Peran Kesetaraan Gender dalam Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG
Oleh : Nurul Azmisa Bin Asis
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang disusun oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2015 bertujuan untuk mengatasi berbagai tantangan global, mulai dari kemiskinan hingga perubahan iklim. Salah satu tujuan yang sangat berperan penting dalam mendukung pencapaian seluruh tujuan lainnya adalah Kesetaraan Gender (SDG 5). Tujuan ini berfokus pada pemberian hak dan akses yang setara bagi perempuan dan laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pendidikan, pekerjaan, kesehatan, hingga peluang ekonomi.
Di Indonesia, meskipun terdapat kemajuan yang signifikan terkait kesetaraan gender, masih ada banyak tantangan yang perlu diatasi, terutama dalam sektor pendidikan, dunia kerja, dan penanganan kekerasan berbasis gender. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) serta sejumlah studi lain, kesenjangan gender menjadi hambatan besar dalam mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan secara menyeluruh. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji peran kesetaraan gender dalam mendukung pembangunan berkelanjutan, sekaligus menyusun langkah strategis untuk mengatasi tantangan yang ada.
Isu-Isu Utama Kesetaraan Gender dalam Pencapaian SDGs
1.Kesenjangan Akses Pendidikan
Pendidikan adalah salah satu faktor kunci untuk mewujudkan kesetaraan gender. Di Indonesia, meskipun tingkat partisipasi pendidikan perempuan dan laki-laki telah menunjukkan peningkatan, tantangan dalam akses pendidikan berkualitas tetap ada, khususnya di wilayah terpencil. Berdasarkan data BPS (2021), angka partisipasi pendidikan perempuan hampir setara dengan laki-laki. Namun, pada tingkat pendidikan tinggi, perempuan di beberapa daerah menghadapi hambatan besar akibat faktor budaya, sosial, dan ekonomi.
Norma sosial yang masih mengutamakan pendidikan laki-laki serta fenomena pernikahan dini menjadi kendala utama bagi perempuan untuk melanjutkan pendidikan. Menurut UNICEF Indonesia (2020), pernikahan anak berdampak langsung terhadap kemampuan perempuan untuk memperoleh pendidikan lebih lanjut. Hal ini menciptakan lingkaran ketidaksetaraan gender yang tidak hanya berdampak pada individu tetapi juga pada aspek sosial dan ekonomi masyarakat secara keseluruhan.
2.Ketidaksetaraan dalam Dunia Kerja
Ketidaksetaraan gender di dunia kerja merupakan tantangan besar lainnya. Walaupun semakin banyak perempuan yang memasuki pasar kerja, mereka sering menghadapi diskriminasi berupa upah yang lebih rendah dibandingkan laki-laki dengan kualifikasi setara, keterbatasan akses pada posisi strategis, dan dominasi pekerjaan informal. Berdasarkan laporan dari ILO (2020), terdapat kesenjangan upah antara perempuan dan laki-laki di Indonesia, sebuah fenomena yang dikenal dengan istilah gender pay gap.
Selain itu, banyak perempuan masih terjebak dalam pekerjaan sektor informal yang memiliki tingkat perlindungan rendah, seperti pekerjaan rumah tangga, pertanian, atau perdagangan kecil. Stereotip sosial yang menganggap perempuan lebih cocok untuk pekerjaan tertentu turut membatasi kesempatan mereka untuk mengakses pekerjaan di sektor formal. Dalam laporan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), meskipun perempuan semakin banyak terlibat di sektor formal, peluang mereka untuk menduduki posisi manajerial atau strategis tetap sangat terbatas.