Adanya PPKM pada saat Pandemi Covid-19 ternyata menyebabkan angka kekerasan seksual kepada anak dan perempuan meningkat. Hal tersebut dikarenakan korban berada di dalam satu rumah dengan tersangka dalam waktu yang lama dan korban enggan melaporkan perkaranya pada pihak yang berwajib. Hal tersebut tentu menjadi sebuah ketidakadilan bagi kaum Perempuan dan anak di era kesetaraan gender saat ini.
Maka dari itu, diperlukan perlindungan bagi perempuan dan anak dengan menegaskan kembali UU No.17 Tahun 2016 tentang UU Perlindungan Anak, UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan UU No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantassan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Namun penanganan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak ini masih menemui kendala seperti masih kurangnya pemahaman aparat hukum terhadap perspektif gender, tidak adanya pertanggungjawaban korban atas kekerasan yang dialaminya serta kesulitan dalam hal pembuktian korban.
f. Konsep/Teori dan Tujuan Penelitian :
Konsep dan teori dalam penelitian ini yaitu perlunya kepastian hukum mengenai perlindungan terhadap Perempuan dan anak baik dari kekerasan seksual maupun diskriminasi agar keadilan dapat diakses dan dirasakan semua orang. Adapun regulasi yang mengatur mengenai perlindungan korban yaitu Rancangan UU tindak pidana kekerasan, PERMA No. 3 Tahun 2017, Pedoman Jaksa Agung No.1 Tahun 2021 tentang akses keadilan bagi Perempuan dan anak, UU No.31 Tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban, UU No.35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, dan UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai ketidakadilan perlakuan yang diterima oleh Perempuan dan anak sebagai kaum yang rentan. Meskipun sudah banyak peraturan atau regulasi yang mencoba melindungi Perempuan dan anak, tetap saja di dalam implementasinya terdapat beberapa hambatan yang menyebabkan akses keadilan bagi Perempuan dan anak demi Pembangunan Berkelanjutan menjadi tidak maksimal.
g. Â Metode Penelitian Hukum Normatif :
Metode penelitian yang digunakan ialah penelitian hukum yuridis normatif dimana hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan manusia dalam berperilaku.
- Objek Penelitiannya :Â
Objek penelitiannya ialah penelitian sistematika hukum yaitu penelitian terhadap pengertian pokok dalam hukum yakni hubungan hukum dan peristiwa hukum dalam peraturan perundangan-undangan . Bahwa akses keadilan bagi Perempuan dan anak dalam hal perlindungan dari kekerasan seksual mupun tindakan diskriminatif yang dipayungi langsung oleh sistem peradilan pidana.
- Pendekatan Penelitiannya :
Metode pendekatan menggunakan statue approach dengan menganalisis perundang-undangan berupa Pedoman Kejaksaan No.1 Tahun 2021, UU No. 23 Tahun 2004, UU No.17 Tahun 2016 dan PERMA No. 3 Tahun 2017 sebagai bahan hukum primer. Lalu bahan hukum sekundernya ialah publikasi tentang hukum yang meliputi buku teks jurnal dan KUHP
- Jenis dan Data Penelitiannya :Â
Bahan hukum yang digunakan yakni Pedoman Kejaksaan No.1 Tahun 2021, UU No. 23 Tahun 2004, UU No.17 Tahun 2016 dan PERMA No. 3 Tahun 2017 sebagai bahan hukum primer. Lalu bahan hukum sekundernya ialah publikasi tentang hukum yang meliputi buku teks jurnal dan KUHP
- Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data Penelitiannya :
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen melalui bahan hukum primer dan sekunder. Studi dokumen ialah suatu metode pengumpulan data yang tidak ditujukan secara langsung kepada subjek penelitian. Studi ini merupakan jenis pengumpulan data yang meneliti berbagai macam dokumen yang berguna sebagai bahan analisis.
Teknik analisis data yang digunakan dalam pebelitian ini adalah menggunakan interpretasi yaitu menggunakan metode yuridis di dalam membahas persoalan hukum melalui penafsiran gramatikal dan penafsiran sistematis.
h. Hasil Penelitian dan Pembahasan/Analisis :
Kekerasan seksual yang marak terjadi kepada kaum hawa dan anak-anak merupakan salah satu contoh bahwa belum maksimalnya akses keadilan dan kesetaraan gender terhadap Perempuan dan anak. Negara harusnya mampu dan dapat menjamin terpenuhinya hak-hak dasar perempuan dan anak berdasarkan UUD 1945 serta prinsip-prinsip universal hak asasi manusia agar hambatan-hambatan yang muncul dalam mendapatkan akses keadilan, dapat diminalisir.
Hambatan yang sering kali ditemui oleh korban ketika hendak mendapatkan akses keadilan ialah hambatan prosedur, hambatan substandi, hambatan koordinasi, dan hambatan sumber daya manusia.