Mohon tunggu...
AZNIL TAN
AZNIL TAN Mohon Tunggu... Wiraswasta - Koordinator Nasional Poros Benhil

Merdeka 100%

Selanjutnya

Tutup

Politik

Per 1 Januari 2016, Golkar Partai Ilegal

31 Desember 2015   20:02 Diperbarui: 1 Januari 2016   17:26 2909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tragis memang ! Partai Golkar yang pernah berkuasa selama 32 tahun dibawah rejim Soeharto  dan partai yang tetap berjaya paska reformasi 1998 meski mahasiswa menuntut untuk membubarkannya. Pada  1 Januari 2016, nasib Golkar akan menjadi sebuah partai tidak sah dalam pemerintahan Indonesia.

Apa pasalnya sehingga Partai Golkar jadi partai ilegal?

Beranjak dari perseteruan antara kubu Munas Bali dan Ancol, Menkum HAM Yasonna Laoly akhirnya mencabut SK kepengurusan Golkar hasil Munas Ancol pimpinan Agung Laksono.

Dengan dicabutnya SK Menkum HAM terhadap kepengurusan Golkar maka kepengurusan Golkar yang sah adalah hasil Munas Riau.  Sementara SK kepengurusan Munas Riau berakhir 31 Desember 2015.  Secara otomatis maka tak ada lagi Golkar yang diakui pemerintah.

Para pakar tata negara  pun melihat hal ini adalah akhir bagi Golkar yang resmi, alias tak ada lagi Golkar yang diakui pemerintah dan tak ada lagi Golkar yang diakui di bumi pertiwi. 

Adapun upaya hukum yang sedang berproses di Pengadilan Tinggi namun belum inkrah. Kalaupun ada putusan pengadilan, masih harus menunggu Menkum HAM mengeluarkan SK baru. Ini tentu memakan waktu yang relatif lama dan melelahkan. Proses hukum yang lama maka semakin lama pula Golkar tidak diakui pemerintah.

 

Sekilas Sejarah Golkar

Sejarah berdirinya Partai Golkar bermula pada tahun 1964. Didukung oleh  kekuatan Barat  (kapitalis global) pada tanggal 20 Oktober 1964 didirikan Sekber Golkar untuk melawan kekuatan PKI dan kekuatan Nasionalis Soekarno.

Sekber Golkar adalah ormas yang dicitrakan sebaga wadah berkumpulnyai orang-orang  golongan fungsional/golongan karya murni yang tidak berada dibawah pengaruh politik tertentu. Dibalik itu, Sekber Golkar adalah cikal bakal perpanjangan tangan  Amerika dan kaum kapitalis global di Indonesia. 

Kekuatan PNI yang nasionalis dibawah pimpinan Soekarno dan PKI yang berideologi komunis (anti kapitalis) adalah 2 partai yang harus dimusnahkan di bumi Indonesia. Soekarno dan PKI adalah  sebagai penghalang besar penguasaan sumber-sumber daya alam yang melimpah serta penguasaan  pasar Indonesia yang potensial untuk pemasaran produk negara-negara kapitalis.

Ke-anti-an kapitalis global semakin memuncak ke Soekarno ketika Soekarno mengumandangkan Tri Sakti yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian Indonesia. Hal ini ditandai dengan memberlakukan pajak besar kepada perusahaan tambang minyak asing yang beroperasional di Indonesia sebesar 60%, menasionalisasikan perusahaan - perusahan asing di Indonesia,  tidak memberikan ijin pada Freeport menambang gunung emas di Papua, melarang produk-produk Barat masuk Indonesia serta berbagai Kebijakan - kebijakan lainnya yang membuat kubu kapitalis sulit menguasai Indonesia.

Digerakan oleh Amerika dan pengusaha-pengusaha asing, pada tahun 1965 terjadilah konflik berdarah yang memakan korban nyawa  jutaan rakyat seluruh Indonesia mati terbantai diadu domba. Komunis dijadikan isu sentral sebagai bahaya laten yang harus dimusnahkan di bumi pertiwi. Soekarno akhirnya terpaksa menyerahkan kekuasaannya kepada Soeharto dengan surat Supersemar yang belum jelas isinya.

Organisasi-organisasi yang terhimpun ke dalam Sekber GOLKAR dari gabungan 7 Kelompok Induk Organisasi (KINO) kemudian mengeluarkan keputusan bersama pada tanggal 4 Februari 1970 untuk ikut menjadi peserta Pemilu melalui satu nama dan tanda gambar yaitu Golongan Karya (GOLKAR). Logo dan nama ini, sejak Pemilu 1971, tetap dipertahankan sampai sekarang.

Hasilnya di luar dugaan, GOLKAR sukses besar dan berhasil menang dengan 34.348.673 suara atau 62,79 % dari total perolehan suara. Perolehan suaranya pun cukup merata di seluruh propinsi, berbeda dengan parpol yang berpegang kepada basis tradisional.

NU hanya menang di Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, Partai Katholik di Nusa Tenggara Timur, PNI di Jawa Tengah, Parmusi di Sumatera Barat dan Aceh. Sedangkan Murba tidak memperoleh suara signifikan sehingga tidak memperoleh kursi DPR. Kemudian, sesuai ketentuan dalam ketetapan MPRS mengenai perlunya penataan kembali kehidupan politik Indonesia, pada tanggal 17 Juli 1971 Sekber GOLKAR mengubah dirinya menjadi GOLKAR.

Setelah Peristiwa G30S maka Sekber Golkar, dengan dukungan sepenuhnya dari Soeharto sebagai pimpinan militer, melancarkan aksi-aksinya untuk melumpuhkan mula-mula kekuatan PKI, kemudian juga kekuatan Bung Karno. Pada dasarnya Golkar dan TNI-AD merupakan tulang punggung rezim militer Orde Baru.

Semua politik Orde Baru diciptakan dan kemudian dilaksanakan oleh pimpinan militer dan Golkar. Selama puluhan tahun Orde Baru berkuasa, jabatan-jabatan dalam struktur eksekutif, legislatif dan yudikatif, hampir semuanya diduduki oleh kader-kader Golkar. Keluarga besar Golongan Karya sebagai jaringan konstituen, dibina sejak awal Orde Baru melalui suatu pengaturan informal yaitu jalur A untuk lingkungan militer, jalur B untuk lingkungan birokrasi dan jalur G untuk lingkungan sipil di luar birokrasi.

Pemuka ketiga jalur terebut melakukan fungsi pengendalian terhadap Golkar lewat Dewan Pembina yang mempunyai peran strategis. Jadi Pimpinan Pemilu Dalam pemilu Golkar yang berlambang beringin ini selalu tampil sebagai pememang. Kemenangan Golkar selalu diukir dalam pemilu di tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. 

Pemilu-Pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 diselenggarakan dibawah pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu-Pemilu ini seringkali disebut dengan Pemilu Orde Baru. Sesuai peraturan Fusi Partai Politik tahun 1975, Pemilu-Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik (PPP dan PDI)  dan satu Golongan Karya. Mirisnya 2 partai yang ikut pemilu tersebut adalah partai bentukan Orde Baru.

Tahun 1998 adalah tahun akumulasi kemuakan rakyat pada rejim Soeharto dan Golkar atas pemerintahan yang otoriter dan korup serta pelaksanaan pemilu penuh rekayasa. Dipelopori mahasiswa terjadilah gejolak di kampus-kampus  menuntut reformasi dan Presiden Soeharto harus  mundur. Pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto akhirnya lengser oleh gerakan mahasiswa. 

Karena Soeharto adalah penasehat partai, maka Golkar juga dituntut untuk dibubarkan. Saat itu Golkar dicerca di mana-mana.

Karena  begitu mengakarnya doktrin Orde Baru  dan kekuatan Golkar di tengah masyarakat,  pada pemilu ulang tahun 1999, Golkar masih kuat dan menempati urutan peringkat ke dua di bawah PDI Perjuangan. Namun pada pemilu 2004, Golkar kembali unggul menjadi pemenang pemilu legislatif dengan 24.480.757 suara atau 21,58% suara sah.

Pada pemilu legislatif 2009 dan 2014, suara Partai Golkar tetap menempati urutan ke dua.

 

Golkar Pecah 2 Kubu

Paska Pilpres 2015, dengan habisnya masa kepengurusan DPP Partai Golkar membuat Golkar terpecah menjadi 2 kubu kepemimpinan. Satu kubu kepengurusan dari Munas Bali dipimpin oleh Aburizal Bakri  dan satu kubu lagi hasil Munas Ancol dipimpin Agung Laksono.  Kedua kubu mengklaim sebagai kepengurusan yang sah dan harus diakui oleh pemerintah dan Menkum HAM harus menerbitkan SK sebagai legalitasnya.

Pada 3 Maret 2015, Mahkamah Partai Golkar mengeluarkan putusan keputusan MPG nomor 01/P1-GOLKAR/III/2015 nomor 02/P1-GOLKAR/III/2015 dan nomor 03/P1-GOLKAR/III/2015, terkait dualisme kepengurusan partai tersebut.

Dua hakim yaitu Djasri Marin dan Andi Mattalatta memutuskan mengesahkan kepengurusan Golkar pimpinan Agung Laksono. Dasar pertimbangannya adalah Munas Bali yang diselenggarakan kubu Aburizal dirasa tidak transparan, tidak demokratis, dan tidak aspiratif. Sementara kubu Munas Jakarta dipandang berlangsung demokratis dan terbuka.

Sedangkan dua hakim lain yakni Muladi dan HAS Natabaya hanya memberikan putusan rekomendasi terkait proses kasasi yang ditempuh kubu Aburizal Bakrie di Mahkamah Agung.

Muladi menyatakan dirinya dan HAS Natabaya memutuskan agar siapapun pemenang dalam proses peradilan itu agar menghindari pengambilalihan seluruh struktur kepengurusan, merehabilitasi anggota yang mengalami pemecatan serta mengapresiasi yang kalah dalam kepengurusan. Sedangkan pihak yang kalah dalam pengadilan diminta berjanji tidak membentuk partai baru.

Namun kepengurusan pimpinan Agung Laksono sudah melaporkan surat pengesahan kepengurusan Munas Ancol yang diputuskan Mahkamah Partai Golkar kepada Kemenkumham.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly kemudian mengakui kepengurusan partai Golkar di bawah kepemimpinan Agung Laksono setelah mendapat keputusan yang diajukan tentang Mahkamah Partai. Menurut Yasonna, putusan tersebut sudah berdasarkan aturan yang berlaku yaitu Undang-undang Partai Politik pasal 32 ayat 5 UU No 2 tahun 2011 sebagaimana perubahan UU No 2 tahun 2008 tentang Parpol.  Menkum HAm menghormati proses gugatan  Aburizal ke pengadilan tetap berlangsung secara adil dan fair.

Pada 20 Oktober 2015, Mahkamah Agung memutuskan memenangkan gugatan Aburizal Bakrie terhadap SK kepengurusan yang dikeluarkan pemerintah untuk kubu Agung Laksono. Namu pada tanggal 2 November, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Golongan Karya Bidang Hukum hasil Munas Ancol Lawrence Siburian menyatakan, kubunya telah mengajukan kasasi dan berharap agar putusan itu dibatalkan.

Pada tanggal 16 Desember 2015 , Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H Laoly, mengembalikan persoalan Golkar ke internal partai berlambang pohon beringin sesuai UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Kemudian pada tanggal 30 Desember 2015 mencabut SK kepengurusan Golkar hasil Munas Ancol pimpinan Agung Laksono yang bernomor AHU.4.AH.11.01-52.  tertanggal 30 Desember 2015.

Dengan dicabutnya SK Menkum HAM terhadap kepengurusan Golkar maka kepengurusan Golkar yang sah adalah hasil Munas Riau.  Konsekuensinya jika tak lekas mencari solusi sampai jam 00.00, memasuki tahun baru 2016 Partai berlambang beringin ini akan menjadi sebuah partai tidak diakui dipemerintahan Indonesia dan tumbang per 1 Januari 2016.  Berdasarkan bocoran dari Fayakhun Andriadi ternyata  SK Munas Riau berakhir 31 Desember 2015.

 

Hukum Karma kah?

Dari sejarah tersebut, sepertinya  hukum karma sedang menimpa Golkar. Partai Golkar adalah partai yang pernah mengkhianati Indonesia sebagai partai antek kaum kapitalis global. Partai yang terlibat langsung atas  kepalsuan berdemokrasi selama 32 tahun dilakukan di Indonesia dengan topeng Pancasila.

Bukan itu saja, Soeharto dan pembantu militernya merekayasa Kongres PDI di Medan dan mendudukkan kembali Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI. Rekayasa pemerintahan Orde Baru untuk menggulingkan Megawati itu dilawan pendukung Megawati dengan menggelar mimbar bebas di Kantor DPP PDI.

Atas perbuatannya, Golkar seperti mendapat karmanya. Sebuah akibat dari tindakan/perilaku/sikap dari kehidupan yang lampau dan yang menentukan nasib saat ini. 

Sebuah karma yang datang bukan dari sebuah rekayasa politik yang licik dan menghalalkan segala cara. Tumbangnya Golkar bukan dengan pertumpahan  darpah. Tetapi  karma  dari sebuah konsekuensi ketamakan untuk berkuasa.

Selamat Tahun Baru 2016

Kita sambut tahun-tahun selanjutnya, Indonesia negara bebas politik kotor. Aamiin 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun