AKSARA JIWAÂ
Setelah sekian lama tak jumpa, kau hadir dalam pesan pribadiku, kau sapa aku dengan pertayaan, kubaca postingamu, dan kau katakan tulisanku bagus, katamu.
"Sejak kapan kau jadi penulis?" Itulah tanyamu sekaligus sapamu.
"Kamu menjadi penulis?"."Setahuku dulu kamu tak berbakat?"
.
Heemm, gumamku. "Tahukah kamu, hai wanitaku?"."Ketika tanganku tak bisa meraih ragamu, maka tulisanku kuharap bisa memeluk jiwamu". Kau tersenyum mendengar jawabanku.
"Apakah ada alasan lain?" Tanyamu sambil meledek diriku
"Kata temanku, menulis adalah seni mengabadikan cerita"
"cerita apa?" Tanyamu.
"Ya cerita kitala lah" Jawab sinisku.
"Bukankah, semua tulisan berbahan dasar 24 aksara yang dimulai A-Z?" tanyamu.
"Ya", jawab tegasku.
.
"Dari 24 huruf itulah, terlahir jutaan bahkan miliaran untaian kata, yang mengekspresikan suatau cerita. dari cerita, komedi yang mengundang gelak tawa. romansa yang mengandung bucin, nestapa yang mengandung galau. politik yang mengandung siast dan kekuasaan"
Heehe... "Tambah pintar ya kau sekarang"
itulah pujian basa-basimu padaku
"Ya pastilah", jawab jengkelku. "Semenjak kau tinggalkan diriku, aku bertekad hijarah dari kegelapan, ku ucapkan sayonara pada kebodohan dan kedenguan, akan ku tunjukan pada dunia, bahwa diriku telah berubah Terkhusus, kepada orang yang pernah mencampakkan cita-cita dan cintaku."
Sambil senyum simpul, kau katakan "Masih punya nyali juga kau bung?"
"Huuh," gumamku.
"Kok nggak dari dulu kau puji lelakimu ini?"
.
"Hai penulis amatairan! Bukankah tanda baca tulisan itu sudah jelas dan lugas? Mengapa masih kau uraikan?" Tanyamu lagi padaku.
"Hai mantan wanitaku, sini merapat dan mendekat, buka telingamu lebar-lebar, dengarkan baik-baik, karena aku tak akan mengulanginya."
"Perhatikan! Tidak semua koma itu jeda, tidak semua titik itu akhir dan tidak semua apa itu tanya karena, dalam bibir yang diam, sda hati yang teriak."
"Masih mau tanya lagi?" tanyaku.
"Apa teriakan hatiku?" tanyamu.
"Masih minta dijelaskan lagi?" Jawabku sambi terguram.
"Apa maksud itu semua?" Tanyamu lagi padaku
"Baik akan aku jelaskan, bagimu, rindu ini bisa kau jeda dengan tanda koma, bagiku tidak! Karena dia masih menuntut untuk dipertemukan. bagimu, cerita kita sudah dan berakhir, bagiku belum! Karena masih sering bertanya dimana dan bagaimana keadaanmu sekarang. bagimu APA adalah kalimat tanya, bagiku tidak! Karena tidak semua pertanyaan diawali tanda tanya dan dijawab dengan nalar. Tetapi... Hati inilah yang paling tahu dan faham, apa itu cinta dan mengapa ak jatuh cinta?"
.
Kemudian suasana pun hening... sunyi dan senyap. Tiada kata, tiada tanya. Kita saling menatap, tapi tak menetap, larut dalam imajinasi kita yang liar, berselancar bebas, tanpa arah tujuan.
Akhirnya... Mulut terkatup, mata berkaca, hati teriak rindukan kasih sayang, sambil membuka semua kenangan, namun sementara nalar sibuk membuat kesimpulan.
Terkadang yang indah itu tak selalu dimiliki, cukup dipandang dari kejahuan, skenario tuhan mendatangkan dia hanya sebagai pengalaman hidup, bukan teman hidup.
TAMAT.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H