Warga kemudian berhimpun, membentuk grup whatsapp, berkoordinasi, walaupun berkubu-kubu. Akan tetapi WA Grup ini ternyata efektif untuk menghimpun potensi warga; berdiskusi, berdialog untuk solusi yang terbaik dengan cara-cara yang sesuai koridor hukum.Â
Walaupun hasutan-hasutan muncul di grup untuk mengadakan aksi; bisa diredam dengan diskusi di WA Grup; dan hampir semua bersedia mengikuti hasil musyawarah di grup tersebut yang difollow up dengan pengajian malam jum'at atau ngopi-ngopi malam minggu di rumah salah satu warga.
Ini Kampung Jaman Now, dimana, menyelesaikan masalah, tak harus dengan tatap muka; tapi menggunakan social media, saling tabayyun dan terjadilan proses seleksi alam, siapa berada di pihak mana. Tak hanya satu WA Grup; bisa banyak WA Grup, dan satu sama lain bisa bertentangan. Akan tetapi, uniknya, ada saja satu orang yang ikut di dua kubu grup; ada juga yang jadi mata-mata grup sebelahnya, sehingga grupnya 'masuk angin', istilahnya.
Ini Kampung Jaman Now, ketika proses musyawarah bisa dilakukan di dunia maya, tapi tetap ketok palu dilakukan tatap muka. Pesertanya tak harus muda, para sepuh pun turut serta dalam dinamika grup WA.Â
Yang unik, baik kepala desa maupun BPD (Badan Permusyawaratan Desa), malah memilih sembunyi-sembunyi dan terkesan menghindar bertemu dan berkomunikasi dengan warga. Terbukti dari sebuah peristiwa, ketika ada isu unjuk rasa akan dilakukan warga di hari Minggu, maka Kepala Desa serta merta mengirimkan 'orang-orang' untuk berkumpul di desa, seolah menjaga desa; padahal di hari biasa, tak ada pelayanan untuk warga. Jam 11.00 sudah sepi, desa.Â
Kalaupun ada pelayanan warga oleh perangkat desa, maka warga menyumbang seadanya, karena, kabarnya aparat desa pun sudah tak lagi mendapat insentif seharusnya. Sehingga warga jatuh kasihan; memberikan tips untuk beberapa aparat desa yang membantu proses kependudukan, padahal sudah ada anggarannya dari desa.
Inilah sisi lain Kampung Jaman Now, ketika politik praktis tanpa nurani meraja lela, uang setan bisa menghasilkan iblis. Orang yang tak punya iman, mendapat uang melimpah, sehingga syahwat politiknya membuncah dan menghalalkan segala cara untuk rakus mengambil apa saja yang ada di hadapannya untuk kepentingan pribadi.Â
Kampung harus dijaga dari nilai-nilai warisan jaman dahulu yang membuatnya indah di mata, indah di hati. Kampung harus dihuni oleh orang-orang yang memiliki imunitas terhadap serangan politik praktis yang tahunya hanya membeli suara, tak punya strategi untuk membeli hati melalui program-program empatik yang mengutamakan kepentingan warga.
Kampung Jaman Now masih punya harapan, selama orang-orang baik masih mau kembali mengabdi bagi kampung halamannya, dan menarik sebanyak mungkin orang untuk mengelola human capital dan social capital di kampung, menjadi bagian dari upaya mewujudkan kampung yang mandiri, adil dan sejahtera.
Baban Sarbana
Orang Kampung