Mohon tunggu...
Moh. Ulul Azmi
Moh. Ulul Azmi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa yang suka minum kopi, sesekali aja nulis.

Selanjutnya

Tutup

Money

Bagaimana China Mentransformasikan Ekonominya?

29 Januari 2022   20:31 Diperbarui: 30 Januari 2022   11:14 1267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Sebelum memasuki abad ke-20 sebesar 90% penduduk China tinggal di wilayah pedesaan, mayoritas pekerjaanya adalah petani. Perubuhana structural China dimulai pada awal abad 20, tetapi secara garis besar dapat dibagi kedalam tiga fase, yaitu:

Fase Pertama: Peletakan Dasar Perubahan (1953-1978)

Pada fase ini merupakan peletakan dasar transformasi China. Beberapa kebijakan pada fase ini seperti "Five Years Plan", periode pertamanya pada tahun 1953-57, yang hingga saat ini masih dijalankan, "Great Leap Forward" (1958-60), dan "three-fronts construction" (1966-78).

Fase Kedua: Pembangunan Era Baru (1979-1999)

Pembangunan era baru merupakan fase terpenting dalam transformasi ekonomi China, yang dimulai dari perubahan orientasi ekonomi ke bentuk pasar. Pada masa ini, China memiliki prioritas yang tinggi ke pengembangan industri melalui kebijakan opening-up. 

Fase Ketiga: Puncak Pembangunan (2000-Sekarang)

Klimaks dari transformasi ekonomi China terjadi pada fase ketiga. Menurut World Bank (2021), China merupakan negara dengan ekonomi terbesar di dunia setalah Amerika Serikat.  Pada 2020, China industri merupakan penyumbang terbesar dengan 30,8%, sementara di bidang agriculture, forestry, animal husbandry, and fishery hanya 8%.

Gambar 3: Persebaran GDP China 2020 (Statista)
Gambar 3: Persebaran GDP China 2020 (Statista)

Kesimpulan

Penulis menjelaskan transformasi ekonomi China dengan teori perubahan struktural Lewis. Namun demikian, model Lewis memiliki beberapa kekurangan, diantaranya: Pertama, model mengasumsilan tingkat transfer tenaga kerje sebanding dengan akumulasi modal. Kedua, pada kenyataannya kan aada pengangguran terbuka yang substantial di kota, dan hampir tidak ada surplus tenaga kerja di pedasaan. Ketiga, menurut Todaro di bukunya Development Economics, "Salah satu ciri paling mencolok dari situasi upah perkotaan di hampir semua negara berkembang, bagaimanapun, adalah kecenderungan upah ini meningkat secara substansial, baik secara absolut maupun relatif terhadap pendapatan pedesaan rata-rata, bahkan di hadapan dari meningkatnya tingkat pengangguran terbuka." Namun Lewis mengasumsikan upah riil perkotaan konstan sampai pasokan tenaga kerja yang surplus habis. Akibatnya, seringkali negara kurang maksimal dalam bertransformasi, seperti di Indonesia. Di masa sekarang, teori Lewis harus mengalami modifikasi dalam penerapannya karena terbukti menimbulkan beberapa masalah. 

*Sebagian dari tulisan ini pernah dipublikasikan sebagai tugas kuliah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun