Mohon tunggu...
Azwar Syam
Azwar Syam Mohon Tunggu... Penulis - Nikmati hidup tanpa merusak ekosistem

bagikan ilmu agar bermanfaat bagi diri, orang lain dan dunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Warisan sebagai Obyek Pengungkapan Harta

10 Februari 2022   09:00 Diperbarui: 10 Februari 2022   09:04 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), salah satu yang dijelaskan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati adalah mengenai Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang merupakan bagian dari UU HPP.

Dalam pernyataannya, ibu Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa bagi Wajib Pajak yang masih mempunyai harta termasuk warisan atau hibah yang belum disampaikan di dalam SPT Tahunan, maka saat ini adalah kesempatan bagi Wajib Pajak untuk melakukan pengungkapan hartanya tersebut melalui Program Pengungkapan Sukarela ini.

Pernyataan ini menimbulkan berbagai polemik, sebagaimana diketahui bahwa warisan dan harta hibahan merupakan harta yang dikecualikan sebagai objek pajak. Hal ini termaktub di dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 2 dan huruf b UU PPh sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU HPP. Bagaimana mungkin, harta yang dikecualikan sebagai objek pajak, dikenakan pajak. Apakah ada yang keliru dari apa yang telah disampaikan tersebut.

Sebelum lebih jauh membahas permasalahan tersebut, ada baiknya mengulas terlebih dahulu apa yang terdapat di dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, khususnya mengenai Program Pengungkapan Sukarela.

Dalam UU HPP, Program Pengungkapan Sukarela memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak peserta Tax Amnesty (TA) yang sampai dengan UU HPP ini terbit, belum mengungkapkan semua harta yang dimiliki dan diperolehnya sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015 di dalam surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Hal ini diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU HPP yang menyatakan bahwa Wajib Pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum menemukan data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud.

Selain memberi kesempatan kepada Wajib Pajak peserta TA, Program Pengungkapan Sukarela ini juga memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi untuk dapat mengungkapkan harta bersih yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2020, dimana harta tersebut masih dimiliki pada tanggal 31 Desember 2020 dan belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020 kepada Direktorat Jenderal Pajak. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UU HPP.

Berdasarkan ketentuan tersebut, terdapat 2 (dua) kebijakan yang diatur dalam Program Pengungkapan Sukarela. Kebijakan pertama hanya diperuntukkan bagi Wajib Pajak yang mengikuti Program Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud dalam UU Pengampunan Pajak, dimana telah menyampaikan Surat Pernyataan namun belum atau kurang mengungkapkan harta bersih yang diperolehnya sampai dengan tanggal 31 Desember 2015.

Kebijakan kedua hanya diberikan kepada Wajib Pajak orang pribadi yang memperoleh harta sejak tanggal 1 Januari 2016 dan masih dimiliki per 31  Desember 2020, serta belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi Tahun Pajak 2020.

Pengungkapan harta yang terdapat dalam kebijakan pertama didasarkan pada adanya Surat Pernyataan Harta (SPH) sebagaimana dimaksud dalam UU Pengampunan Pajak yang disampaikan oleh peserta TA, sehingga apabila masih terdapat harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan tersebut yang ditemukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud sehingga dikenai Pajak Penghasilan ditambah sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari  Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar. Hal ini diatur dalam Pasal 18 ayat (1) dan ayat (3) UU Pengampunan Pajak.

Sedangkan pada Kebijakan kedua, didasarkan pada laporan  harta dalam SPT Tahunan PPh. Harta dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi dilaporkan pada Lampiran IV SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi (Formulir 1770 -- IV), sehingga harta yang diperoleh sejak tahun 2016 dan masih dimiliki per 31 Desember 2020, namun belum dilaporkan dalam Lampiran IV SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi Tahun Pajak 2020, merupakan dasar pengungkapan harta sebagaimana dimaksud dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Pelaporan harta yang terdapat pada Lampiran IV Formulir 1770 SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi, tidak didasarkan pada bagaimana harta tersebut diperoleh, apakah diperoleh dari pembelian secara tunai atau melalui proses pembayaran cicilan/utang, atau diperoleh dari pemberian warisan, hibah atau pun hadiah. Namun harta yang dimiliki merupakan cerminan atas penghasilan yang dimiliki, baik itu penghasilan yang merupakan objek pajak maupun bukan objek pajak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun