Sekarang, pemain seperti Roberto Firmino sangat mungkin tidak dipanggil oleh timnas Brazil, Namun tidak mungkin Sadio Mane tidak dipanggil oleh timnas Senegal. Ada apa gerangan? Dan bisakah Indonesia meniru model pengembangan pemain dari tim-tim Afrika?
TIMNAS DI AFRIKA: TUMBUH DAN TERUS BERKEMBANG
Kembali lagi di tahun 2011 atau 2012, sangat mungkin penggemar sepakbola di Indonesia kebanyakan hanya kenal pemain seperti Drogba, Adebayor dan Toure bersaudara, saat ditanya mengenai pemain Afrika yang bersaing di liga inggris misalkan.Â
Namun saat ini, penulis yakin banyak penikmat sepakbola yang tahu siapa itu Riyad Mahrez, tahu juga siapa itu Andre Ayew, Wilfried Zaha, Trezeguet dan sebangsanya. Terlepas dari mudahnya akses informasi, memang banyak pemain-pemain Afrika yang mulai mengisi arsenal tim-tim besar eropa.
Jika ditelisik cerita mereka, banyak yang memulai karir sepakbola secara apa adanya di kampung Halaman, kemudian bertaruh dan bertarung dengan membangun karir dari kerak-kerak sepakbola eropa. Mane memulai karir dari FC Metz, yang mungkin sampai sekarang penikmat sepakbola Indonesia belum pernah tahu itu klub apa.Â
Salah sendiri memulai karir dari FC Basel, sebuah tim di liga primer Swiss. Sangat jarang ada yang langsung mentereng dan bersinar di Tim top eropa, seperti misal Ansu Fati atau Trent Alexander-Arnold. Mayoritas pemain Afrika benar-benar harus memulai dari bawah, membuktikan diri mereka tahap demi tahap, sebelum akhirnya meraih apa yang mereka nikmati sekarang.
Saat ini keadaan di Afrika mungkin sudah lebih baik minimal dari aspek sepakbola. Liga-liga menjadi teratur dan rapi, dan semakin banyak bakat-bakat muda yang tidak harus memulai dari bawah. Namun bagi negara, dengan struktur sepakbola acakadut, kualitas liga yang Amburadul, dan manajemen klub yang wallahu 'alam, keberanian menit karir menjadi semacam kata ajaib untuk meningkatkan kualitas sepakbola, dan karir mereka.
Perlu diingat disini, bahwa menjadi atlit sepakbola berarti memilih karir yang singkat. Sangat jarang ada pemain sepakbola yang dapat bersaing bersaing level tertinggi saat lepas dari umur 30 tahun. Pemain seperti Neymar Bahkan menyatakan dia akan pensiun saat memasuki usia 31 tahun, yang berarti kurang 1 tahun lagi karena kemarin dia baru berulang tahun.Â
Maka jika Anda adalah bakat muda sepakbola yang berasal dari negara, dengan federasi lawak, liga amburadul dan tim acakadut, sepertinya menjadi sebuah kewajiban untuk mengadu nasib dan mencoba sepakbola internasional, karena ini yang dilakukan bintang-bintang sepakbola Afrika disaat mereka juga menghadapi federasi, liga dan klub professional yang korup dan tidak professional.
Leap of faith.
Apakah lewat tulisan ini penulis tidak mendukung perkembangan sepakbola di negara-negara yang lucu-lucu federasinya? Tentu tidak. Sampai Liverpool juara sekalipun selama orang-orang di federasi masih suka lawak selama itu juga yang disaksikan dan disajikan adalah sepakbola yang lawak.Â