Mohon tunggu...
Azwara Nasution
Azwara Nasution Mohon Tunggu... -

laki - laki, 24 tahun, Bogor, Jawa Barat.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Seed Soveregnity To Get The Real Food Sovereignity

4 Februari 2014   10:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:10 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Telah banyak terjadi kesalahan dalam politik perbenihan yang diterapkan di Indonesia hingga saat ini. Kebijakan Tersebut Beranjak dengan pada dimulainya Kebijakan Revolusi. Revoulsi hijau. Semenjak Pelaksanaan Revolusi hijau (1970-an) perlahan-lahan terjadi pergeseran kepemilikan dari petani menjadi milik perusahaan bidang pertanian (agribisnis). Kini, kaum tani bergantung terhadap input eksternal seperti pupuk kimia, pestisida kimia dan benih .

There have been many mistakes in politics seed applied in Indonesia today. Such policies when Green Revolutionary Policy applied in Indonesia. Since the implementation of the green revolution (the 1970s) is slowly shifting ownership of the peasant to agribusiness corporate. Now, the peasants dependent on external inputs like chemical fertilizers, pesticides and hybrid seeds.

Ketergantungan bukan satu-satunya yang menjerat kaum tani di Indonesia, masih ada beberapa hukum yang kerap kali menjadi hambatan kaum tani untuk berkreasi memuliakan benih, memproduksi, mendistribusi dan memperdagangkan benih (UU Perlindungan Varietas Tanaman, UU Sistem Budidaya) dan kemampuan kaum tani sendiri yang semakin menurun. Serikat Petani Indonesia (2010) merilis masalah -masalah yang berkaitan dengan benih yakni Persoalan benih yang dihadapi oleh petani di Indonesia :


  1. Beberapa jenis spesies tanaman dan varietas tanaman lokal ataupun benih liar sulit ditemukan dan dikenali oleh petani untuk ditanam (Several types of plant species and varieties of local crops or wild seeds are hard to find and recognized by the farmers to plant).
  2. Keperluan pemuliaan petani memerlukan benih lokal dan para petani sulit mendapatkan benih lokal.
  3. Ketergantungan kaum tani terhadap benih komersil dari perusahaan tinggi (high depended to comercial seed)
  4. Harga benih dari perusahaan mahal (seed price is expansive).
  5. Menurunnya kemampuan petani untuk menangkarkan benih (The reduced ability of peasant to produced seed for themselves)
  6. Kriminalisasi terhadap para petani kecil yang melakukan kegiatan penyilangan, produksi serta perdagangnanbenih, akibatnya petani menjadi takut untuk melakukan pemuliaan, produksi dan perdagangan benih.
  7. Banyaknya areal hutan dan lahan konservasi sebagai sumber wild varietiy yang dirubah menjadi areal perkebunan.
  8. Kualitas benih yang diperdagangkan banyak yang tidak sesuai dengan kebutuhan petani.
  9. Meningkatnya impor benih dari negara lain.
  10. 10.Kriminalisasi terhadap para petani kecil yang melakukan kegiatan penyilangan dan produksi serta perdagangnanbenih, akibatnya petani menjadi takut untuk melakukan pemuliaan, produksi dan perdagangan benih.

Politik Benih dan Perundang – Undangan.

Ketergantungan manusia terhadap pangan menyebabkan ketergantugnan terhadap benih sangat tinggi, manusia menggunakan lebih dari 100 spesies sebagai sumber karbohidrat, lebih dari 100 spesies legum menjadi sumber protein dan lemak, 450 spesies tanaman buah, 250 spesies sayuran sebagai sumber vitamin dan mineral, 70 spesies sebagai sumber dari spices/ bumbu-bumbuan, 40 spesies dipergunakan untuk minuman/ beverages, 300 spesies dipergunakan untuk bahan konstruksi dan furniture, 1.000 spesies menjadi bunga/ tanaman hias (ornamental plants) dan lebih dari940 spesies adalah sumber obat-obatan.

Saat ini ketergantungan manusia yang sangat tinggi terhadap benih tersebut menjadi ide dasar perusahaan-perusahaan untuk mengeruk keuntungan dari perdagangan benih. Pangsa pasar perusahaan benih ini adalah para petani. Oleh karena itu perusahaan berupaya sebisa mungkin untuk membuat petani mengalami ketergantungan kepada benih yang dihasilkan oleh perusahaan daripada benih yang dihasilkan oleh petani sendiri.

Kondisi ini diperburuk dengan dikeluarkannya berbagai UU dan Peraturan oleh pemerintah yang berkaitan dengan benih namun justru banyak digunakan oleh kalangan di luar petani yakni, perusahaan, peneliti, dan pemulia (selain petani). UU dan Peraturan ini dalam penerapannya justrumengkebiri kreatifitas dan pengetahuan tradisional petani dalam menghasilkan benih, dan menjadi alat hukum untuk mengkriminalkan petani jika memproduksi dan memperdagangkan benih kepada petani lain.Dampak dari buruknya politik perbenihan di Indonesia yang berkembang dalam dekade 40 tahun terakhir memunculkan permasalahan-permasalahan sebagai berikut; pertama,Petani banyak kehilangan varietas lokal yang lebih adaptif terhadap cuaca, iklim, dan juga tahan terhadap serangan hama. KeduaPetani kehilangan pengetahuan tradisional dan kreatifitas untuk memproduksi benih sendiri. Petani mengalami ketergantungan terhadap benih-benih unggul, karena benih ini membawa sifat mandul (tidak dapat ditanam kembali untuk mendapatkan kualitas/ produktivitas yang sama seperti saat pertama kali ditanam). Ketiga, Petani dipisahkan dari subjek/ pelaku pemulia tanaman yang memiliki hak untuk memproduksi dan mendistribusikan benih karena munculnya berbagai UU dan Peraturan yang terkait dengan perbenihan, hal ini menyebabkan terjadinya kasus hukum beberapa petani yang ditangkap dan diadili gara-gara memproduksi dan menjual benih mereka.

Penguasaan Benih di Indonesia

Sejak Indonesia melaksanakan proyek revolusi hijau 1970-an benih-benih yang dihasilkan perusahaan transnasional telah menyerang secara massal. Lebih dari 10.000 padi varietas lokal hilang, dan petani mengalami ketergantungan terhadap benih-benih unggul tersebut. Lebih buruk lagi,pemerintah melakukan impor ribuan ton benih hibrida karena tingginya permintaan petani.

Pemerintah tidak mendorong untuk mendukung petani dalam menangkarkan benih secara mandiri. Sebaliknya, pemerintah justru mengkebiri kreatifitas petani dan seringkali dikriminalkan dengan tuduhan sertifikasi illegal dan pencurian benih. Bahkan pemerintah justru membuka program investasi di bidang benih yang lebih luas. Di Indonesia ada beberapa perusahaan pengelola benih diantaranya: PT Shang Hyang SRI, PERTANI, PT. Syngenta Indonesia, PT. Bayer Indonesia, PT. BISI Internasional, Charoen Pokhpand, PT. Dupont Indonesia (Pioneer), PT. Biogene Plantation, PT. Tanindo Intertraco, PT. Sumber Alam Sutera, dan Monagro (anak perusahaan Monsanto).

Tabel 3. Penguasaan Perusahaan Benih di Indonesia

No.

Nama varietas baru

Nama perusahaan

1

Sembada B-9,

PT. Biogene Plantation

2

Sembada B-3

PT. Biogene Plantation

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun