Keempat, Tractatus berusaha menjelaskan watak dasar tanda proposisi dengan menguraikan bentuk proposisi umum, yakni dengan memberi "suatu deskripsi atas proposisi-proposisi tanda-bahasa apa pun dengan sedemikian rupa sehingga setiap pengertian yang mungkin bisa diungkapkan oleh suatu simbol sesuai dengan deskripsi tersebut." Selanjutnya, setiap simbol yang sesuai dengan deskripsi tersebut dapat mengungkapkan suatu pengertian dengan catatan bahwa makna nama-namanya dipilih dengan tepat.
Kelima, penyelidikan logis atas fenomena, termasuk penyingkapan bentuk-bentuk logisnya, yang belum diusahakan di dalam karya ini, ke depannya akan dilakukan dengan analisis logis melalui deskripsi linguistik terhadap fenomena tersebut (langkah ini dimulai oleh Wittgenstein pada tahun 1929 melalui "Some Remaks on Logical Form" namun proyek ini tidak pernah terselesaikan). Karena sintaksis logis bahasa pasti dan harus, isomorfis (istilah yang dipakai Wittgenstein) atau sepadan dengan bentuk-bentuk logika metafisik dunia.
Keenam, pencapaian terbesar karya ini, sebagaimana dinyatakan oleh komunitas Lingkaran Wina, adalah penjabarannya atas watak keniscayaan logis. Hal ini dilakukan dengan suatu penyelidikan atas simbolisme. Bahwa pernyataan "seseorang dapat mengenali kebenaran suatu proposisi logis hanya dari simbol" dianggap merupakan inti dari pandangan filsafat logika.
Tractatus Logico-Philosophicus adalah karya Wittgenstein pertama dan satu-satunya dalam bentuk buku yang ia terbitkan selama masa hidupnya (1889-1951). Karya ini ia tulis saat ia menjadi tahanan perang selama Perang Dunia I. Karya ini pertama kali diterbitkan di Jerman pada 1921 dengan judul asli Logisch-Philosophische Abhandlung. Buku ini ---terutama dalam hal anggapannya bahwa pernyataan metafisik dan etis adalah pernyataan-pernyataan yang tidak bermakna--- dianggap sangat berpengaruh di kalangan para penganut mazhab positivis logis dari komunitas Lingkaran Wina. Secara keseluruhan, ada 7 tesis utama yang dikemukakan Wittgenstein dalam bukunya ini:
- Dunia adalah segala sesuatu yang demikian adanya (The world is all that is the case)
- Apa yang demikian adanya--suatu fakta--adalah eksistensi duduk-perkara (What is the case--a fact--is the existence of states of affairs)
- Suatu gambaran logis fakta-fakta adalah suatu pemikiran (A logical picture of facts is a thought).
- Suatu pemikiran adalah suatu proposisi dengan pengertian (A thought is a proposition with a sense).
- Suatu proposisi adalah suatu fungsi-kebenaran dari proposisi-proposisi dasar (A proposition is a truth-function of elementary propositions).
- Bentuk umum dari suatu fungsi-kebenaran adalah [`p, `, N(`)]. Inilah bentuk umum dari suatu proposisi. (The general form of a truth-function is [`p, `, N(`)]. This is the general form of a proposition)
- Apa yang tidak dapat kita bicarakan, kita harus membiarkannya dalam diam. (What we cannot speak about we must pass over in silence).
Disusun dalam gaya bahasa yang ketat dan padat, dan ditata berdasarkan sistem penomoran yang dipinjam dari Principia Mathematica milik Sir Isaac Newton, karya ini juga bermaksud menunjukkan bahwa filsafat tradisional bersandar pada kesalahpahaman radikal atas "logika bahasa." Dengan mengikuti jejak Gottlob Frege dan Bertrand Russell, Wittgenstein menyatakan bahwa setiap kalimat yang bermakna harus memiliki struktur logis yang tepat, yang umumnya tersembunyi di balik selubung tampilan gramatik kalimat tersebut, dan karena itu memerlukan analisis logis yang panjang lebar agar menjadi jelas.
Wittgenstein meyakini bahwa analisis tersebut akan membuktikan bahwa setiap kalimat yang bermakna adalah atau suatu susunan fungsi-kebenaran dari kalimat-kalimat lain yang lebih sederhana, atau suatu kalimat atomik yang terdiri dari rangkaian nama sederhana. Karena itu, Wittgenstein menyatakan bahwa setiap kalimat atomik adalah suatu gambaran logis dari suatu duduk perkara yang harus memiliki struktur formal tepat seperti kalimat atomik yang menggambarkannya.
Wittgenstein menggunakan doktrin "logical picture of thought" ini untuk mendapatkan simpulan-simpulan tentang dunia dari pengamatannya tentang struktur kalimat-kalimat atomik. Ia secara khusus mempostulatkan bahwa dunia pada dirinya sendiri harus memiliki suatu struktur logis yang tertentu meskipun kita mungkin tidak akan mampu menentukan struktur itu sepenuhnya. Ia juga beranggapan bahwa dunia ini terdiri dari fakta-fakta yang sesuai dengan kalimat-kalimat atomik yang benar. Selanjutnya bahwa fakta-fakta tersebut, pada gilirannya, merupakan rangkaian obyek-obyek sederhana yang sesuai dengan nama-nama yang menyusun kalimat-kalimat atomik itu.
Ia pun beranggapan bahwa bahasa sehari-hari ada dalam tatanan logis yang baik. Sebab logika adalah suatu kondisi pengertian. Selama kalimat dalam bahasa sehari-hari mengungkapkan pengertian atau menjelaskan isi pikiran, kalimat tersebut berada dalam kategori baik. Ketika kalimat dalam bahasa sehari-hari tersebut gagal mengungkapkan suatu pengertian maka kalimat itu dianggap tidak memiliki klasifikasi untuk disebut sebagai kalimat yang sesungguhnya.Â
Wittgenstein memandang kalimat sebagai ekspresi pikiran. Namun pikiran itu sendiri adalah suatu ungkapan bahasa yang terdiri dari unsur-unsur penalaran. Bentuk sebuah pikiran harus mencerminkan realitas yang dirujuknya untuk dituangkan ke dalam sebuah proposisi (kalimat yang mengandung pengertian).Â
Fungsi dasar bahasa adalah mengomunikasikan pemikiran dengan memberinya ungkapan dalam bentuk yang tampak dan jelas. Peran proposisi adalah menggambarkan peristiwa (state of affairs) yang mungkin sesuai atau mungkin tidak. Jika duduk-perkara yang digambarkan oleh sebuah proposisi sesuai maka proposisi itu dinyatakan benar namun jika tidak maka harus dinyatakan salah.