UKT MELAMBUNG TINGGI, APAKAH PEMERINTAH LUPA DIRI?
Beberapa Universitas Negeri menaikan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) hingga berlipat kali. UKT ialah biaya kuliah yang wajib dibayar mahasiswa setiap semester, dan kenaikan drastis ini akan memberikan dampak signifikan pada kehidupan mahasiswanya. Tak hanya membayar UKT, melainkan bagi calon mahasiswa baru masih harus membayar uang pangkal untuk masuk perkualiahan. Keputusan ini dapat mematahkan impian banyak anak muda yang bercita-cita ingin masuk PTN. Kampus Negeri dulu dikenal karena biayanya yang terlebih terjangkau dibanding swasta, kini menjadi lebih mahal hingga membuat mahasiswanya tidak mau melanjutkan perkualiahan karena tidak mampu untuk membayar.
Kenaikan UKT sudah sesuai dengan keadilan dan inklusivitas berdasarkan perkataan Menteri Nadiem. Kementrian menjanjikan kenaikan UKT tidak akan memberikan dampak negatif karena telah disesuaikan sesuai kemampuan tiap individu yang telah di terima. Meskipun "keadilan" yang dimaksud ialah UKT ditetapkan sesuai golongan dan besaran kemampuan ekonomi mahasiswa, tetapi tidak bisa disimpulkan jika mahasiswa yang mampu akan membayar lebih banyak dan mahasiswa tidak mampu akan membayar lebih sedikit.
Kenaikan UKT menuai protes dari berbagai pihak seperti mahasiswa, politisi, dan juga para tokoh. Berdasarkan pernyatan Permendikbudtristek No. 2/2024 mengenai Standar Biaya Operasional Pendidikan pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di lingkungan Kemendikbud. Tak lama dari pernyataan sebelumnya, Kementerian menemui Presiden untuk pembatalan kenaikan UKT untuk tahun ini, tetapi kebijakan ini tidak untuk di tahun mendatang.
Dalam kehidupan saat ini, jika hanya memiliki kepintaran tidaklah cukup karena disamping itu jika ingin menempuh pendidikan maka yang utama ialah memikirkan pembiayaan selaam menempuh pendidikan, yang ujungnya para mahasiswa berusaha mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhannya. Sebagian mahasiswa akan mencari berbagai cara untuk mendapatkan penghasilan, salah satunya sampai terjerat pinjaman online illegal dengan bunga tinggi dan untuk membayarnya mereka melakukan gali lubang tutup lubang yaitu melakukan peminjaman berulang untuk menutupi peminjaman lainnya.
Tetapi, melansir pernyataan Permendikbudtristek jika pendidikan tinggi adalah kebutuhan tersier karena tidak masuk dalam 12 tahun wajib belajar penduduk negeri ini, sedangkan persyaratan pekerjaan yang mengharuskan syarat bagi para pelamar untuk memiliki gelar S, ini berbanding terbalik dengan apa yang dihadapi oleh mahasiswa, karena keinginan untuk menempuh pendidikan dipersulit dengan tercekiknya pembayaran UKT disisi lain jika tidak menempuh pendidikan maka lebih sulit untuk mencari pekerjaan yang menjanjikan.
Ironisnya sistem pendidikan tinggi negeri saat ini yang hanya bisa diakses oleh mereka yang mempunyai uang, padahal Indonesia memiliki misi untuk meningkatkan SDMnya menuju Indonesia Emas 2045. Jika dengan kualitas SDM saat ini, maka tahun 2045 akan terjadi bonus demografi bukan Indonesia Emas melainkan Indonesia Cemas. Sebab kualitas pendidikan yang tidak seimbang dengan jumlah SDM yang ada.
Apabila Pemerintah dan Kemendikbud tetap menetapkan kenaikan UKT ini maka akan mendapatkan dampak yang lebih buruk bagi mahasiswa dan masyarakat yang merasakan, karena kebijakan ini bertentangan dengan konsep bahwa pendidikan ialah hak setiap individu rakyat, bukan hanya kaum yang memiliki uang saja.
Kehidupan pendidikan saat ini sangatlah berbeda dengan pengaturan syariat Islam yang di lakukan oleh Rasulullah SAW dalam penyelenggaraan dan pembiayaan pendidikan, berdasarkan sabda beliau "Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim" (HR Ibnu Majah).
Juga firman-Nya "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, 'Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis' maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan 'Berdirilah kamu, maka berdirilah niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Teliti dengan apa yang kamu kerjakan (QS Al-Mujadalah [58]: 11)
Atas dasar itu, dalam Islam menjamin pemenuhan biaya primer salah satunya yakni membiayai pendidikan yang murah untuk masyarakatnya, bahkan gratis. Setiap individu rakyat mempunyai kesempatan yang setara untuk menikmati fasilitas pendidikan untuk berbagai jenjang, mulai dari prasekolah, sekolah dasar, sekolah menengah, hingga pendidikan pada Perguruan Tinggi.
Sistem pembiayaan dalam Islam bersumber dari berbagai pihak, mulai dari individu, infaq, donasi, wakaf umat untuk keperluan pendidikan, serta pembiayan dari negara sebagai sumber utama. Dan juga melalui pos pemasukan seperti baitulmal untuk pemenuhan anggaran pendidikan yang mencakup pendapatn dari kepemilikan umum seperti tambang dan migas, fai, kharaj, jizyah, dan dharibah (pajak). Tetapi untuk pajak hanya ditarik iuran ketika baitulmal kosong, dan pembayarannya pun diutamakan pada orang kaya.
Kebijakan dalam Islam ini mampu diterapkan dalam permasalahan saat ini untuk dapat memberikan kesejahteraan kepada setiap rakyatnya, tidak hanya pendiddikan tetapi lingkungan hidup juga mampu membaik jika Pemerintah dapat mengatyr dengan baik dan masyarakat mengikuti kebijakan tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H