Pendapatan Asli Daerah (PAD)Â
PAD merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang mencerminkan tingkat kemandirian suatu daerah. Semakin tinggi PAD suatu daerah, semakin besar kemungkinan daerah tersebut mampu melaksanakan desentralisasi keuangan dan mengurangi ketergantungan pada pemerintah pusat.Â
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 (2004), Pendapatan Asli Daerah merupakan Pendapatan Daerah yang bersumber dari hasil Pajak Daerah, hasil Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada Daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas Desentralisasi.
Kedudukan PAD dalam keuangan daerah merupakan parameter penting dalam pelaksanaan otonomi daerah. Semakin besar jumlah PAD yang diperoleh dan dihimpun oleh suatu daerah, maka semakin besar pula jumlah keuangan daerah yang tersedia untuk membiayai penyelenggaraan Otonomi Daerah.Â
Menurut Data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Lima Puluh Kota, bahwa penganggaran PAD Kabupaten Lima Puluh Kota bervariasi dan realisasi PAD-nya ada yang melebihi target anggaran dan ada yang kurang dari target anggaran. Realisasi PAD Kab. Lima Puluh Kota Tahun 2023 yang bersumber dari pajak daerah sebesar 89,27% terealisasi dari target pendapatan, maka pendapatan asli daerah (PAD) yang berasal dari pajak daerah belum mencapai target.Â
Dan yang bersumber dari retribusi daerah dapat direalisasikan dari target anggaran sebesar 42,91%, dimana retribusi daerah ini sangat jauh kurangnya dari target pendapatan retribusi daerah. Pendapatan yang bersumber dari hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dari data dapat dilihat bahwa hampir mencapai target pendapatan dimana yang terealisasi sebesar 99,33%.Sementara itu yang bersumber dari pendapatan lain-lain PAD yang sah dapat terealisasi 18,04% melebihi target pendapatan. Artinya, pendapatan asli daerah (PAD) yang menjadi pendapatan paling banyak adalah yang bersumber dari Lain-lain PAD yang sah.
Pengeluaran Daerah :Belanja Operasional
Belanja operasional tahun 2023 terealisasi sebesar Rp 878.969.469.404,37 atau 98,08% yang berasal dari belanja pegawai, belanja barang, hibah, dan bantuan sosial. Belanja Operasional Kabupaten Lima puluh Kota belum mencapai target anggaran, dimana hanya 89,68% yang dapat terealisasi dari target anggaran sebesar RP 980.163.782.421,00 dengan pengeluaran paling banyak bersumber dari Belanja Barang sebesar Rp 206.424.963.027,47.
Kaitan antara belanja daerah dengan pendapatan asli daerah (PAD) adalah bahwa semakin besar pendapatan asli daerah, semakin besar pula belanja daerah yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah. Hal ini dikarenakan pendapatan asli daerah berupa dana yang diperoleh dari sumber-sumber lokal, seperti pajak, retribusi, dan lain-lain, yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan infrastruktur daerah. Sebaliknya, jika belanja daerah lebih besar dari pendapatan daerah, maka terjadi deficit APBD.Â
Defisit APBD adalah selisih kurang antara pendapatan Daerah dan Belanja Daerah pada tahun yang sama. Oleh karena itu, pendapatan asli daerah memainkan peran penting dalam menentukan kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan dan melakukan belanja yang efektif dan efisien.
Jika dilihat dari data Pendapatan keseluruhan dan data Belanja keseluruhan daerah dapat disimpulkan bahwa Kabupaten 50 Kota telah dapat menyeimbangkan antara pengeluaran daerahnya dengan pendapatan yang diperoleh. Dimana total keseluruhan Pendapatan lebih besar daripada total keseluruhan Belanja daerah dengan total realisasi keseluruhan Pendapatan Rp 1.262.125.884.491,68 dan total realisasi keseluruhan Belanja Daerah sebesar Rp 1.165.182.466.858,37.