Mohon tunggu...
azzam abdullah
azzam abdullah Mohon Tunggu... Buruh - Karyawan Swasta

Lulusan Magister Manajemen yang sedang kerja di perusahaan swasta.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kata Pak Menko, UMKM Diminta Bikin Micro-chip

9 September 2020   16:44 Diperbarui: 9 September 2020   20:01 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Dalam sebuah berita singkat yang dirilis salah satu media sosial, salah satu menko yang super terkenal, Bapak Luhut, meminta agar UMKM juga terjun ke bisnis teknologi tinggi. Tidak melulu UMKM harus terjun di dunia fashion atau kuliner, katanya, karena meskipun gampang dunia fashion dan kuliner imbal balik kepada pebisnis ataupun negara kurang fantastis. Contoh saja negara maju, imbuhnya, dimana disana bisnis-bisnis UMKM juga berhasil menyentuh sektor industry berteknologi tinggi, sehingga wajar kalau ekonomi di luar sana cepat majunya.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan ungkapan bapak menko yang terhormat. Dunia sudah melampaui era globalisasi, kita sudah masuk di zaman digital dimana melalui akses informasi, setiap orang bisa mendesain dirinya untuk menjadi apapun yang dia inginkan. Akses pengetahuan semakin luas, sehingga kita, bangsa dari sebuah negara berkembang bisa belajar, meningkatkan kapasitas diri sehingga bisa menjadi bangsa yang maju. Begitu juga sektor UMKM, digitalisasi ini sudah mencapai tataran per individu, tiap orang, tanpa memandang latar belakang. Maka memang tidak ada salahnya kalau dunia UMKM juga turut diminta berbenah, diminta terjun ke dalam bisnis tersebut.

Namun sebelum menuju kesana, pada tahun 2009 penulis bertemu dengan sebuah buku. Dengan format novel berdasarkan kisah nyata, buku berjudul the city of Joy ini menceritakan kehidupan masyarakat di kota Calcutta, India. Buku ini mengambil setting India sebelum memiliki senjata nuklir, maka memang lebih banyak ha-hal absurd lagi menyedihkan dalam kisahnya. Ada satu bagian, dimana penulis buku ini menceritakan bagaimana masyarakat India di kota itu bertahan hidup, melalui usaha-usaha di tengah pemukiman kumuh mereka.

Diceritakan tentang bagaimana anak-anak kecil bekerja banting tulang di industry rumahan pembuat ballpoint. Dimana mereka bertarung dengan resiko keracunan bahan kimia pembuat tinta ballpoint. Orang-orang dewasa yang bekerja di industry keramik sekali pakai, hingga penyulingan bangla (minuman keras illegal), dan lain sebagainya. Namun ada satu kisah yang membuat saya takjub dan berdiri telinganya, kisah bagaimana sebuah industry rumahan membuat sebuah baling-baling kapal raksasa.

Industry rumahan di pemukiman kumuh tersebut benar-benar membuat segalanya. Ada satu buah rumah yang fokus memproduksi produk-produk logam, dan suatu ketika, seorang misionaris yang sedang berkunjung ke daerah sana terkejut karena mendadak terjadi keributan. Orang-orang yang bekerja di usaha kecil pembuat logam itu riuh rendah, beberapa orang keluar membawa palu dan mulai membongkar tembok depan bengkel logam tersebut, sedangkan yang lain bersiap memperkuat jembatan kayu yang menghubungkan antara bengkel, dengan jalan raya. Sebuh truk sudah siap menunggu di ujung jalan, truk yang sangat besar jika dibandingkan dengan jalanan sempit pemukiman kumuh ini.

Betapa terkejutnya si misionaris saat menemukan, sebuah baling-baling kapal raksasa ditarik keluar dari tembok bengkel yang sudah hancur itu. luar biasa besarnya sampai 10 orang yang bersama memikulnya terhuyung-huyung. Lebih terkejut lagi ketika misionaris ini bertanya kepada si pemilik bengkel, untuk apa gerangan baling-baling sebesar rumah itu? pemilik bengkel hanya menjawab ringan, galangan kapal memesan untuk produk kapal barang terbarunya. Singkat cerita baling-baling kapal tadi sudah diangkut oleh truk, setelah dinding bengkel dibongkar, jembatan kayu diperkuat, dan 10 orang kuat terhuyung-huyung membawanya dari bengkel menuju truk.

Kekuatan sektor UMKM

Cerita bagaimana sebuah bengkel di pemukiman kumuh India berhasil memproduksi sebuah baling-baling kapal menjadi bukti kekuatan UMKM. Kisah ini terjadi jauh sebelum digitalisasi menyapu bersih dunia, namun di masa tersebut taji UMKM sudah bisa dikategorikan mengerikan. Mengapa? Karena UMKM memang sektor bisnis yang menuntut segalanya serba nyata, serba riil.

UMKM bisa jadi tidak memiliki saham, tidak memiliki izin usaha bahkan, namun uang yang berputar disana adalah hard money, uang betulan. Proses bagaimana seorang bakul gorengan belanja kebutuhan produksi nya hari itu, hingga produk sampai ke tangan pelanggan melibatkan uang. Uang betulan yang menggaransi ekonomi tetap berputar. Tidak mengendap di kertas-kertas dengan judul aneh namun susah diuangkan seperti Surat Berharga Bank Central, atau angka-angka kosong yang tercetak di rekening-rekening perbankan. Inilah yang membuat ekonomi bergairah, karena masih ada wujud uang yang berputar secara bebas, dari pelanggan ke bakul gorengan, dari bakul gorengen ke supplier, dan seterusnya.

Hal ini ditambah dengan bagaimana Indonesia, dan mayoritas negara berpenduduk ratusan juta, memiliki proporsi pekerjaan yang memang mendukung munculnya sektor UMKM ini. Semua jenis pegawai mau itu Abdi Negara, pegawai swasta, pegawai BUMN hingga pekerjaan khusus seperti psikiater dan perawat membutuhkan support dari sektor UMKM. Karena jelas, tuntutan pekerjaan membuat mereka kurang waktunya, jika harus memproduksi makanannya sendiri. Boro-boro, bahkan terkadang orang-orang ini tidak mampu hanya sekedar keluar rumah untuk membeli produk tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun