Mohon tunggu...
Moh. Ulul Azmi
Moh. Ulul Azmi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa yang suka minum kopi, sesekali aja nulis.

Selanjutnya

Tutup

Money

Bagaimana China Mentransformasikan Ekonominya?

29 Januari 2022   20:31 Diperbarui: 30 Januari 2022   11:14 1267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Negeri tirai bambu, begitu sebutan akrab China. Di awal 1970-an, perekonomian China masih didominasi sektor pertanian yang semuanya diatur oleh negara, mulai dari lahan, tanaman, dan kebutuhan lainnya. GDP China ditahun 1970 masih sebesar $92.603 Milyar. Namun, perubahan struktural besar terjadi di China, yang dimulai pada tahun 1978, pada era kepemimpinan Deng Xiaoping. Perubahan struktural adalah realokasi kegiatan ekonomi dalam berbagai sektor, hal tersebut adalah ciri umum negara yang memulai jalan industrialisasi.  Pada suatu titik, perubahan structural akan mencapai apa yang digambarkan kurva Kuznets, perkembangan ekonomi pada sektor pertanian akan menurun, sementara proporsi perkembangan ekonomi pada sektor jasa meningkat, dan sektor industri perlahan akan mengalami penurunan setelah adanya kenaikan awal. Hingga tahun 2020, GDP China telah mencapai $ 14.723 Triliun, naik 153 kali lipat jika dibandingkan 1970.

Gambar 1: Gross Domestic Product 1960-2020 (World Bank).
Gambar 1: Gross Domestic Product 1960-2020 (World Bank).

Lewis Structural Change Theory

Dalam teori ekonomi pembangunan, perubahan yang terjadi di China dapat dijelaskan dengan Teori Perubahan struktural Lewis. Teori Perubahan Struktural, atau juga dikenal sebagai teori ekonomi ganda, adalah teori yang menjelaskan pertumbuhan negara berkemang dalam hal mekanisme transisi ekonomi terbelakang, dari yang semula menitikberatkan ke struktur ekonomi pertanian subsisten tradisional ke ekonomi manufaktur barang dan jasa yang lebih modern, lebih urban dan lebih beragam secara industri (Moshe Syrquin, 1988). Lewis merancang structural change theory untuk beroperasi di dua sektor, sektor pertanian tradisional, dan sektor industri perkotaan yang jauh lebih kecil dan juga lebih modern. Salah satu teori ekonomi pembangunan yang sangat populer adalah Structural-change model atau model perubahan struktural dua sektor milik W.A Lewis, peraih nobel ekonomi tahun 1979. Teori pembangunan struktural dirumuskan oleh W.A Lewis pada pertengahan 1950-an, dan kemudian disempurnakan oleh John Fei dan Gustav Raniv. Pada dasarnya, teori perubahan struktural berfokus pada mekanisme yang mengubah struktue ekonomi domestic yang semula menekankan pertanian tradisional ke ekonomi manifaktur yang lebih modern. Hal tersebut bertujuan untuk mentransformasi ekonomi yang semula terbelakang ke bantuk lebih modern. Model pembangunan ekonomi ini sempat menjadi kiblat pembangunan negara yang memiliki kelebihan tenaga kerja di sebagian besar tahun 1960-an dan awal 1970-an.  Saat ini teori tersebut kadang-kadang masih diterapkan, terutama untuk mempelajari pengalaman pertumbuhan oleh negara yang berhasil menerapkan teori ini, salah satunya adalah China. 

Transformasi ekonomi China dimulai sejak 1978. Hingga kini, China menjadi negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat (Gambar 1). Pembangunan era baru dimulai dari tahun 1978 hingga 2015, dalam kurun waktu tersebut, pangsa lapangan kerja sektor pertanian turun dari 70,5 menjadi 28,3 persen, dengan pangsa nilai tambah menurun dari 27,7 menjadi 8,9 persen; pangsa lapangan kerja sektor industri naik dari 17,3 menjadi 29,3 persen, dengan pangsa nilai tambah turun dari 47,7 menjadi 40,9 persen; pangsa lapangan kerja sektor jasa meningkat dari 12,2 menjadi 42,4 persen, dengan pangsa nilai tambah meningkat dari 24,6 menjadi 50,2 persen.  

Gambar 2: The Lewis Model of Modern-Sector Growth in a Two-Sector Surplus-Labor Economy, Source: Developmnet Economics, Todaro.
Gambar 2: The Lewis Model of Modern-Sector Growth in a Two-Sector Surplus-Labor Economy, Source: Developmnet Economics, Todaro.

Lewis membuat dua asumsi tentang sektor tradisional. Pertama, adalah adanya surplus tenaga kerja yang berarti MPLA sama dengan nol, dan kedua, seluruh pekerja di wilayah desa berbagi sama dalam output sehingga upah riil wilayah desa ditentukan oleh rata-rata dan bukan produk marjinal tenaga kerja (seperti yang akan terjadi di sektor modern).  Sektor Pertanian tradisional memiliki ciri lahan yang terbatas dan,hasil pertanian seperti tanaman, biji-bijian, yang juga terbatas. Padahal dapat dilihat bahwa ada pasokan tenaga kerja yang tidak terbatas dengan produktivitas marjinal yang rendah atau bahkan nol dari tenaga kerja tambahan. Upah pada tingkat ini dinilai pada tingkat subsisten. Dalam artian, produktivitas tenaga kerja marjinal nol, yaitu situasi yang oleh Lewis diklasifikasikan sebagai surplus labour dalam arti bahwa hal itu dapat ditarik dari sektor pertanian tradisional tanpa kehilangan output. Sementara Sektor modern, manufaktur atau industry merupakan pengembangan dari sektor tradisional. Sektor modern memiliki sifat yang ekspansif,Motif utama di sektor ini adalah untuk memaksimalkan keuntungan dengan membebankan harga yang lebih tinggi dari upah yang ditetapkan. Ini berfokus pada lebih banyak keuntungan dan upah yang lebih tinggi. Upah yang disediakan di sektor ini lebih tinggi daripada yang disediakan di sektor pertanian. Akibatnya, ini berfungsi sebagai insentif bagi tenaga kerja untuk bermigrasi dari sektor pertanian ke sektor industri. Kita dapat melihat gambar diatas untuk mengilustrasikan proses pembangunan struktural. Proses pertumbuhan sektor modern yang mandiri dan peluasan pangsa pasar tenaga kerja akan diasumsikan berlanjut hingga akhirnya akan terjadi surplus labor pada semua pekerja pedesaan yang diserap oleh sektor industry baru. Proses tersebut akan terus berlanjut hingga labor tambahan dapat ditarik dari sektor pertanian yang berakibat pada hilangnya biaya produksi pangan karena penurunan rasio labor terhadap lahan, hal tersebut dapat diartikan bahwa produk tenaga kerja di pedesaan tidak lagi nol. Teori ini dikenal sebagai "Lewis turning point.", supply tenaga kerja menjadi miring positif karena upah dan lapangan kerja sektor modern terus tumbuh. Akhirnya, keseimbangan kegiatan ekonomi bergeser dari pertanian pedesaan tradisional ke industri perkotaan modern, dengan kata lain, transformasi struktural ekonomi akan tejadi.

Bagaimana China Bertransformasi?

Perubahan strktural adalah realokasi kegiatan ekonomi dalam berbagai sektor, hal tersebut adalah ciri umum negara yang memulai jalan industrialisasi.  Pada suatu titik, perubahan structural akan mencapai apa yang digambarkan kurva Kuznets, perkembangan ekonomi pada sektor pertanian akan menurun, sementara proporsi perkembangan ekonomi pada sektor jasa meningkat, dan sektor industri perlahan akan mengalami penurunan setelah adanya kenaikan awal.

Transformasi tidaklah dicapai China dalam waktu yang sebentar, namun dibutuhkan kurang lebih enam decade untuk merubah traditional agricultural country menjadi modern industrialized state. Puncak transformasi China dicapai antara tahun 1978-2015, dimana saat itu China berhasil bertransformasi dengan cepat, dari yang semula negara miskin dan terbelakang menjadi negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia. Untuk waktu yang lama, efek Baumol dan efek Engel dianggap sebagai salah satu faktor terprnting dari perubahan structural (Kaiming Guo and Jing Hang, 2018). Deng Xiaoping adalah sosok yang juga bertanggung jawab atas reformasi ekonomi terencana menuju ekonomi berorientasi pasar, ia mengambil alih Partai Komunis pada 1978. Dalam artian, perubuhan-perubahan kebijakan yang ada setelahnya adalah sebagai kelanjutan dari empat modernisasi, yaitu di bidang pertanian, industri, pertahanan, dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Gregory Chow, ada empat faktor yang membuat China bereformsasi. Pertama, revolusi kebudayaan sudah tidak popular lagi, serta pemerintah mendapatkan dukungan rakyat dengn menjauhkan diri dari pengaruh rezim lama. Kedua, pejabat dan pemerintah memaham kekurangan dari sistem perencanaan ekonomi yang telah dilakukan sehingga perlu adanya perubahan. Ketiga, keberhasilan pembangunan ekonomi sebagian negara Asia yang menjadi bukti ekonomi pasar bekerja lebih baik dari ekonomi terencana, terutama yang negara "Empat Macan", Taiwan, Hong Kong, Singapura, dan Korea Selatan. Keempat, karena adanya tiga alasan diatas, rakyat China mendukung penuh reformasi ekonomi.

 Sebelum memasuki abad ke-20 sebesar 90% penduduk China tinggal di wilayah pedesaan, mayoritas pekerjaanya adalah petani. Perubuhana structural China dimulai pada awal abad 20, tetapi secara garis besar dapat dibagi kedalam tiga fase, yaitu:

Fase Pertama: Peletakan Dasar Perubahan (1953-1978)

Pada fase ini merupakan peletakan dasar transformasi China. Beberapa kebijakan pada fase ini seperti "Five Years Plan", periode pertamanya pada tahun 1953-57, yang hingga saat ini masih dijalankan, "Great Leap Forward" (1958-60), dan "three-fronts construction" (1966-78).

Fase Kedua: Pembangunan Era Baru (1979-1999)

Pembangunan era baru merupakan fase terpenting dalam transformasi ekonomi China, yang dimulai dari perubahan orientasi ekonomi ke bentuk pasar. Pada masa ini, China memiliki prioritas yang tinggi ke pengembangan industri melalui kebijakan opening-up. 

Fase Ketiga: Puncak Pembangunan (2000-Sekarang)

Klimaks dari transformasi ekonomi China terjadi pada fase ketiga. Menurut World Bank (2021), China merupakan negara dengan ekonomi terbesar di dunia setalah Amerika Serikat.  Pada 2020, China industri merupakan penyumbang terbesar dengan 30,8%, sementara di bidang agriculture, forestry, animal husbandry, and fishery hanya 8%.

Gambar 3: Persebaran GDP China 2020 (Statista)
Gambar 3: Persebaran GDP China 2020 (Statista)

Kesimpulan

Penulis menjelaskan transformasi ekonomi China dengan teori perubahan struktural Lewis. Namun demikian, model Lewis memiliki beberapa kekurangan, diantaranya: Pertama, model mengasumsilan tingkat transfer tenaga kerje sebanding dengan akumulasi modal. Kedua, pada kenyataannya kan aada pengangguran terbuka yang substantial di kota, dan hampir tidak ada surplus tenaga kerja di pedasaan. Ketiga, menurut Todaro di bukunya Development Economics, "Salah satu ciri paling mencolok dari situasi upah perkotaan di hampir semua negara berkembang, bagaimanapun, adalah kecenderungan upah ini meningkat secara substansial, baik secara absolut maupun relatif terhadap pendapatan pedesaan rata-rata, bahkan di hadapan dari meningkatnya tingkat pengangguran terbuka." Namun Lewis mengasumsikan upah riil perkotaan konstan sampai pasokan tenaga kerja yang surplus habis. Akibatnya, seringkali negara kurang maksimal dalam bertransformasi, seperti di Indonesia. Di masa sekarang, teori Lewis harus mengalami modifikasi dalam penerapannya karena terbukti menimbulkan beberapa masalah. 

*Sebagian dari tulisan ini pernah dipublikasikan sebagai tugas kuliah.

Daftar Pustaka

Chow, G. C. (2015). China's economic transformation. John Wiley & Sons, Incorporated.

Sudaryanto, T., Purba, H. J., Rachmawati, R. R., Erwidodo, Dermoredjo, S. K., Yusuf, E. S., Nuryantono, N., Pasaribu, S. H., Amalia, S., & Amin, M. (2021). Three decades of agricultural and rural transformation in Indonesia. IOP Conference Series.Earth and Environmental Science, 892(1)http://dx.doi.org/10.1088/1755-1315/892/1/012056

Guo, K., Hang, J., & Yan, S. (2018). Determinants of China's structural change during the reform era. China Political Economy, 1(1), 100-119. http://dx.doi.org/10.1108/CPE-09-2018-007

Todaro, Michael P., Smith, Stephen C.. (2015). Economic Development (Ed. 12th). Harlow: Pearson.

IPCC, 2019: Climate Change and Land: an IPCC special report on climate change, desertification, land degradation, sustainable land management, food security, and greenhouse gas fluxes in terrestrial ecosystems [P.R. Shukla, J. Skea, E. Calvo Buendia, V. Masson-Delmotte, H.-O. Prtner, D. C. Roberts, P. Zhai, R. Slade, S. Connors, R. van Diemen, M. Ferrat, E. Haughey, S. Luz, S. Neogi, M. Pathak, J. Petzold, J. Portugal Pereira, P. Vyas, E. Huntley, K. Kissick, M. Belkacemi, J. Malley, (eds.)]. In press.

Yu, W., & Jensen, H. G. (2009). China's Agricultural Policy Transition: Impacts of Recent Reforms and Future Scenarios. Federal Reserve Bank of St Louis.

China's Transformation: The Success Story and the Success Trap (2018). . Ringgold Inc.

Statista. (2012). GDP composition in China 2020, by industry. https://www.statista.com/statistics/1124008/china-composition-of-gdp-by-industry/#statisticContainer

WorldBank. (2021). Gross Domestic Product 1960-2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun