Mohon tunggu...
Azwar Abidin
Azwar Abidin Mohon Tunggu... Dosen - A humble, yet open-minded wordsmith.

Faculty Member at FTIK, State Islamic Institute of Kendari. Likes Reading, Drinks Coffee.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kekaguman dan Kebutuhan untuk Dikagumi, Memahami Konsep dan Batasan Diri

3 November 2019   21:23 Diperbarui: 4 November 2019   11:27 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu portal komunitas yang mengangkat fenomena kekaguman terhadap Idols di masyarakat kita | SC from idntimes.com

Karakter yang ia tampilkan di ruang publik menjadi ciri diri yang diklaim menjadi satu-satunya karakter yang bisa diterima oleh publik tentang dirinya.

Semakin tinggi tuntutan yang diberikan oleh publik, semakin keras ia berusaha untuk memapankan konsep tersebut dengan menghiraukan konsep dirinya sendiri. Apakah hal ini berbahaya? 

Nah, ada satu hal yang mesti dipahami oleh khalayak bahwa karakter yang muncul di media sosial itu tidak seluruhnya peduli dengan apa yang orang lain tunjukkan atau lakukan.

Dengan beragam hal yang ditawarkan media sosial, belum lagi dengan fokus yang mudah dialihkan oleh tautan ke laman lainnya, apa yang ditunjukkan oleh publik di media sosial sama sekali tidak dapat dianggap sebagai sebuah bentuk kepedulian. 

Remaja yang sudah menampilkan diri sedemikian rupa dengan segala usahanya mungkin akan diberi 'like' atau mungkin komentar namun hal itu tidak akan berlangsung lama. Publik akan lanjut berselancar tanpa kepedualian berarti terhadap apa yang ditunjukkan individu di laman profilnya.

Itulah mengapa mengunggah postingan musibah seperti kecelakaan atau lainnya tidak akan memberikan dampak apa-apa. Doa atau simpati yang dituliskan di kolom komentar tidak menjamin ketulusan. 

Malahan, postingan seperti itu kerap disalahgunakan. Demikian pula mengunggah hal-hal yang sifatnya pribadi tidak akan menuai kepedulian berarti sebab media sosial sendiri lebih sering dimanfaatkan sebagai pelarian.

Mengunggah potret diri tanpa latar belakang peristiwa yang sifatnya informatif, apalagi hanya untuk memelas pujian, merupakan bentuk ekspresi diri paling absurd di ruang publik. 

Taruhlah, pujian itu memang diberikan, lalu manfaatnya apa? Belum lagi unggahan video klip yang hanya fokus pada wajah atau bagian tubuh tertentu. Hal itu tujuannya apa? 

Sebab, bagi sebagian orang, termasuk saya sendiri, hal itu bersinggungan dengan nilai-nilai ekspresi diri saya sehingga ketika bertemu dengan hal seperti itu, pasti saya blok dan laporkan sebagai scam.

Di luar sana, mungkin ada beberapa individu yang tidak senang dengan hal tersebut namun memberi tanggapan berbeda; mulai yang cuek hingga yang memicu keributan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun