Duren monthongmu
Seperti memiliki mata sihir
Terus menatapku
Sejak datang
Sejak mengikatkan tambatan tali rapuh perahu lelah
Di dermaga sepi
Ujung muara desa
Yang telah menyembunyikan jejak wangimu
Selama ini
Kamu tahu
Bertahun-tahun kuselusuri
Sungai waktu
Demi menemukan diri jatimu,
Masih aku berhutang berjuta ketipÂ
Asmara abadi
Yang jumlah pecahan nilainya
Tak mungkin terbayar
Dalam hidup
Yang tersisa ini
Perahu batinku koyak
Sobek lapuk
Dikunyah harapan punah
Dirajam rasa bersalah
Dalam petualangan tak tentu arah
Mencari jejakmu
Mencari dermaga rindu sejati
Di ujung dusun misteri
Berkabut ini
Kutemukan rumah kayu tua
Berdiri reyot
Di perbatasan desa manusia
Dan hutan larangan
Yang tak boleh dilalui
Apalagi ditebangi
Pohon pohonnya langka
Wingit renta
Berusia ratusan
Bahkan ribuan tahun hidupnya
Konon
Disitulah tinggal perawan suci
Yang merawat cinta nya
Menunggu kekasihnya
Pelaut muda
Yang kembara tujuh samudera
Kini
Aku yakin
Perempuan suci itu kamu
Gadis murni yang jadi ranjang tidur
Mimpi mudaku,
Sekarang kakiku keriput
Tanganku bergetar
Mataku rabun
Semakin kudekati
Rumah rinduku
Kudengar nyanyian
Tembang kuno-mu
Yang membuatku selalu pulang
Sekalipun kerap menemukan cinta semu
di setiap pantai berangin yang kutuju
Semakin dekat
Kulihat
Rumahmu jadi Lubang kayu tua raksasa,
Kakiku  penat
Tak mampu melangkah lagi
Justru ketika kau tinggal sepelukan lagi
Dari kakiku keluar akar akar serabut
Akar tunjang
Aku menjadi akar sejatimu
Aku memeluki batang liar kulit kambium berlumut pohonmu,
Aku menjadi belukar berduri
Bergulung tepat dipokok batang tinggimu
Pohon ratu kayu berlubang
Aku berkalang tanah disini
Aku mengabdi pada cinta suci
Berabad
Abadi
Tanpa  penyesalan mu
Dewi hutanku
Akulah pelaut jalang
Ijinkan aku pulang
Menghaturkan sembah cinta jati
Pada hutan penantianmu
Selama ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H