Dalam sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), salah satu yang dijelaskan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati adalah mengenai Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang merupakan bagian dari UU HPP.
Dalam pernyataannya, ibu Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa bagi Wajib Pajak yang masih mempunyai harta termasuk warisan atau hibah yang belum disampaikan di dalam SPT Tahunan, maka saat ini adalah kesempatan bagi Wajib Pajak untuk melakukan pengungkapan hartanya tersebut melalui Program Pengungkapan Sukarela ini.
Pernyataan ini menimbulkan berbagai polemik, sebagaimana diketahui bahwa warisan dan harta hibahan merupakan harta yang dikecualikan sebagai objek pajak. Hal ini termaktub di dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 2 dan huruf b UU PPh sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU HPP. Bagaimana mungkin, harta yang dikecualikan sebagai objek pajak, dikenakan pajak. Apakah ada yang keliru dari apa yang telah disampaikan tersebut.
Sebelum lebih jauh membahas permasalahan tersebut, ada baiknya mengulas terlebih dahulu apa yang terdapat di dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, khususnya mengenai Program Pengungkapan Sukarela.
Dalam UU HPP, Program Pengungkapan Sukarela memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak peserta Tax Amnesty (TA) yang sampai dengan UU HPP ini terbit, belum mengungkapkan semua harta yang dimiliki dan diperolehnya sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015 di dalam surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Hal ini diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU HPP yang menyatakan bahwa Wajib Pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum menemukan data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud.
Selain memberi kesempatan kepada Wajib Pajak peserta TA, Program Pengungkapan Sukarela ini juga memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi untuk dapat mengungkapkan harta bersih yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2020, dimana harta tersebut masih dimiliki pada tanggal 31 Desember 2020 dan belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020 kepada Direktorat Jenderal Pajak. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UU HPP.
Berdasarkan ketentuan tersebut, terdapat 2 (dua) kebijakan yang diatur dalam Program Pengungkapan Sukarela. Kebijakan pertama hanya diperuntukkan bagi Wajib Pajak yang mengikuti Program Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud dalam UU Pengampunan Pajak, dimana telah menyampaikan Surat Pernyataan namun belum atau kurang mengungkapkan harta bersih yang diperolehnya sampai dengan tanggal 31 Desember 2015.
Kebijakan kedua hanya diberikan kepada Wajib Pajak orang pribadi yang memperoleh harta sejak tanggal 1 Januari 2016 dan masih dimiliki per 31 Â Desember 2020, serta belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi Tahun Pajak 2020.
Pengungkapan harta yang terdapat dalam kebijakan pertama didasarkan pada adanya Surat Pernyataan Harta (SPH) sebagaimana dimaksud dalam UU Pengampunan Pajak yang disampaikan oleh peserta TA, sehingga apabila masih terdapat harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan tersebut yang ditemukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud sehingga dikenai Pajak Penghasilan ditambah sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari  Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar. Hal ini diatur dalam Pasal 18 ayat (1) dan ayat (3) UU Pengampunan Pajak.
Sedangkan pada Kebijakan kedua, didasarkan pada laporan  harta dalam SPT Tahunan PPh. Harta dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi dilaporkan pada Lampiran IV SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi (Formulir 1770 -- IV), sehingga harta yang diperoleh sejak tahun 2016 dan masih dimiliki per 31 Desember 2020, namun belum dilaporkan dalam Lampiran IV SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi Tahun Pajak 2020, merupakan dasar pengungkapan harta sebagaimana dimaksud dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Pelaporan harta yang terdapat pada Lampiran IV Formulir 1770 SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi, tidak didasarkan pada bagaimana harta tersebut diperoleh, apakah diperoleh dari pembelian secara tunai atau melalui proses pembayaran cicilan/utang, atau diperoleh dari pemberian warisan, hibah atau pun hadiah. Namun harta yang dimiliki merupakan cerminan atas penghasilan yang dimiliki, baik itu penghasilan yang merupakan objek pajak maupun bukan objek pajak.
Oleh karena harta merupakan cerminan dari penghasilan Wajib Pajak, maka harus dilaporkan di dalam SPT Tahunan PPh. Hal ini sebagaimana telah diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UU KUP sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU HPP yang menyatakan bahwa setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas. Dimana salah satu fungsi dari Surat Pemberitahuan tersebut adalah melaporkan harta dan kewajiban.
Wajib Pajak karena kealpaannya atau dengan sengaja menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, dapat dikenakan ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 38 dan Pasal 39 ayat (1) UU KUP sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU HPP.
Pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final dalam Program Pengungkapan Sukarela didasarkan pada nilai harta bersih yang diungkapkan secara sukarela oleh Wajib Pajak, bukan pada penghasilan yang merupakan obyek pajak atau bukan obyek pajak.
Sebagaimana prinsip self assesment system, dimana memberikan kewenangan kepada Wajib Pajak untuk melaksanakan sendiri pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya, maka Program Pengungkapan Sukarela ini memberikan hak sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk mengungkapkan secara sukarela harta yang belum diungkapkan dalam Surat Pernyataan Harta pada Kebijakan I atau dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi Tahun Pajak 2020 pada Kebijakan II, dengan mengikuti ketentuan yang telah diatur dalam UU HPP.
Program Pengungkapan Sukarela bukan merupakan kewajiban, namun apabila Direktorat Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi berupa harta yang belum atau kurang diungkap pada Kebijakan I atau Kebijakan II, maka Wajib Pajak juga harus siap menerima konsekuensi sesuai ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku.
Kesimpulan yang dapat diambil sebagai penutup dalam pembahasan ini adalah bahwa ;
- Program Pengungkapan Sukarela merupakan kesempatan bagi Wajib Pajak peserta TA untuk mengungkapkan secara sukarela harta yang belum atau kurang diungkap dalam Surat Pernyataan Harta sebagaimana dimaksud dalam UU Pengampunan Pajak.
- Program Pengungkapan Sukarela merupakan kesempatan bagi Wajib Pajak orang pribadi untuk mengungkapkan secara sukarela harta yang diperoleh sejak tahun 2016 sampai tahun 2020, masih dimiliki per 31 Desember 2020, dan  belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi Tahun Pajak 2020.
- Harta yang diperoleh dari Warisan dapat dijadikan sebagai obyek pengungkapan harta dalam Program Pengungkapan Sukarela sepanjang belum diungkapkan dalam surat pernyataan di Kebijakan I atau SPT Tahunan PPh orang pribadi Tahun Pajak 2020 di Kebijakan II.
- Mengikuti Program Pengungkapan Sukarela adalah pilihan Wajib Pajak secara sukarela.
Banjarmasin, 10 Februari 2022
Disclaimer ;
*) Â Artikel ini merupakan pendapat pribadi Penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat Penulis bekerja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H