulai dengan seni jathilan?

Para pandawa yang lain langsung senggol-senggolan sikut. Mereka juga tidak mengerti maksud Sigit. Mereka hanya kagum, ternyata Sigit yang lugu itu mampu menyimpulkan sesuatu yang tidak diduga di saat-saat mereka sedang dalam posisi lemah karena malu dan dipermalukan dengan telak. Hahahaha.

Jenni pun was-was, dia tidak mau kalau teman kembar tak warasnya ini melakukan kesalahan lagi. Seandainya Sigit salah lagi, pasti orang tuanya akan memindahkan posisi status kembarannya ke Hendra. Artinya, Jenni akan dianggap sebagai kembarannya Hendra, dan Sigit otomatis akan ter-eliminasi karena berada di posisi terbawah, yang juga dikarenakan kurangnya dukungan pengiriman sms untuk Pandawa Idol. (Lhoooo .. iki opo toh???? … wakakakakakakkk, kok nyasar ke sini????)

Jenni : Git, kamu tuh jangan sembarangan ngucap, Git. Eling, Git. Nyebut, Git!

Sigit: Lhaa, kok kamu ngga percaya, Jen?

Jenni: Ya iyalah. Buktinya apaaaaaa?

Sigit: Lha ituuuuuu (menjawab dengan polos sambil menunjuk sesosok mahluk di pojok depan kelas)

Serentak semua mata di kelas mengikuti arah petunjuk yang disebutkan Sigit. Dan di pojok gelap itu, tersembullah sesosok mahluk bersabut bulu, seperti rambut kuda, namun posisi bulu berjejernya berdiri.

Setelah diamati dengan seksama, spontan muncullah reaksi yang berlainan. Babeh Helmi cuma menggelengkan kepalanya. Unyil dan Ika Maria tertawa cekikikan. Ibu Gendis dan Ibu Meisha Shasha masih mangap melongo. Namun apa yang terjadi pada keempat pandawa? Ternyata keempat pandawa lain terhenyak dari kursi, dan terkejut melihat sosok yang dilihatnya.  Mereka saling berpandangan, dan Hendra langsung menjitak kepala Sigit, “Woi, semprul. Kamu kira itu siapaaaaaa?” Ngashim langsung menimpali, “Lha itu kan Pak Kepsek, Pak Yula, ndullllllll??!!!”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun