Masih ingatkah kita dengan salah satu harapan politik yang digagas oleh Presiden Joko Widodo ketika masa kampanye yang lalu? Yes, Revolusi Mental, sebuah konsep yang sangat membangun harapan dalam memperbaiki sikap mental bangsa yang kita cintai ini.
Jika kita meluaskan daya pandang kita lebih jauh kebelakang, maka Revolusi mental sesungguhnya bukanlah gagasan baru, karena sejatinya para Nabi yang diturunkan Tuhan ke muka bumi ini adalah untuk melakukan revolusi mental terhadap umatnya kala itu, salah satu revolusi mental terbaik yang dicatat oleh sejarah adalah keberhasilan Nabi Besar Muhammad dalam memperbaiki ahklak penduduk Mekah yang kala itu telah pada titik nadir, bahkan pesan sang Nabi berhasil mewarnai dunia hingga hari ini.
Sehubungan dengan semangat merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Bangsa yang ke-71, maka rasanya cukup tepat jika kembali kita review apakah Revolusi Mental yang digaungkan Pemerintah Joko Widodo ini hanyalah sebuah retorika ataukah ada nilai-nilai yang dapat kita jadikan garis besarnya. Merujuk apa yang saya baca pada salah satu artikel Kompas tanggal 29 April 2015 berjudul Retorika Revolusi Mental, ada beberapa nilai bangsa ini yang ingin direvolusi atau dikembangkan kembali, yaitu :
Nilai Pertama : Nilai Kewargaan, yang artinya ingin kembali menumbuhkan kesadaran Rakyat tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara, sehingga tercipta rasa memiliki yang kuat terhadap identitas nasional bukan hanya sebagai 'penduduk' tetapi juga sebagai patron utama kekuatan bangsa ini.
Nilai Kedua : Nilai bisa dipercaya, nilai ini sangat erat hubungannya dengan kejujuran sebagai bagian integritas dalam kehidupan berbangsa dan masyarakat, nilai ini hendak direvolusi karena mengingat saat ini banyak sekali terjadi kebohongan bahkan terjadi diranah publik.
Nilai Ketiga : Nilai Kemandirian, nilai ini merupakan harapan tentang kemampuan bangsa, negara dan rakyat kita untuk berdiri dikaki sendiri dengan cara semakin mengedepankan regulasi serta kebijakan yang mendukung kemampuan kita untuk lepas dari ketergantungan yang besar pada negara lain.
Nilai Keempat : Nilai Kreatifitas, nilai ini sejatinya ingin kembali menggali akar-akar kebudayaan serta kreativitas bangsa kita yang begitu besar, melalui kebijakan dan regulasi yang mendukung hal itu, sehingga diharapkan nilai-nilai kreatif yang tanpa batas ini akan berdampak baik bagi negara kita.
Nilai Kelima : Nilai Gotong Royong, adalah merupakan salah satu inti dari Pancasila, andalan bangsa sejak kita sejak dahulu kala, namun dimasa sekarang kita merasakan kemerosotan nilai ini baik di komunitas kecil maupun sistem ekonomi dan politik yang lebih kearah liberal, oligarkis dan monopolistik.
Nilai Keenam : Nilai saling menghargai, tentu sebagai bangsa yang majemuk, kelangsungan hidup persatuan negara sangat bergantung pada nilai ini. Namun, dimasa sekarang ini kita menyaksikan toleransi dan kesetiakawanan sosial semakin merosot, adanya kelompok-kelompok ekstrem yang tidak mau menerima kehadiran perbedaan agama, ras, dan suku, diharapkan revolusi mental dapat kembali memperkuat rasa toleransi dan saling menghargai sebagai salah satu ciri bangsa kita.
Demikianlah secara ringkas garis-garis besar dari nilai-nilai yang menjadi acuan dalam retorika Revolusi Mental yang dipikul oleh pemerintah saat ini. Sebelum jauh, kembali saya ingin bertanya apakah Revolusi Mental ini adalah retorika?
Saya akan menjawab "iya" Revolusi Mental hanya retorika, jika dalam pengelolaan negara ini pemerintah tidak bersungguh-sungguh membenahi nilai-nilai diatas dengan kebijakan dan regulasi yang mendorong terciptanya kondisi yang nyata sampai ketitik tindakan yang menyentuh secara nyata.
Mungkin sebagian dari kita akan menganggap apa yang saya sampaikan tentang dampak positif lain yang potensial diciptakan oleh Restorasi Film terhadap nilai Revolusi mental yang lainnya adalah hal yang dilebih-lebihkan.
Baiklah, jika bicara nilai-nilai baik itu nilai diri, mental dan moral, sesungguhnya nilai-nilai ini sudah ada dalam kehidupan keseharian kita, yang kita dapatkan dirumah, disekolah ataupun di tempat-tempat ibadah kita. Dalam perkembangannya nilai-nilai diatas dipengaruhi oleh perkembangan jaman, tehnologi, informasi dan komunikasi, dan semua negara didunia ini mengalami degradasi-degradasi nilai dalam kehidupan masyarakatnya, namun ada beberapa negara yang cukup berhasil mempertahankan atau bahkan menciptakan identitas diri masyarakatnya secara cukup konsisten melalui media perfilman.
Contoh sederhananya, jika kita bersua dengan orang Amerika, kita cenderung terkooptasi dengan nilai-nilai keberanian ala koboy yang secara konsisten mereka suguhkan dalam karakter-karakter film merek. Jika kita bersua dengan orang Hong Kong, tanpa sadar kita berkesimpulan mereka pasti "bisa atau jago" kungfu atau minimal berkarakter loyalis ala gangster.
Apabila kita bersua dengan orang Jepang, rasanya kita harus terbawa ingatan masa kecil dimana tehnologi robot, Gaban, Shariban, Megaloman, Doraemon, adalah kesimpulan tentang identitas kecerdasan tehnologi mereka.
Lain lagi ketika kita bersua dengan warga India, yang ada dikepala kita adalah perbedaan kasta, romantisme Cinta dalam nyanyian serta goyangan pinggung artis-artisnya yang cantik.
Contoh-contoh diatas adalah kemampuan Film dalam menciptakan Identitas atau ciri khas suatu negara yang secara konsisten menampilkan apa yang ingin mereka ciptakan sebagai nilai "kedalam" maupun "keluar" yang terbaca langsung atau tidak langsung oleh masyarakatnya maupun negara lain.
Harapan kita dengan melaksanakan Restorasi Film Nasional, selain untuk menjaga, merawat dan melayakkan warisan karya kreatif masa lalu untuk ditayangkan kembali, kita juga berharap langkah Restorasi Film Nasional dapat dilaksanakan secara konsisten, lalu dilanjutkan dengan menayangkan kembali film-film masa lalu ini, bukan untuk menjadi negara yang mundur kebelakang dan tidak melihat kedepan, tetapi mencoba untuk kembali melekatkan kita pada nilai-nilai luhur sebagaimana cita-cita Revolusi Mental sembari menjaga kearifan budaya masa lalu sebagai khasanah wawasan bagi generasi muda saat ini dan masa akan datang.
Memang tidak semua nilai masa lalu yang layak untuk dicontoh dimasa saat ini karena perkembangan jaman, namun ada nilai-nilai dasar yang sepertinya layak untuk dilihat dan kembali dikenal oleh kita yang hidup pada jaman globalisasi ini, karena saya percaya Film- film lawas senantiasa diciptakan dengan kondisi jaman saat itu lengkap dengan pesan-pesan moral dasar baik yang bernuansa agama, budaya ataupun kearifan lokal bangsa kita yang pasti seirama dengan Pancasila sebagai karakter utama bangsa ini yaitu : Ketuhanan, Kepercayaan, Keadilan, Semangat Gotong Royong, Toleransi yang tentunya semua itu adalah merupakan Nilai-Nilai sasaran dari Revolusi Mental.
Mari kita dukung langkah restorasi Film Nasional selanjutnya, dan setelah itu kita berharap hasil restorasinya dapat disiarkan pada stasiun Televisi Nasional dan Media Online seperti Youtube sebagai bagian dari mendekatkan nilai-nilai ini kemasyarakat umum dari segala golongan usia, bagi yang tua ini merupakan pelepas rindu dan bagi yang muda semoga dapat menjadi salah satu sarana yang mampu mewarnai karakter nilai-nilai positif masa depan bangsa ini.
Sebagai penutup berdasarkan data Situs Lembaga Sensor Film Republik Indonesia, saya menemukan banyak sekali film-film lawas yang menunggu untuk di Restorasi :
AntaraBumi danLangit(1950), Dendam Asmara (1950), Harumanis (1950), Meratap Hati (1950), Musim Melati (1950), Nusakambangan (1950), Pantai Bahagia (1950), Ratapan Ibu (1951), Antara Tertawa danAir Mata (1951), Bunga Rumah Makan (1951), Di Tepi Bengawan Solo (1951), Hampir Malam diYogya(1951), Air Mata Pengantin (1952), Dr. Sanusi (1952), Redrigo de Villa (1952) bekerja sama dengan LVN Studio (Filipina), Solo di Waktu Malam (1952), Aladin (1953), Belenggu Masyarakat (1953), Harimau Tjampa (1953), Lenggang Jakarta (1953),Musafir Kelana (1953), Sapu Tangan Sutra (1953), Antara Dua Sorga (1954), Jakarta Bukan Hollywood (1954), JakartaWaktu Malam (1954), Halilintar (1954), Kopral Djono (1954), Lewat Jam Malam (1954), Dibalik Dinding(1954), Kabut Desember (1955), Tiga Dara (1956), Air Mata Ibu (1957), Seroja (1958), Tjambuk Api (1958) dan banyak lagi.
Salam Restorasi Film Nasional Untuk Revolusi Mental
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H