Mohon tunggu...
gurujiwa NUSANTARA
gurujiwa NUSANTARA Mohon Tunggu... Konsultan - pembawa sebaik baik kabar (gurujiwa508@gmail.com) (Instagram :@gurujiwa) (Twitter : @gurujiwa) (Facebook: @gurujiwa))

"Sebagai Pemanah Waktu kubidik jantung masa lalu dengan kegembiraan meluap dari masa depan sana. Anak panah rasa melewati kecepatan quantum cahaya mimpi" ---Gurujiwa--

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Akhirnya Kutemukan Jejak Wangimu Disini

23 September 2021   22:17 Diperbarui: 24 September 2021   09:36 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Duren monthongmu

Seperti memiliki mata sihir

Terus menatapku
Sejak datang
Sejak mengikatkan tambatan tali rapuh perahu lelah
Di dermaga sepi
Ujung muara desa
Yang telah menyembunyikan jejak wangimu
Selama ini

Kamu tahu
Bertahun-tahun kuselusuri
Sungai waktu
Demi menemukan diri jatimu,
Masih aku berhutang berjuta ketip 

Asmara abadi
Yang jumlah pecahan nilainya
Tak mungkin terbayar
Dalam hidup
Yang tersisa ini

Perahu batinku koyak
Sobek lapuk
Dikunyah harapan punah
Dirajam rasa bersalah
Dalam petualangan tak tentu arah
Mencari jejakmu
Mencari dermaga rindu sejati

Di ujung dusun misteri
Berkabut ini
Kutemukan rumah kayu tua
Berdiri reyot
Di perbatasan desa manusia
Dan hutan larangan
Yang tak boleh dilalui
Apalagi ditebangi
Pohon pohonnya langka
Wingit renta
Berusia ratusan
Bahkan ribuan tahun hidupnya

Konon
Disitulah tinggal perawan suci
Yang merawat cinta nya
Menunggu kekasihnya
Pelaut muda
Yang kembara tujuh samudera

Kini
Aku yakin
Perempuan suci itu kamu
Gadis murni yang jadi ranjang tidur
Mimpi mudaku,
Sekarang kakiku keriput
Tanganku bergetar
Mataku rabun
Semakin kudekati
Rumah rinduku

Kudengar nyanyian
Tembang kuno-mu
Yang membuatku selalu pulang
Sekalipun kerap menemukan cinta semu
di setiap pantai berangin yang kutuju

Semakin dekat
Kulihat
Rumahmu jadi Lubang kayu tua raksasa,
Kakiku  penat
Tak mampu melangkah lagi
Justru ketika kau tinggal sepelukan lagi

Dari kakiku keluar akar akar serabut
Akar tunjang
Aku menjadi akar sejatimu
Aku memeluki batang liar kulit kambium berlumut pohonmu,
Aku menjadi belukar berduri
Bergulung tepat dipokok batang tinggimu
Pohon ratu kayu berlubang

Aku berkalang tanah disini
Aku mengabdi pada cinta suci
Berabad
Abadi
Tanpa  penyesalan mu
Dewi hutanku

Akulah pelaut jalang
Ijinkan aku pulang
Menghaturkan sembah cinta jati
Pada hutan penantianmu
Selama ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun