Smartphone bukanlah sekadar alat atau perangkat teknologis sebab ia mendefinisikan keberadaan kita di ruang lainnya, internet misalnya. Bahkan, perangkat ini sudah mampu menciptakan kelas sosialnya sendiri seperti dalam kasus militansi pemilik iPhone atau kasta Sultan pemilik smatrphone dengan spesifikasi paling mutakhir.Â
Oleh sebab itu, kita mesti memperbaiki sudut pandang dalam mendefinisikan ulang relasi kita dengan perangkat teknologis yang kita ciptakan sendiri.
Seperti pendekatan Aristoteles, techne mesti berkaitan erat dengan episteme. Kreasi menciptakan hal baru mesti menempatkan pembuatnya pada tataran kontemplatif yang menentukan tujuan dan fungsi dari perangkat yang dibuatnya.Â
Bukan malah sebaliknya; ditundukkan dan terkungkung oleh pemaknaan monopolistik yang menjemukkan.
Mungkin dari beberapa akibat fatal yang diakibatkan kesalahan pembacaan kita dalam memaknai pemanfaatan teknologi, kita mesti mempertimbangkan saran Martin Heidegger.Â
Bahwa perangkat teknologis merupakan salah satu jalan bagi kita untuk memaknai hidup dan interaksi kita dengan lingkungan. Kita adalah agen harmoni yang menjaga ketersediaan dan keseimbangan sumber daya dalam siklusnya yang mutualis.
Mari tanyakan kepada diri kita, dalam meneguhkan peran kita sebagai akibat efisien, akankah kita mengorbankan alam beserta sumber dayanya untuk teknologi selanjutnya yang ingin kita bangun?Â
Atau, apakah dengan teknologi yang kita kembangkan mampu menuntun kita semakin mengenal sekaligus melestarikan alam dan seluruh potensinya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H