Mohon tunggu...
azzam abdullah
azzam abdullah Mohon Tunggu... Buruh - Karyawan Swasta

Lulusan Magister Manajemen yang sedang kerja di perusahaan swasta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengelola Ekspektasi, Cara Hidup Waras di Zaman Edan

9 Oktober 2020   14:52 Diperbarui: 9 Oktober 2020   14:56 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Muhammad Abdullah 'Azzam, Mahasiswa Magister Manajemen

Beberapa kejadian ke belakang terang membuat runyam hati dan pikiran orang waras. Bagaimana tidak dalam hiruk pikuk penanganan pandemic Covid-19 malah muncul badai isu, dengan gong berupa pengesaha UU Omnibuslaw Cipta Kerja oleh DPR-RI. Sebuah undang-undang penuh kontroversi, dianggap merugikan banyak kalangan diluar kelompok pengusaha dan pemodal, dan lebih luar biasanya terbit atas inisiasi pemerintah dibawah kepemipinan Preside RI Joko Widodo. 

Aksi penolakan, bahkan berujung kericuhan antar aparat menjadi buntut, jelas,, tidak dapat terhindarkan. Berbagai kalangan bertanya-tanya, ada apa gerangan dengan pemerintah? Apakah fungsi kerja organ pikir mereka sudah tidak beres?

Namun disini penulis justru menemukan sesuatu, cukup menarik boleh dibilang. Sebuah pertanyaan menggelayut, meminta untuk dijawab. "Kenapa kok rakyat, seluruh elemen masyarakat bisa bereaksi sampai sebegitunya saat pengelola pemerintahan melakukan hal-hal tidak semestinya?"

Sebuah pertanyaan konyol memang. Apa faidahnya mempertanyakan sesuatu sejelas sinar matahari di siang bolong? Dimana-mana tugasnya pemerintah ya berbuat benar. Tidak merugikan dan mendiskreditkan kalangan manapun! Itu sudah tugas mereka. Nah, pasti banyak anggapan semacam ini, karena memang pertanyaan tersebut tidak substantive. 

Tidak penting sederhananya, kudune ora mbahas ngono iku, sebagaimana respon akademisi ketika ditanya soal Omnibuslaw Cipta Kerja. Tetapi para pembaca budiman, tahukah bahwa sejatinya, standar tinggi semacam itu terjadi, karena diri kita memang menginginkan hal tersebut?

Ekspektasi. Awal Mula dari Kepercayaan 

Seluruh mahluk hidup jelas memiliki ekspektasi, harapan. Dimana harapan ini menjadi energy bagi setiap mahluk untuk bergerak, memperoleh apa mau mereka. Alasan burung mengepak sayap di pagi hari, adalah agar mereka bisa pulang dalam keadaan kenyang, dan mungkin membawa rezeki bagi anak-anaknya, atau menyimpan energy agar dapat terus beranak pinak. 

Alasan kenapa semut bekerja keras, karena masa depan dirinya sangat ditentukan oleh eksistensi koloninya. Setiap mahluk hidup memiliki intelegensi, itulah kenapa mereka bisa melakukan sesuatu demi mewujudkan sesuatu, dan dalam hal ini berakhir pada bertahan hidup dan beranak pinak.

Begitu juga dengan manusia, manusia dibekali dengan kemampuan intelegensi lebih jika dibandingkan kebanyakan mahluk hidup. Inilah alasan kenapa tujuan hidup manusia lebih clear, dan scenario untuk bisa mencapai tujuan hidup tersebut lebih kompleks. Salah satu nya adalah dengan membangun sebuah struktur sosial, dimana bisa kita saksikan, pada setiap belahan dunia, hingga setiap rumah, manusia memiliki cara-cara tersendiri untuk menerjemahkan dan mengambil peran dalam tatanan sosial tersebut.

Sekarang, mengapa bisa manusia percaya pada manusia lain? ini adalah sebuah pertanyaan dasar, percaya, kenapa kita bisa percaya?. (Perry & Mankin, 2004) merangkum dari pernyataan para ahli dan hasil penelitian sebelumnya, menyimpulkan bahwa salah satu alasan munculnya kepercayaan adalah adanya "ekspektasi" atau "harapan" tertentu, jika kita melakukan sesuatu, berbuat hal baik, meletakkan kepercayaan, akan ada benefit, umpan balik dari lawan interaksi kita.

Inilah kenapa kita bersedia bertemu dokter dan membayar untuk jasanya, karena ada harapan kesembuhan dari penyakitnya itu. inilah kenapa kita berepot-repot berkunjung ke tempat makan, atau ke pusat belanja, karena transaksi perdagangan disana bisa memenuhi kebutuhan kita. Begitu juga sebaliknya, lawan interaksi kita pasti mengharao suatu balasan, meskipun seringkali dikaitkan dengan balasan materiil, namun juga ada balasan non-materiil diharapkan hadir dari sebuah interaksi.

Inilah kenapa saat pengelola pemerintahan bertindak sesuatu, APAPUN, apapun, pasti aka nada umpan balik baik positif ataupun negative dari masyarakat. Karena begitu banyak pihak, begitu banyak individu menitipkan berbagai harapan kepada pengelola pemerintahan. Betapa tidak? Kekuatan para pengelola pemerintahan bisa terbilang sangat, sangat luar biasa.

Power dan Ekspektasi 

Sebuah pertanyaan sederhana, ketika juara bertahan Liverpool FC bertandang ke markas tim nyaris degradasi Aston Villa FC, muncul ekspektasi semacam apa di kepala anda? Jelas setidaknya, skuad Jurgen Klopp setidaknya meraih poin penuh, atau minimal hasil imbang. Tetapi pada pertemuan terakhir skuad Liverpool FC harus takluk secara memalukan, dicukur habis 7-2 oleh Jack Grealish c.s, memicu kegoncangan dalam dunia sepakbola, membuat fans 'The Reds' merana, dan membuat fans rival tertawa terbahak-bahak.

Mengapa demikian? Karena orang beranggapan, dan fans Liverpool berharap, setidaknya Liverpool bisa menang. Maksudnya, ini Liverpool gitu loh!, dan setelah the unthinkable terjadi wajar jika muncul reaksi yang tidak biasanya dialami tim sepakbola lain, maksudnya, di malam itu mantan King of England Manchester United harus takluk dengan skor memalukan, 1-6 melawan Tottenham Hotspur, dibawah asuhan mantan pelatih United Jose Mourinho. Tetapi kenapa orang bisa bereaksi biasa saja, dan langsung habis-habisan mencecar Liverpool.

Sederhana. Dunia sepakbola modern menganggap diatas kertas Liverpool saat ini lebih kuat, musim lalu berhasil mengalahkan Manchester City dalam perebuthan juara liga primer dengan selisih 20 poin lebih, juara dengan sisa 7 laga. Sedangkan Manchester United adalah tim sepakbola, dimana mereka tidak mampu mendatangkan pemain impiannya, memiliki pemain bertahan termahal di dunia namun hobi blunder, dan bisa tembus peringkat 3 karena rutin gosok voucher penalty. Maka United kalah 1-6 di kandang, orang mafhum, wajar, emang segitu doang kualitasnya. Tapi kalau Liverpool? A Big No.

Dari analogi di luar pembahasan ini bisa dibayangkan ketika pemerintah menampilkan performa zonk sebagaimana Liverpool di Villa Park. Mereka dengan rengkuh kekuasaan mencakup 260 juta lebih jiwa, lebih dari 13.000 pula, dengan segala macam kekayaan alam di dalam, atas, langit dan perairannya, namun terang menampilkan pertunjukkan penuh kebohongan. 

Aksi jalanan menyiksa rakyat dan mempromosikan ketidakadilan. Kira-kira, sudikah rakyat hanya memprotes dengan mendoakan di sepertiga malam? Tidak, sama sekali tidak, doa itu pasti digaungkan, seluruh sosial media rakyat bersuara lantang dan menghujat, aksi peretasan hingga lontaran batu kepada aparat penegak hukum seolah semuanya memiliki alasan konkrit. Karena sebesar itu power-nya, sebesar itu ekspektasinya, benarlah sabda Nabi Muhammad SAW, tugas terberat adalah menjadi pemimpin,

Manajemen Ekspektasi. Ayo Tetap Waras!

Seorang bayi baru lahir mungkin oleh orang tuanya di cita-citakan menjadi mujahid, menjadi politikus sholih, menjadi pengusaha jujur dan akademisi adil. Semua kesuksesan duniawi dan akhirat diharapkan orang tuanya agar tetap terpenuhi. Namun jelas, tidak ada ceritanya orang tua  begitu anaknya lahir langsung memiliki kecerdasan seperti Habibie, keberanian seperti Jendral Besar Soedirman dan kejujuran dan pekerti seperti Hoegeng. Ada proses panjang harus dilalui, proses membesarkan, mendidikan dan memelihara.

Sederhananya, inilah cara agar kita tidak dihancurkan oleh ekspektasi kita sendiri. Hancur karena ternyata kepercayaan kita tidak dianggap, luluh lantak, akhirnya muncul rasa kecewa mengharu biru. Merusah stabilitas akal dan alat gerak. Karena peluang-peluang ini selalu ada.

Inilah baiknya mengawali segala sesuatu dengan pemahaman utuh. Jika muncul interaksi antar individu alangkah lebih baiknya kita kenal dulu lawan main kita. Jika muncul reputasi antar lembaga lihat dulu reputasi lembaga tersebut. Cari catatan wan-prestasinya, persiapkan kemungkinan terburuk jika harus berinteraksi dengan orang atau lembaga tersebut, dengan lebih berhati-hati, setidaknya dampak kerusakannya tidak separah jika kita tidak bersiap.

Dengan pemahaman tadi, bisa jadi muncul juga kebijaksanaan dalam proses interaksi sosial. Terjadi hal-hal luar biasa, jauh dari prediksi kita. Misalkan jika kita turut membesarkan sebuah bisnis kecil, saat bisnis itu besar entah benefit apa yang dapat kita rasakan. Dan seterusnya, inilah mengapa, kesepahaman itu perlu.

Jika ternyata kemalangan menimpa kita, well, this is it. Mungkin Tuhan Yang Maha Esa sedang meminta kita untuk kembali pulang, menghadapnya. Berdoa semoga Dia memberikan solusi terbaik, berkunjung ke rumahnya agar Dia bukakan jalan-jalan tak disangka. Kalaupun tidak ada solusi kontan di dunia ini, keyakinan akan hari akhirat setidaknya menjadi alasan, menjadi langkah kita tetap istiqomah, terus jalani hari hingga dipanggil pulang. Apakah hal ini mudah? Nope, tidak ada hal paling susah selain mencoba ikhlas! Tetapi inilah, inlah indahnya hidup, indahnya belajar.

Tapi ini tidak berlaku ke pemerintah ya. Ingat, tidak ada kata-kata "pemerintah" disana, semua ditujukan pada interaksi keseharian kita, agar kita masih waras, agar kita tidak langsung menjadi gila karena hal-hal semacam itu.

Tetapi jika ini berkaitan dengan orang, yang secara sadar kita titipkan suara kita agar dia berlaku adil. Jika ini berkaitan dengan mereka, yang kita amanahkan kekuasaan atas negeri tercinta, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jika ini berkaitan, dengan mereka, menikmati hidup mewah, hidup mudah karena pajak-pajak kita.

Jika mereka berkhianat, mereka merampok, mereka mencabik-cabik kepercayaan rakyat. Jika mereka terang menindas, memukul, dan membunuh rakyatnya sendiri demi kepentingan pribadi dan kelompok mereka. Jika mereka tunduk kepada kekuatan asing, para bedebah yang senantiasa mengincar, mengintai, untuk dapat merampas tanah air kita tercinta.

Maka biarkanlah urusan memaafkan dikembalikan kepada Dia Yang Maha Pengampun. Urusan lainnya, well, rakyat juga memiliki hak untuk bertindak kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun