Mohon tunggu...
Mohamad Ali Mustofa
Mohamad Ali Mustofa Mohon Tunggu... Guru - Guru di Pondok Modern Daaruta'awun Lempuyang Tanara dan petani di Serang Banten

Menulis Saat Mendapatkan Inspirasi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Penyuluhan Kunci Sukses Swasembada Pangan?

19 Desember 2024   18:10 Diperbarui: 19 Desember 2024   20:26 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Indonesia pernah berswasembada beras pada tahun 1984 sehingga Presiden Soeharto mendapatkan penghargaan dari FAO PBB. Kesuksesan Indonesia dalam berswasembada beras tersebut tidak terlepas dari peran penyuluh yang pada saat itu bersama dengan mahasiswa menyelenggarakan kegiatan penyuluhan.

Kegiatan penyuluhan pertanian mempunyai andil yang sangat besar dalam menunjang keberhasilan pembangunan pertanian dan peternakan di Indonesia. Bimbingan massal (Bimas) yang terkenal dengan metode latihan dan kunjungannya telah berhasil mendifusikan suatu inovasi sehingga transfer pengetahuan dan teknologi dapat terjadi secara kontinu.

Secara etimologi kata penyuluh berasal dari kata suluh yang berarti barang yang dipakai untuk media penerangan atau obor. Sedangkan penyuluh adalah orang yang bertugas memberikan penerangan atau penunjuk jalan. Terminologi penyuluhan (extension) pertama kali dikenal pada pertengahan abad 19 oleh Universitas Oxford dan Cambridge pada sekitar tahun 1850 (Swanson, 1997). Dalam perjalanananya Van den Ban (1985) mencatat beberapa istilah seperti di Belanda disebut voorlichting yang berarti obor yang berfungsi untuk menerangi, di Jerman lebih dikenal sebagai "advisory work" (beratung), vulgarization (Perancis), dan capacitacion (Spanyol).

Roling (1988) mengemukakan bahwa Freire (1973) pernah melakukan protes terhadap kegiatan penyuluhan yang lebih bersifat top-down. Karena itu, dia kemudian menawarkan beragam istilah pengganti extension seperti: animation, mobilization, conscientisation. Di Malaysia, digunakan istilah perkembangan sebagai terjemahan dari extension, dan di Indonesia menggunakan istilah penyuluhan sebagai terjemahan dari voorlichting (Adjid, 2001).

Lalu seperti apa peran penyuluhan dalam mensukseskan sawsembada pangan? Setidaknya terdapat tiga kerangka dasar yang dapat menjawab pertayaan tersebut. Pertama, perubahan pemikiran penyuluh dan sasaran penyuluhan yang harus terus diperbaharui dengan ragam pengetahuan, ilmu dan inovasi. Pengetahuan didapat dengan membaca, mengindera obyek dan menyerap informasi. Sekumpulan pengetahuan yang tersusun secara metodologis membentuk ilmu. Sedangkan kreativitas dalam menerapkan pengetahuan dan ilmu melahirkan inovasi.   

Kedua, perubahan sikap penyuluh dan sasaran penyuluhan setelah menyerap ragam pengetahuan, ilmu dan inovasi. Perubahan sikap dari skeptis menjadi positif sehingga mau mengadopsi suatu paket teknologi karena terjadi perubahan dari pengetahuan, menjadi pemahaman/kesadaran dan pemikiran pada penyuluh maupun sasarannya. Resultante dari pembaruan pemikiran dan perubahan sikap tersebut melahirkan keterampilan. Disini keterampilan dipahami dalam bentuk "penguasaan" bisa berbentuk teknologi maupun mewujud berupa unjuk kerja (performance).     

Dari perspektif ketiga kerangka dasar itu "Swasembada Pangan" ditempatkan dalam benak dan pemikiran sebagai "Keterampilan" yang harus ditopang oleh kegiatan penyuluhan yang berfungsi untuk menurunkan "Swasembada Pangan" semula berupa ide, gagasan dan cita-cita dan beroperasi di wilayah abstrak menjadi suatu produk real yang beroperasi di wilayah realitas. Nah, pada posisi ini kita memahami urgensitas penyuluhan dari masa ke masa karena antara lain berfungsi membumikan gagasan yang abstrak menjadi kenyataan yang real.  

Saat ini Presiden Prabowo bertekad berswasembada pangan dan energy yang mesti dicapai dalam waktu yang singkat. Tekad tersebut diantaranya mempertimbangkan situasi politik dunia yang dalam perkembangannya ke depan mungkin akan terjadi perang dunia yang ditandai dengan konflik berkepanjangan di Timur Tengah, Eropa dan Asia Timur. Jika perang dunia terjadi maka dampaknya menjalar ke segala aspek kehidupan. Kegiatan ekspor-impor dan rantai pasok pangan maupun energy pasti terganggu atau bahkan mungkin terhenti total (terjadi lockdown) seperti yang dialami pada masa Covid-19. Karena itu tekad  Presiden Prabowo untuk berswasembada pangan dan energy dalam waktu singkat dapat dipahami dalam kerangka urgensitas.

Untuk mewujudkan swasembada dibidang pangan maka pemerintah bekerjasama dan berbagi tugas antara Kementerian Pertanian, Kementerian PUPR dan TNI. Pupuk, Irigas dan Penyuluh sedang diupayakan melalui Perpres agar menjadi kewenangan pusat sehingga satu satuan komando dalam menggerakan sektor pertanian menuju swasembada pangan yang ditargetkan tercapai pada tahun 2027.

 Pupuk yang semula rantai distribusinya panjang dipangkas, irigasi dipetakan yang semula dominan kewenangan Kementerian PUPR menjadi domain kewengangan Kementan serta irigasi-irigasi yang rusak direhabilitasi dengan melibatkan TNI. Sedangkan penyuluh yang semula pada Era Orde Baru sepenuhnya menjadi kewenangan pusat setelah reformasi dan Era Otonomi Daerah kini menjadi kewenangan daerah.  

Setelah menjadi kewenangan daerah penyuluh yang secara atributif maupun substanstif seharusnya mengelola pembelajaran non formal bersama petani, menyemai pengetahuan, melakukan inovasi lapangan dan membangun jejaring kerjasama bergeser menjadi aparatur teknis lapangan yang dominan melayani program-program dinas teknis. Akibatnya terjadi pergeseran peran dan orientasi dari penyuluh yang mengemban spirit swasembada menjadi pelayan teknis lapangan yang secara alami terjadi penurunan strata dari pemegang "obor" menjadi "pelayan".         

Sebagai pemegang "obor", selama ini penyuluh tidak dibekali dengan amunisi dan logistic yang cukup. Sarana dan prasarana penyuluhan tidak tersedia secara memadai, demikian juga dengan logistic dan kesejahteraannya masih memprihatinkan. Sementara tantangannya makin tidak ringan berhadapan dengan perubahan iklim global yang memaksa musim berputar secara tidak beraturan.

Ada El Nino dan ada La Nina yang semula Asep (April-September musim kemarau) dan Okmar (Oktober-Maret musim hujan), kini menjadi tidak menentu bisa panas sepanjang tahun (El Nino) dan hujan sepanjang tahun (La Nina). Demikan juga Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) mengancam sepanjang tahun mengikuti arah musim yang kondusif untuk berkembang biak. Amunisi apa yang dimiliki penyuluh menghadapi semua ini?. Boleh dikatakan minim atau mungkin juga tidak ada.     

 Karena itu, jika serius berswasembada pangan dan penyuluh mau ditarik ke pusat maka tidak cukup dengan mengurusi "kewenangannya" melalui penerbitan Perpres yang mengharmonisasi sejumlah UU baik UU Sistem Penyuluhan dan UU Pemda serta peraturan lainnya yang terkait, tetapi perlu membekali penyuluh dengan amunisi dan logistic yang memadai serta kesejahteraan yang layak. Dalam persepktif manajemen operasi tekad "berswasembada pangan" sejatiya sedang menciptakan atmosfir "pertempuran" maka jika ingin menang, komando tunggal yang terkoordinasi dengan baik mesti didukung dengan amunisi, logistic dan kesejahteraan prajurit lapangannya (PPL/Penyuluh, Pertanian Lapangan) yang memadai.      

Dengan demikian, PPL yang kini disiapkan melaksanakan kegiatan penyuluhan untuk mewujudkan swasembada pangan itu akan mampu memberdayakan petani dan sumberdaya alam yang ada  dengan serius dan fokus, karena dirinya sudah tidak lapar alias sudah sejahtera sehingga memiliki tenaga untuk menggerakan amunisinya memberi daya kepada yang tidak berdaya dan atau mengembangkan daya yang sudah dimiliki menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi petani dan masyarakat luas.

Kita berharap setelah PPL ditarik ke pusat di bawah komando Menteri Pertanian akan enjoy melaksanakan kegiatan penyuluhannya sebagai proses pemberdayaan masyarakat, memiliki tujuan utama yang tidak terbatas pada terciptanya "better-farming, better business, dan better living, tetapi untuk memfasilitasi masyarakat tani (pelaku utama dan pelaku usaha) untuk mengadopsi strategi produksi dan pemasaran agar mempercepat terwujudnya swasembada pangan dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang terjadi perubahan-perubahan kondisi sosial, politik dan ekonomi yang dapat meningkatkan taraf hidup petani dan masyarakat luas. Kuncinya ada pada pelaku penyelenggaraan penyuluhan agar terlaksana dengan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun