Indikator sebuah negara demokrasi selalu diawali dengan adanya pemilihan umum, baik dilevel nasional maupun lokal (dikutip dari jurnal "Evaluasi Pilkada Serentak 2015 dan Pemilu 2019: Sebuah Catatan Singkat, Universitas Lampung, Tahun 2019). Merujuk pada kutipan tersebut maka pemilihan umum memang menjadi salah satu indikator dari negara yang menganut sistem demokrasi hal ini bermakna bahwa pemilihan umum memegang peranan sentral dalam menilai tingkat 'kesehatan' demokrasi di suatu negara.Â
Pemilu sendiri memiliki banyak penafsiran salah satunya seperti yang terdapat dalam jurnal "Partisipasi Politik Msyarakat Dalam Pemilihan Umum Legislatif di Kota Denpasar", Vol. 4 No. 2, Tahun 2020 yang menyatakan bahwa Pemilu adalah arena kompetisi untuk mengisi jabatan-jabatan politik di pemerintahan yang didasarkan pada pilihan formal dari warga Negara yang memenuhi syarat. Pemilu mencerminkan partisipasi politik masyarakat secara menyeluruh dalam proses pengambilan keputusan baik dalam skala nasional, regional, maupun lokal, pemilu menjadi cerminan dari keberagaman opini dan kepentingan dari masyarakat yang diwakili.Â
Sederhananya, pemilu yang diselenggarakan secara sistematis menunjukkan konsistensi dan stabilitas dalam proses demokrasi sebuah negara. Namun seperti yang sudah kita singgung sebelumnya bahwa pemilu bukanlah satu-satunya indikator untuk menilai apakah sebuah negara tersebut demokratis atau tidak, ada beberapa indikator lainnya yang berfungsi sebagai pedoman untuk menilai tingkat demokratis sebuah negara sebagaimana dikemukakan oleh Kaelan dan Zubaidi (2007), berikut penjelasannya:
Keterlibatan Warga Negara di Dalam Pembuatan Keputusan Politik
Budaya  politik  partisipan  merupakan  kondisi  ideal  bagi masyarakat secara politik dalam berdemokrasi. Hal ini dikarenakan terjadinya harmonisasi hubungan warga negara dengan pemerintah, yang ditunjukan oleh tingkat kompetensi politik, masyarakat merasa perlu untuk terlibat dalam proses pemilu dan memercayai perlunya keterlibatan dalam politik (dikutip dari jurnal "Membangun Karakter Budaya Politik dalam Berdemokrasi", Vol. 9 No. 2, Tahun 2015).Â
Dengan adanya partisipasi masyarakat dalam pembuatan keputusan politik membentuk sebuah fondasi yang kokoh bagi masyarakat dalam sistem demokrasi. Budaya politik partisipan ini secara tidak langsung telah menciptakan hubungan harmonis di antara pemerintah dan masyarakat dimana kepercayaan menjadi pilar utamanya, adanya ruang bagi partisipasi masyarakat ini juga menciptaka kesempatan bagi warga negara untuk menyuarakan kepentingan mereka, mempengaruhi arah kebijakan, dan mempertegas segala sesuatu yang menjadi hak-hak demokratis mereka. Budaya politik partisipan tidak hanya menciptakan hubungan yang harmonis namun juga memperkuat esensi dari demokrasi itu sendiri.
Tingkat Persamaan Tertentu di Antara Warga Negara
Demokrasi berdiri berdasarkan prinsip persamaan, yaitu bahwa setiap warga negara memiliki kesamaan hak dan kedudukan didalam Pemerintahan, karena itu setiap warga negara sejatinya memiliki kekuasaan yang sama untuk memerintah (dikutip dari jurnal "Demokratisasi dan Kebebasan Memilih Warga Negara Dalam Pemilihan Umum", Vol. VIII No. 1, Tahun 2015). Memastikan setiap warga negara memilik hak dan kedudukan yang sama dalam pemerintahan menjadi fondasi kuat bagi demokrasi.Â
Makna dari kutipan tersebut berarti bahwa di dalam demokrasi tidak ada pengecualian terhadap hak-hak dasar atau akses terhadap proses politik berdasarkan status sosial, ekonomi, pendidikan, maupun faktor-faktor lainnya. Perlu di ingat bahwa "persamaan" yang dimaksud bukanlah berarti seluruh warga negara memiliki kemampuan yang sama dalam mengendalikan atau memberi pengaruh terhadap keputusan politik namun lebih kepada persamaan hak untuk berpartisipasi dan diperlakukan adil dalam sistem politik.Â
Ini sesuai dengan kata Demos yang dimaksud dalam demokrasi bukanlah bermakna warga negara secara keseluruhan melainkan populus tertentu yakni mereka yang berdasarkan kesepakatan formal memiliki akses yang sah untuk mengontrol sumber kekuasaan dan membuat keputusan politik yang berkaitan dengan kepentingan urusan publik dan pemerintahan.
Tingkat Kebebasan atau Kemerdekaan Tertentu yang Diakui dan Dipakai oleh Warga Negara
Demokrasi  mengamanahkan  adanya kebebasan   yang   seluas-luasnya   untuk masyarakat. Kebebasan berpendapat, kebebasan   mendapatkan   penghidupan yang  layak,  kebebasan  memperoleh  akses pendidikan dan  sebagainya adalah  sasaran demokrasi (dikutip dari jurnal "Partisipasi Masyarakat Dalam Demokrasi Politik", Vol. 2 No. 1, Tahun 2014). Demokrasi mendasarkan eksistensinya pada prinsip kebebasan yang komprehensif bagi masyarakat. Kebebasan seperti yang disebutkan dalam kutipan di atas tidak hanya menjadi tujuan dari demokrasi melainkan landasan utama dalam membangun masyarakat yang demokratis.Â
Dengan adanya pengakuan terhadap kebebasan-kebebasan tersebut demokrasi telah menciptakan lingkungan yang membuka ruang bagi perkembangan kesetaraan individu dalam masyarakat maka tingkat kebebasan dan kemerdekaan yang diakui dan digunakan oleh warga negara menjadi tolok ukur bagi keberhasilan sistem politik dalam memenuhi kebutuhan warga negaranya.
Adanya Suatu Sistem Perwakilan
Rakyat atau warga negara bukan hanya sebagai obyek, melainkan subyek dan ikut memainkan peranan penting dalam kehidupan kenegaraan. Untuk itu keberadaan lembaga perwakilan merupakan suatu kemutlakan yang harus dipenuhi dalam negara demokrasi yang berkedaulatan rakyat (dikutip dari jurnal "Parpol, Pemilu dan Demokrasi: Dinamika Partai Politik dalam Sistem Pemilihan Umum di Indonesia Perspektif Demokrasi, Vol. 20 No. 2, Tahun 2020). Dalam negara yang menganut sistem demokratis, peran warga negara tidak hanya terbatas sebagai penerima kebijakan melainkan sebagai agen aktif dalam proses pemerintahan. Untuk memastikan partisipasi efektif dari warga negara maka eksistensi lembaga perwakilan menjadi suatu keharusan yang tidak bisa diabaikan. Melalui lembaga perwkilan ini aspirasi, kepentingan, serta kebutuhan masyarakat dapat tercermin dengan baik dalam pembuatan keputusan politik. Adapun tujuan dari terpilihnya anggota parlemen melalui pemilihan umum yang diwakili oleh rakyat adalah untuk memastikan bahwa masukan ataupun keputusan yang dibuat sudah mencerminkan kebutuhan mayoritas. Lembaga perwkilan tidak hanya menjadi penghubung antara warga dengan pemerintah tapi juga merupakan instrumen vital dalam menjaga kedaulatan rakyat.
Suatu Sistem Pemilihan Kekuasaan Mayoritas
Bagi  Rawls,  suatu  bentuk  kekuasaan  mayoritas  dibenarkan  sebagai  cara  terbaik  dalam memastikan pembuatan peraturan perundang-undangan yang adil dan efektif. Ini sesuai dengan kebebasan yang setara dan memiliki suatu kealamiahan tertentu; sebab jika kekuasaan minoritas diperbolehkan, tidak bakal ada kriteria yang jelas untuk memilih siapa yang harus memutuskan dankesetaraan  pun  dilanggar (dikutip dari jurnal "Kontekstualisasi Teori Keadilan John Rawls Pada Konstelasi Kemasyarakatan Indonesia", Vol. 6 No. 2, Tahun 2023). Kekuasaan mayoritas mampu menjamin bahwa kepentingan dan kebutuhan mayoritas masyarakat akan tercermin dalam keputusan politik. Namun perlu di ingat bahwa sekalipun keputusan yang dibuat adalah berdasarkan pada kekuasaan mayoritas, mereka harus tetap memperhatikan dan melindungi apa yang menjadi hak-hak minoritas dan mengakomodasi kepentingan mereka. Maksud dari poin terakhir ini adalah meskipun mereka yang mayoritas telah berhasil memegang kekuasaan bukan berarti bisa memerintah tanpa memperhatikan aturan konstitusi, justru mereka yang mayoritas seharusnya menjadi pengawal kepentingan kaum minoritas sekaligus mengakui dan melindungi hak-hak dasar mereka. Jika kekuasaan mayoritas ini digunakan sebagaimana mestinya maka sistem pemilihan kekuasaan mayoritas tidak hanya menunjukkan kejelasan dalam proses pengambilan keputusan namun juga menegakkan prinsip demokratis yang menghormati keberagaman dan keadilan.
Sumber referensi:
- Jurnal "Evaluasi Pilkada Serentak 2015 dan Pemilu 2019: Sebuah Catatan Singkat, Universitas Lampung, Tahun 2019
- Jurnal "Membangun Karakter Budaya Politik dalam Berdemokrasi", Vol. 9 No. 2, Tahun 2015
- Jurnal "Demokratisasi dan Kebebasan Memilih Warga Negara Dalam Pemilihan Umum", Vol. VIII No. 1, Tahun 2015
- Jurnal "Partisipasi Masyarakat Dalam Demokrasi Politik", Vol. 2 No. 1, Tahun 2014
- Jurnal "Parpol, Pemilu dan Demokrasi: Dinamika Partai Politik dalam Sistem Pemilihan Umum di Indonesia Perspektif Demokrasi, Vol. 20 No. 2, Tahun 2020
- Jurnal "Kontekstualisasi Teori Keadilan John Rawls Pada Konstelasi Kemasyarakatan Indonesia", Vol. 6 No. 2, Tahun 2023
- Jurnal "Partisipasi Politik Msyarakat Dalam Pemilihan Umum Legislatif di Kota Denpasar", Vol. 4 No. 2, Tahun 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H