Mohon tunggu...
Azzahra khalisa
Azzahra khalisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi

Hobi saya menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Mengungkap Fakta di Balik Kematian Idol Korea Sulli

17 Juli 2024   20:25 Diperbarui: 17 Juli 2024   21:25 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Artikel ini, membahas mengenai adanya faktor yang menjadi dorongan tindakan bunuh diri terhadap salah satu artis Korea yaitu Choi Jin Ri atau yang dikenal sebagai Sulli, dari Perspektif Psikologis untuk memahami motivasi dan perilaku di balik tindakan tersebut.

Sulli, lahir dengan nama Choi Jin Ri pada 29 Maret 1994, merupakan seorang artis multitalenta asal Korea Selatan. Dia memulai karier di dunia hiburan pada usia yang sangat muda, bergabung dengan agensi SM Entertainment dan menjadi salah satu anggota f(x), sebuah girl group yang terkenal. Namun, di balik sorotan karir yang cemerlang, dia sering menjadi sasaran kritik dan hujatan dari netizen, terutama terkait dengan penampilan, perilaku, dan keputusannya untuk hidup secara terbuka. Sulli juga mengalami serangkaian insiden yang mengganggu, seperti Cyberbullying dan rumor-rumor yang merugikan. Akibatnya, Sulli mengalami masalah kesehatan mental seperti depresi berat dan kecemasan.

Sehingga, Pada 14 Oktober 2019, Sulli ditemukan bunuh diri di apartemennya dalam keadaan gantung diri. Kepergiannya menyoroti pentingnya kesadaran akan kesehatan mental. Hal ini mengejutkan dunia hiburan Korea dan mengundang refleksi mendalam tentang tantangan kesehatan mental yang dihadapi oleh artis Korea. Namun, Sulli bukanlah satu-satunya kasus, kepergiannya menyoroti kompleksitas tekanan dan ekspektasi yang ada di dunia hiburan.

Bunuh diri dianggap oleh pelaku sebagai jalan keluar dari masalah yang dihadapi, salah satu hal yang memicu terjadinya bunuh diri disebabkan oleh depresi yang muncul tidak dapat direduksi oleh ego, ini sejalan dengan teori Freud mengenai bunuh diri yaitu adanya pembalikan agresi pada diri sendiri akibat adanya rasa kehilangan objek cinta.

(Suicide) atau Bunuh Diri adalah tindakan membunuh diri sendiri, seperti yang dilakukan oleh Sulli.

Faktor- Faktor yang Mendorong Tindakan Bunuh Diri pada Sulli

1. Permasalahan dalam Keluarga

Diketahui dalam buku harian yang ditulis oleh Sulli, bahwa ia pernah membahas mengenai konflik atau ketegangan antara ia dengan keluarganya, ia menulis bahwa ayahnya telah meninggalkannya, sehingga Sulli berpikir bahwa ibunya juga akan melakukan hal yang sama kepada Sulli apabila ia bersikap salah. Konflik dalam keluarga tersebut dapat menjadi salah satu faktor yang berpotensial mempengaruhi kesehatan mental Sulli. Sebab konflik dan ketidakharmonisan dalam keluarga serta retaknya hubungan orang tua-anak, dapat mengakibatkan kecemasan, kesepian, rasa putus asa, karna kehilangan rasa cinta dari keluarganya, sehingga munculnya dorongan untuk melakukan bunuh diri .

DaRi sisi Perspektif Psikoanalisis, seperti yang dikatakan oleh Freud bahwa tindakan bunuh diri bisa dipahami sebagai hasil dari pembalikan agresi pada diri sendiri akibat kehilangan objek cinta atau perasaan terasing dari orang yang seharusnya memberikan dukungan dan kasih sayang. Sama hal nya seperti yang dialami Sulli, merasakan kehilangan rasa cinta dari keluarga.

2. Gangguan Mental (Mental Illness)

Dalam reality show Jinri's Store, Sulli mengungkapkan bahwa dirinya mengidap social anxiety disorder dan panic disorder, Orang yang mengidap gangguan ini biasanya cenderung mengalami kecemasan luar biasa saat tampil di depan publik atau jadi pusat perhatian. Sulli harus menyembunyikan gangguan psikologis yang di deritanya, sedangkan dia merupakan seorang public figure. Tak hanya itu saat Sulli masih kecil, Sulli juga pernah ditinggalkan temannya karna panic disorder yang ia derita, sehingga membuat Sulli merasa terluka dan hancur secara psikis. Gangguan kesehatan mental yang Sulli derita membuatnya lebih rentan terhadap stres, tekanan emosional, dan perasaan putus asa sehingga mendorong Sulli untuk melakukan bunuh diri.

Perspektif Psikoanalisis melihat bahwa, pengalaman Sulli dalam menghadapi social anxiety disorder dan panic disorder dapat dipahami sebagai hasil dari konflik internal yang tidak terpecahkan. Psikoanalisis menyoroti peran pengalaman masa lalu, terutama dalam hubungan antara Sulli dan orang tua (caregiver) dalam membentuk pola pikir, perasaan, dan perilaku seseorang. Sehingga ketika Sulli ditinggalkan oleh temannya karena panic disorder dapat menyebabkan traumatis yang berkelanjutan dan konflik emosional dalam dirinya. Hal ini mungkin memicu peningkatan ketidakmampuan untuk mengatasi kecemasan dan rasa takut, secara bertahap sehingga dapat meningkatkan risiko bunuh diri.

3. Cyberbullying

Selama perjalanan kariernya, Sulli banyak mengundang kontroversi. Sulli merupakan selebritis yang terkenal blak-blakan dalam bersuara. Ia memiliki pandangan sendiri tentang politik, hak-hak perempuan, dan seksualitas. Akibatnya, banyak orang yang mengkritik Sulli bahkan melakukan cyberbullying. Karna banyaknya ujaran kebencian dari netizen membuat Sulli merasakan depresi berat. Cyberbullying dapat menimbulkan efek jangka panjang bagi korban, seperti depresi, sedih yang berlarut-larut, frustasi, hilangnya kepercayaan diri. Bahkan, pada kondisi mental yang lemah dapat menyebabkan kegagalan dalam sekolah, self harm, sampai bunuh diri. Beban kejiwaan yang sudah Sulli alami ditambah dengan Cyberbullying yang terus-menerus mengintimidasinya, menjadi faktor utama Sulli melakukan bunuh diri.

Dalam Psikologis Eksistensial. Menurut Rollo May (1909-1994) bahwa, Kecemasan dipicu oleh ancaman terhadap nilai eksistensi dasar manusia. Dalam kasus Sulli, konfrontasi dengan kritik publik dan Cyberbullying mungkin telah mengganggu pencariannya akan makna dan tujuan hidup. Perasaan terisolasi dan tidak diterima oleh masyarakat dapat menyebabkan krisis eksistensial, di mana Sulli meragukan nilai-nilai dan tujuan hidupnya. Selain itu, tekanan dari Cyberbullying dan kritik masyarakat juga dapat mengancam kebebasan Sulli untuk mengekspresikan diri dan hidup sesuai dengan nilai-nilai yang ia yakini. Sehingga mendorong ia untuk melakukan bunuh diri.

Dari faktor-faktor penyebab bunuh diri Sulli, seperti masalah keluarga, gangguan kesehatan mental (mental illness), dan Cyberbullying, saling berkaitan sehingga memperkuat timbulnya tekanan psikologis yang berat serta menciptakan beban yang tidak tertahankan bagi Sulli, yang akhirnya menyebabkan Sulli merasa tidak mampu lagi untuk bertahan hidup. Oleh karena itu, penting untuk memahami peran dan interaksi antara faktor-faktor ini dalam menjelaskan penyebab bunuh diri Sulli.

Mengatasi masalah kesehatan mental dan tekanan seperti yang dialami Sulli memerlukan pendekatan yang holistic. Meliputi konseling atau terapi, dukungan sosial dari keluarga dan teman, pengelolaan stres, dan mungkin juga pengobatan jika diperlukan. Selain itu, penting untuk mengatasi Cyberbullying dengan melaporkan perilaku tersebut kepada platform media sosial dan mencari bantuan dari pihak berwenang jika diperlukan.

Kesimpulannya, bunuh diri Sulli adalah hasil dari interaksi yang kompleks antara beberapa faktor, termasuk masalah keluarga, gangguan kesehatan mental, dan Cyberbullying. Masalah keluarga yang tidak terselesaikan, bersama dengan gangguan kesehatan mental yang dia derita, menciptakan beban emosional yang besar bagi Sulli. Ketika ini dikombinasikan dengan tekanan dan perlakuan buruk dari Cyberbullying, Sulli mungkin merasa terjebak dan tidak berdaya. Ini akhirnya menyebabkan krisis psikologis yang mendalam dan meningkatkan risiko perilaku bunuh diri.

Oleh karena itu, penting untuk memahami kompleksitas interaksi antara faktor-faktor ini dan memperkuat upaya pencegahan bunuh diri dengan mengatasi masalah keluarga, memberikan dukungan bagi mereka yang mengalami gangguan kesehatan mental, dan memerangi Cyberbullying di masyarakat.

Sumber Pustaka

Mukaromah, L., & Lubabin, F. (2014). Dinamika Psikologis pada Pelaku Percobaan Bunuh Diri. Jurnal Psikologi Islam (JPI), 11(2), 33.

Exan, A. (2022). Bunuh Diri Bukan Kehendak Bebas: Perspektif Neurosains dan Psikoanalisis Sigmund Freud. Danum Pembelum: Jurnal Teologi dan Musik, 2(1), 49.

Aryani, N. D. (2015). Hubungan orang tua-anak, penerimaan diri, dan keputusasaan pada remaja dari keluarga broken home. Jurnal Sains dan Praktik Psikologi.

Yulieta, F. T, et al. (2021). Pengaruh Cyberbullying di Media Sosial Terhadap Kesehatan Mental. De Cive: Jurnal Penelitian Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, 1(8), 258.

"Bunuh diri bukanlah obat." 

- James A. Garfield

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun