Mohon tunggu...
Azzela Neirine
Azzela Neirine Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis telah menjadi bagian dari hal yang saya nikmati sedari kecil. Saya berharap orang lain juga dapat menikmati karya yang saya tuangkan dalam tulisan-tulisan ini.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Di Balik Menara Gading: Urgensi Penanganan Kolektif Kekerasan Seksual Kampus

30 Desember 2024   20:00 Diperbarui: 30 Desember 2024   19:57 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Opening Statement

Kampus, dengan segala gemerlap intelektualitasnya, seringkali digambarkan sebagai menara gading---simbol kemurnian dan pencerahan. Namun, di balik fasad akademis yang megah, tersembunyi realitas kelam yang jarang terungkap. Kekerasan seksual, bagai hantu yang mengintai di sudut-sudut kampus, terus membayangi kehidupan civitas akademika. Dari ruang kelas hingga asrama mahasiswa, dari kantor dosen hingga acara komunitas, tidak ada tempat yang benar-benar aman dari ancaman ini. Sementara itu, pernyataan Ketua DPR RI, Puan Maharani, yang mengecam keras kejadian tersebut, menandai titik di mana isu ini tak lagi bisa diabaikan oleh para pemangku kebijakan.

Saat dunia bergerak maju dengan gerakan #MeToo dan kesadaran akan pentingnya consent, mengapa lingkungan kampus yang notabene adalah tempat lahirnya ide-ide progresif justru seolah tertinggal? Seberapa mendesak kebutuhan akan pendekatan kolektif dalam menangani masalah ini? Dan yang terpenting, mungkinkah ada "budaya bisu" serta sampai kapan kita akan terus berpura-pura bahwa semua nampak baik saja di balik dinding-dinding menara gading kita?

Kronologi dan Eskalasi Kasus

Di tengah upaya menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif, kekerasan seksual di kampus masih menjadi tantangan serius yang memerlukan penanganan yang efektif dan berkelanjutan. Kasus-kasus ini umumnya melibatkan civitas akademika, yang menunjukkan bahwa area kampus belum sepenuhnya aman untuk semua pihak. Dalam beberapa tahun terakhir, laporan mengenai kekerasan seksual di berbagai universitas di Indonesia mengalami peningkatan seiring dengan tumbuhnya kesadaran mahasiswa untuk melaporkan tindakan yang mereka alami. Meskipun telah ada kebijakan seperti Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021, penanganan kasus di beberapa institusi masih belum optimal. Banyak korban merasa tidak mendapatkan keadilan karena proses pelaporan yang masih dirasa terlalu panjang dan kurang transparan.

Salah satu kasus terbaru yang mendapatkan sorotan publik terjadi di Universitas Airlangga (Unair), ketika seorang mahasiswa melaporkan kekerasan seksual yang terjadi di area parkir kampus melalui media sosial. Kasus ini menunjukkan bahwa kekerasan seksual sangat bisa terjadi di tempat yang seharusnya memberikan rasa aman dan perlindungan. Kurangnya kamera pengawas, penerangan yang minim di beberapa titik, serta absennya patroli keamanan rutin menyebabkan area parkir sering menjadi titik rawan terjadinya kekerasan seksual. Sehingga, urgensi peningkatan sistem keamanan dan pengawasan di kampus. penting dilakukan sebagai langkah preventif untuk mencegah kasus serupa terjadi lagi di masa mendatang.

Kasus kekerasan seksual tidak hanya terjadi akibat minimnya pengawasan, tetapi juga dipengaruhi oleh pelbagai faktor pendukung yang membuat korban enggan melapor. Stigma buruk dari masyarakat terhadap program penanganan kekerasan seksual seringkali membuat korban merasa malu atau takut dikucilkan jika melaporkan kasusnya. Selain itu, budaya patriarki yang mengakar membuat posisi korban, terutama perempuan, semakin rentan sementara pelaku seringkali terlindungi dari sanksi sosial yang kurang adil. Kurangnya kepedulian masyarakat, serta lemahnya penegakan hukum pada kasus kekerasan seksual juga memperparah keadaan, sehingga korban merasa tidak mendapatkan dukungan dan perlindungan yang cukup untuk menyuarakan apa yang mereka alami. Semua faktor ini berkontribusi pada keputusan korban untuk memendam kasus mereka, alih-alih melaporkannya secara terbuka.

Respons dan Tindakan Penanganan

Eskalasi kasus kekerasan seksual berhasil menyita perhatian Ketua DPR RI, Puan Maharani untuk memberikan tanggapan pada Jumat, 13 September 2024 silam. Beliau menilai kesadaran pihak kampus untuk berperan aktif dalam menangani kasus kekerasan seksual masih kurang.

"Kampus seharusnya menjadi tempat yang mendukung kebebasan akademis dan memberikan rasa aman bagi seluruh mahasiswa, tanpa terkecuali. Rasa aman itu termasuk memastikan lingkungan perguruan tinggi bebas dari segala bentuk kekerasan, baik fisik, mental, maupun kekerasan seksual," ujar Puan.

Menanggapi pernyataan ketua DPR tersebut, Prof. Myrta Dyah Artaria selaku Ketua Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Airlangga merespons dengan positif

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun