Guru adalah profesi, honorer merupakan sub-kategori yang diakui. Jika profesi menuntut gaji maka predikat 'risau' tidak cocok menjelaskan kondisi subjek 'Guru honorer' kecuali simpulan 'profesi menuntut gaji' kita tolak.Â
Demikian pula 'berapapun' tidak bisa menjelaskan 'gaji' karena 'gaji' mengandaikan konsekuensi yang semestinya terukur. Selain itu, kalimat "Pengabdian untuk mencerdaskan bangsa akan berbalas surga" tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Haruskah kata 'pengabdian' menafikan proposisi "guru honorer merisaukan gaji"? Yang bila demikian, guru yang tidak lagi merisaukan gaji, karena telah diberi gaji yang cukup, tidak bisa lagi dianggap melakukan pengabdian?Â
Apakah kata 'pengabdian' hanya mengandaikan kondisi 'menerima berapapun yang diberikan'? Belum lagi bahwa rujukan materialis di kalimat pertama (guru honorer dan gaji) dilekatkan dengan rujukan abstrak di kalimat kedua (pengabdian dan surga).
Ketimpangan logis yang ditunjukkan kedua kalimat itu menyiratkan sikap ketidakpedulian dari muatan bahasan yang disampaikannya. Jika kedua kalimat itu dinyatakan maka rentan dikaitkan dengan konteks pernyataan lain yang senada dan serupa.Â
Kalimat kedua (pengabdian berbalas surga) sama sekali tidak menerangkan kalimat pertama. Penutur kedua kalimat itu entah tidak paham apa yang disampaikannya atau sengaja mengalihkan perhatian dari pokok esensialnya.
Sehingga kedua kalimat tadi, setelah menimbang basis logisnya, tidak perlu dinyatakan. Terutama dari pihak yang kita beri kepercayaan untuk mengurusi bahasan dari pernyataan itu untuk menampilkannya sebagai fakta common sense.Â
Terlepas dari narasi utuh di mana pernyataan itu disampaikan, kedua kalimat tadi tidak memberi kontribusi apa-apa. Demikianlah, klaim benar dari sebuah fakta tidak melulu melekat dan dapat ditelusur pada klaim kebenaran.
Jarak antara Benar ke Kebenaran
Klaim kebenaran melekat pada apa yang kita yakini sebagai keterpaduan atau harmonisasi seluruh bentuk kehidupan yang kita pahami. Cinta seorang ibu kepada anaknya diterima secara universal karena menunjukkan pola ketergantungan hidup dan relasi yang tidak dapat terpisahkan.Â
Sebab jika hal itu terjadi, kehidupan kita yakini tidak akan menemukan wujud utuhnya.