PENDAHULUAN
Sejarah Batik Indonesia berakar pada Kerajaan Majapahit dan penyebaran Islam di Pulau Jawa. Pengembangan batik berkembang pesat pada masa Kesultanan Mataram, Kasunanan Surakarta, dan Kesultanan Yogyakarta. Batik telah diakui sejak zaman Majapahit, terus berkembang melalui berbagai kerajaan, dan mengalami perluasan pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19.
Awalnya terbatas di keraton, batik diproduksi khusus untuk pakaian kerajaan dan pejabat tinggi. Namun, dengan perubahan sosial, batik merambah ke luar keraton, dibawa oleh pejabat tinggi yang tinggal di luar. Ini berkontribusi pada penyebaran batik di berbagai wilayah.
Kesenian batik menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari, diadopsi oleh wanita rumah tangga di luar keraton. Perkembangan ini menjadikan batik sebagai simbol keberagaman budaya dan kreativitas masyarakat. Setelah Perang Dunia I, munculnya batik cap semakin meningkatkan popularitasnya, mengukuhkan posisi batik sebagai warisan kultural yang patut dijaga di Indonesia.
Batik Sogan,  warisan budaya Indonesia, merupakan  batik klasik yang memancarkan keindahan dan kekayaan tradisional. Proses produksinya diawali dengan penggunaan pewarna alami yang diambil dari kayu pohon Sogan sehingga memberikan keunikan tersendiri pada kain batik ini. Melalui estetika dan gayanya, Batik Sogan secara khusus diidentikkan dengan daerah megah di Jawa, khususnya Yogyakarta dan Solo, di mana terdapat pengaruh kuat budaya keraton klasik.
Desain Batik Sogan mengikuti motif klasik keraton, menciptakan karya seni tekstil yang penuh simbolisme dan makna mendalam. Sogan Yogya menampilkan palet warna yang  lebih gelap, dengan dominasi warna coklat tua, hitam dan putih.Di sisi lain, Batik Sogan Solo menonjolkan kehangatan dengan warna oranye muda dan coklat, menghadirkan kesan istimewa dan berbeda pada gaya Yogya.
 Warna Batik Sogan  tidak hanya estetis namun juga penuh makna filosofis yang mendalam. Misalnya warna kuning keemasan pada Batik Sogan yang melambangkan burung pada lambang keraton. Simbol ini sudah ada sebelum  Islam masuk ke Pulau Jawa dan kemudian dimodifikasi oleh Wali Songo dalam perkembangannya. Warna-warna tersebut membentuk narasi artistik yang mencerminkan perjalanan spiritual dan nilai-nilai budaya yang melekat pada masyarakat Jawa.
 Penggunaan nama "Soga" pada Batik Sogan bukan sekedar sebutan asal-asalan melainkan juga mengacu pada pewarna alam yang berasal dari tanaman Soga. Batang pohon Soga yang berwarna coklat keemasan memberikan sentuhan natural pada proses pewarnaan batik, menciptakan keselarasan antara warisan alam dan seni tradisional. Jika membandingkan Batik Sogan Yogyakarta dan Solo, perbedaan yang paling mencolok adalah warna utamanya.
 Sogan Yogya memancarkan kemewahan dengan corak warna yang lebih gelap, sedangkan Sogan Solo menghadirkan kehangatan dengan palet  yang lebih terang, termasuk aksen oranye-coklat yang khas. Alhasil, Batik Sogan tidak hanya menjadi warisan seni tekstil yang indah tetapi juga mencerminkan keanekaragaman budaya dan keindahan alam Indonesia.
MOTIF BATIK SOGAN
1. Motif Parang
Batik Parang tidak hanya sekedar pola tetapi juga merupakan warisan budaya yang sudah ada sejak zaman Keraton Mataram. Dianggap sebagai salah satu desain batik tertua di Indonesia, Batik Parang mewakili umur panjang dan pelestarian seni tradisional. Dengan kata "Parang" yang berarti kemiringan, pola ini ditandai dengan garis diagonal lurus  yang menjalar ke atas dan ke bawah, membentuk pola seperti huruf S.
 Tak hanya estetis, garis diagonal ini juga mengandung makna tersembunyi, filosofi yang mendalam, melambangkan rasa hormat, cita-cita, cita-cita dan kesetiaan pada nilai-nilai sejati. Sedangkan kehadiran pola huruf S melambangkan semangat yang tiada habisnya, melambangkan keberanian dan keteguhan hati.
 2. Motif Kawung
Motif Kawung yang terinspirasi dari bentuk buah Kawung menghadirkan dimensi artistik yang melambangkan keindahan geometris. Buah kawung merupakan salah satu jenis buah kelapa atau palem yang disusun rapi dan simetris.
Terkadang motif Kawung juga dipahami sebagai gambaran bunga teratai yang sedang mekar. Dengan keindahan terstrukturnya, pola ini memiliki makna yang dalam. Gambar buah Kawung mencerminkan keseimbangan dan keselarasan dalam hidup, sedangkan gambar bunga teratai mengandung simbol umur panjang dan kesucian.
 Dengan sentuhan artistiknya, batik bermotif Kawung bukan sekedar kain melainkan sebuah karya seni yang mengedepankan keindahan alam dan makna filosofisnya.
 3.Motif Truntum
Motif Truntum karya Kanjeng Ratu Kencana, Ratu Sunan Pakubuwono III, menceritakan kisah cinta yang indah dan tulus. Motif ini memiliki makna mendalam yang melambangkan cinta yang  kembali mekar, atau "tumaruntum". Ratu Kencana menciptakan desain ini sebagai simbol cintanya yang tulus dan abadi yang terus tumbuh seiring berjalannya waktu.
 Dengan keindahan dan makna filosofisnya, motif Truntum kerap dijadikan pilihan pada gaun pengantin atau acara spesial dan penuh kasih lainnya. Lebih dari sekedar desain batik, Truntum juga merupakan simbol cinta abadi dan merayakan keindahan hubungan yang terus berkembang.
 4.Motif Lintang Trenggono
Motif Lintang Trenggono membawa kita pada ekspresi suasana malam yang misterius. Menampilkan gambar binatang nokturnal di langit seperti bintang yang berkelap-kelip, kain batik ini menciptakan suasana magis dan romantis.
Makna filosofis  Lintang Trenggono adalah memberikan  perasaan terbebas dari beban atau kesulitan hidup kepada pemakainya. Dengan memadukan keindahan malam ke dalam kainnya, pola ini menghadirkan nuansa  mendalam dan mengajak pemakainya untuk berefleksi dan melepaskan diri dari segala tekanan dan beban kehidupan sehari-hari.
CARA PEMBUATAN BATIK
Untuk menghasilkan karya batik, terutama yang bersifat tulis, perlu dilibatkan sejumlah alat dan bahan yang berperan krusial dalam setiap tahapannya. Pertama-tama, diperlukan kain mori sebagai latar untuk menggambar motif. Meskipun di masa lalu kain mori diproduksi secara tradisional, namun saat ini, pilihan lebih luas dengan menggunakan kain produksi pabrik, bahkan ada yang memilih kain sutera untuk menciptakan batik yang lebih eksklusif.
Alat yang tak kalah penting adalah canting, sebuah perangkat yang berfungsi seperti pena untuk mengaplikasikan tinta pada kain mori. Untuk menunjang proses ini, gawangan digunakan untuk menyampirkan kain, memberikan stabilitas yang diperlukan selama proses pembuatan motif batik. Lilin malam, pada gilirannya, berperan sebagai penahan tinta, memastikan bahwa warna hanya menyerap pada bagian yang diinginkan.
Proses selanjutnya melibatkan panci dan kompor untuk melelehkan lilin malam, serta larutan pewarna yang umumnya berasal dari bahan-bahan alami seperti tumbuhan soga, pohon mengkudu, nila, dan tinggi. Penggunaan bahan-bahan alami ini memberikan sentuhan ekologis pada seni batik, sekaligus menjaga keaslian dan keunikan setiap karya.
Lebih lanjut, jika dibandingkan dengan teknik batik cap, proses pembuatan batik tulis terbukti lebih rumit dan memerlukan perhatian terperinci. Tahapannya melibatkan nyungging, njaplak, nglowong, ngiseni, nyolet, mopok, nembok, ngelir, nglorod, ngrentesi, nyumri, dan nglorod lagi sebagai langkah akhir untuk melarutkan lilin pada kain. Kesemua tahapan tersebut membentuk sebuah alur kerja yang memerlukan ketelitian tinggi dan keterampilan seni yang mendalam.
Setelah menyelesaikan semua tahap tersebut, kain batik harus dikeringkan dengan hati-hati melalui proses diangin-anginkan hingga kering. Selain sebagai bentuk seni, proses panjang dan rumit ini tidak hanya menghasilkan karya indah, tetapi juga membawa cerita tentang sejarah, keberlanjutan tradisi, dan keterampilan tinggi para pembatik yang menjaga keaslian seni batik Indonesia.
KESIMPULAN
Batik Indonesia sebagai salah satu produk seni dan kebanggaan bangsa telah  banyak menorehkan prestasi yang semakin mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional. Namun di era globalisasi, tren fashion luar negeri seringkali mengabaikan produk lokal seperti batik.
Generasi muda cenderung lebih tertarik pada tren internasional sehingga menyebabkan perubahan status batik di kancah fesyen lokal. Meskipun batik Indonesia telah mendapat pengakuan internasional yang luar biasa, namun antusiasme dan kecintaan terhadap budaya Indonesia semakin berkurang.
 Untuk menjaga batik sebagai warisan budaya, generasi muda Indonesia dapat berperan dalam menumbuhkan semangat memakai batik dalam kehidupan sehari-hari. Batik sebaiknya tidak hanya  terbatas pada acara formal saja, namun juga bisa diterapkan pada tren fashion modern saat ini.
Melalui pemanfaatan batik di kampus, di rumah, dan di lingkungan, generasi muda dapat menunjukkan bahwa batik merupakan bagian tak terpisahkan dari gaya hidup mereka. Selain itu, mereka juga dapat menyampaikan sikap dan nilai-nilai yang terkandung dalam batik sehingga menjadikannya lebih dari sekedar pakaian tetapi juga sebagai sarana penyampaian pesan budaya yang kaya.
REFERENSI
- Wikipedia. (2023, November 4). Sejarah batik di Indonesia. Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
- Cashbac.com. (2023, November 10). Macam Macam Batik, Sejarah dan Cara Membuatnya.
- Batik Prabu Seno. (2023, October 31). Sejarah dan Makna Batik Sogan Yogyakarta dan Solo.
- Kumparan. (n.d.). Makna Batik Sogan: Sejarah Pembuatan dan Motifnya. Kumparan.
- Binus University. (2021, February). Melestarikan Budaya Batik pada Generasi Muda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H