Ekspresi itu, yang dimulai dari refleksi diri, melahirkan budaya-budaya yang bersifat khas dan temporal. Refleksi itu sendiri merupakan aktualisasi konsep yang bercokol di pikiran seseorang untuk menegaskan seperti apa pribadi yang ia ingin lingungan sekitarnya itu akui.Â
Karena manusia merupakan makhluk sosial, ia akan berupaya menemukan pribadi yang setidaknya memiliki beberapa kemiripan karakter dengan pribadinya.
Ekspresi diri yang refleksif ini berkaitan erat dengan kebutuhan untuk diakui baik oleh apa atau siapa yang dikaguminya, oleh publik secara umum, atau bahkan oleh dirinya sendiri.Â
Sehingga selama ekspresi ini berorientasi pada pengembangan diri seseorang maka tidak perlu ditekan malah justru mesti didukung. Kecuali dalam kondisi ekspresi itu menyusutkan atau merusak konsep diri yang bersangkutan dan tidak mengindahkan nilai-nilai ekspresi dari orang di sekitarnya maka saat itulah ia mesti diingatkan akan batasan-batasan ekspresinya.
Mengatur pakaian atau aksesoris mana yang harus dikenakan seseorang adalah tindakan yang tidak menghasilkan faedah apa-apa. Mengaitkan ekspresi refleksif diri dengan perilaku tertentu merupakan hal tak berdasar yang cenderung dipaksakan legitimasinya.Â
Immanuel Kant menyarankan kita untuk adil sejak dalam pikiran dan tidak memikirkan untuk melanggar batasan orang lain itu dalam rangka menjaga diri agar tidak gegabah dalam menghasilkan simpulan.
Bagaimana dengan remaja pengagum Idols K-Pop tadi? Ya perhatikan saja ekspresi dirinya. Jika hal itu berdampak buruk pada pengembangan diri sehingga memenjarakannya dalam bayang-bayang kekaguman maka sudah saatnya ia diingatkan akan batasan ekspresinya.Â
Sama halnya dengan pelancong yang berpakaian atau berperilaku semaunya saja ketika berkunjung ke daerah tertentu tanpa mengindahkan nilai-nilai kultural ekspresi diri masyarakat lokal.
Harga Mahal Kecantikan
Ekspresi diri menjadi mengkhawatirkan ketika seseorang memaksakan diri untuk menjaga standar tertentu dari konsep idealnya dengan menempuh segala cara.Â
Remaja pengagum Idols tadi yang mulanya cuma ngerumpi tentang idolanya bersama komunitasnya akhirnya sampai merelakan jatah belanja kebutuhan belajarnya. Entah untuk paket data untuk selalu update kabar idolanya, belanja kosmetik, hingga asesoris agar terus mampu tampil seperti fans K-Pop pada umumnya.
Hal itu diperparah oleh tuntutan di luar diri seseorang ketika orang tersebut berada di ruang publik, media sosial misalnya. Tampil tampan atau cantik di media sosial dengan standar yang diadaptasi dari idolanya, dengan tujuan menuai kekaguman selayak kekagumannya terhadap idolanya, bisa menjadi perangkap bagi orang tersebut.Â