Lalu, jika berbicara mengenai pengaruh dari adanya tren tersebut terhadap pakaian tradisional yang memunyai ciri khas Indonesia tentu akan sangat membawa perubahan selera dan sudut pandang masyarakat. Namun, hal tersebut justru dapat berakulturasi dengan baik sehingga memunculkan ragam budaya Indonesia yang lebih bervariasi.
"Menurutku enggak akan terpengaruh sih karena justru sekarang juga lagi digalakkan tren 'Mari Berkain' agar mengajak anak-anak muda lebih mencintai pakaian budaya Indonesia melalui model-model pakaian yang disesuaikan, unik, dan menarik. Jadi, hal tersebut justru bisa terakulturasi dengan baik untuk menciptakan variasi budaya yang lebih beragam," tutur Keisha.
Sebagai seorang pengamat, Karina justru memberikan pandangan lain terkait pengaruh tren old money fashion yang berbau westernisasi saat bercampur dengan budaya Indonesia.
"Tren ini enggak sekedar menjadi bahan akulturasi budaya aja, tapi sebenarnya kalau kita lihat kilas balik industri pakaian di Indonesia, secara tidak sadar sebenarnya Indonesia sendiri pun punya versi old fashionnya sendiri. Kalau kita lihat batik tulis dengan harga yang mahal itu dimana melalui proses pengerjaannya dengan sangat rumit, handmade, kain yang digunakan kualitasnya juga sangat bagus, warnanya tahan lama, dan bisa digunakan kapan saja. Sebenarnya batik tulis kita aja sudah termasuk gaya old fashion Indonesia," terang Karina.
Vara juga menambahkan dengan memberikan contoh lain, "Selain, ada juga tenun yang terbuat dari kain sutra dimana harus dirangkai secara satu per satu sehingga bisa menjadi suatu pakaian, itu juga sudah menjadi contoh lain dari old fashion yang dimiliki Indonesia tanpa kita sadari".
Jika berbicara mengenai ujung benang dari adanya perdebatan antara old money fashion ataupun new money fashion ini yakni seberapa jauh masyarakat telah dieksploitasi dalam agenda kapitalisme para pebisnis industri mode. Keisha melalui contoh yang dia paparkan di awal tadi berpendapat bahwasanya memang melalui tren tersebut menyebabkan timbulnya perasaan di masyarakat terlalu mengagungkan old money fashion tanpa lebih menitik beratkan pada esensi dan tujuan dari pakaian yang mereka beli.
Vara dan Karina memberikan suatu penjelasan yang sedikit berbeda tentang pemahaman masyarakat terkait istilah old money dan fashion itu sendiri. Sebab keduanya jika ditelaah secara kebahasaan memiliki makna yang berbeda.
"Sebenarnya masyarakat itu harus memahami lebih dulu apa sih pemaknaan dari old money dan fashion. Sebab itu dua padanan kata yang beda. Menurutku istilah old money itu ditujukan kepada golongan orang-orang yang memang sudah kaya sejak dulu dan hal itu juga menunjukkan sebuah kasta dari sistem kelas sosial yang ada di masyarakat.
Tapi, kalau fashion sendiri itu sesuatu yang dibuat atas dasar selera masing-masing orang. Jadi, dari tren itu seperti ada kesalahpahaman masyarakat dalam memandang dan mempersepsikan penggambaran old money," tutur Vara.
Karina turut memberikan pandangannya dengan menambahkan, "Bener sih karena bagiku orang yang old money itu justru orang yang bijak. Dia benar-benar sangat pemilih dalam membeli pakaian yang mempunyai nilai guna yang dapat digunakan sampai kapanpun. Mungkin menurutku juga, seharusnya masyarakat tidak hanya mengikuti dengan bersikap FOMO (fear of missing out) dengan adanya tren ini, tapi juga ikut menciptakan 'old money' versi dirinya masing-masing," tutupnya.
Â