Pagelaran Pesta Kesenian Bali (PKB) ke XLIII sudah resmi dibuka oleh Presiden Jokowi dari Istana Negara di Jakarta, Sementara saat meninjau likasi pameran karya kreatif, Menteri berjiwa milenial ini melahirkan peniupan seruling oleh trio unik :Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Republik Indonesia, Sandiaga Salahuddin Uno bersama Gubernur Bali, I Wayan Koster dan Pengrajin Suling asal Bali, I Nyoman Purwayasa.
Sandiaga mengaku bahagia atas terselenggaranya acara itu berharap agar Pesta Kesenian Bali ke-43 dapat menjadi awal kepulihan sektor parekraf Bali.
"Mudah-mudahan acara pembukaan Pesta Kesenian Bali yang dimulai hari ini dapat berjalan dengan lancar, aman dan sukses serta lebih lanjut akan menjadi momentum pulihnya pariwisata dan ekonomi kreatif Bali yang sudah satu tahun lebih mengalami kesulitan akibat adanya covid-19," jelasnya, sambil menggenggam suling yang baru saja ditiup trio dadakan dengan elok nan memukau itu.
Kenapa yang dipilih alat musik yang hanya sejengkal- dua jengkal saja. Bunyinya pun tidak menggelegar, justru meliuk-liuk asyik, mengolah udara tinggi rendah. Dipermainkan enam jari yang menutup. lubang, komposisi yang indah. . Pilihan Sandiaga jatuh pada suling, ternyata memiliki makna filosofi mendalam suling, manusia diharapkan selalu eling dan memenuhi kewajiban.
Suling, alat musik eksotis tiup yang terbuat dari bambu “Tamiang”. Menurut I Wayan Karta suling berasal dari kata “Su” yang berarti baik dan “ling” yang berarti pikiran. Jadi suling berarti pikiran yang baik.
Arti suling, dalam bahasa Dwipantara (Indonesia kuno) kata “Su” berarti “benar”, sedang kata “ling” kependekan dari kata “La-Hyang” maknanya : La adalah ketentuan, sedang kata Hyang artinya Pemimpin. suling memiliki Makna utuh sebagai ketentuan yang memimpin pada kebenaran.
Kemudian terjadi evolusi bahasa selama ratusan tahun maka kata Su-La-Hyang berubah menjadi kependekan dari kata “eling”, dengan demikian kata suling telah berubah makna menjadi “eling sangkan bener” (Mawas diri demi kebenaran). Sungguh setelah mengulik mendalam pilihan trio pembuka FKB meniup Sulung menjadi pengingat agar semua pihak menahan diri, eling waspada, menjaga perilaku diri melestarikan lingkungan.
Di sisi lain, Gubernur Bali Wayan Koster menyebut pelaksanaan PKB ini merupakan salah satu implementasi visi Pembangunan Provinsi Bali 2018-2023: Nangun Sat Kerthi Loka Bali, melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana Menuju Bali Era Baru.
Gubernur Koster mengungkapkan, PKB tahun ini merupakan upaya adaptasi kebiasaan baru untuk tetap menjaga produktivitas, kreativitas dan memberi panggung apresiasi seni terhadap seniman dan pelaku seni di Bali, serta memberikan hiburan sehat dan edukatif bagi seluruh lapisan masyarakat.
Selama sebulan penuh, 12 Juni hingga 10 Juli, dihadirkan beragam agenda dan aktivitas, meliputi Peed Aya (Pawai); Rekasadana (Pergelaran); Utsawa (Parade); Wimbakara (Lomba); Kandarupa (Pameran); Kriyaloka (Lokakarya); Widyatula (Sarasehan); dan Adi Sewaka Nugraha (Penghargaan Pengabdi Seni).
Tema PKB 43 Selaras dengan filosofi Suling
PKB kali ini bertema Purna Jiwa: Prananing Wana Kerthi.
Artinya, jiwa paripurna napas pohon kehidupan yang memiliki makna yang sangat dalam antara hubungan manusia dengan alam.
Memuliakan pohon/ hutan sebagai simfoni harmoni semesta raya menuju kesejahteraan hidup dengan jiwa yang maha sempurna,. Tema ini selaras dan harmoni dalam khasanah Hindu, filosofi suling “Suara suling, baik disuguhkan mandiri (solo) atau bersamaan suara lain seperti nada gamelan dan vokal manusia selalu kedengaran merdu, nyaman, syahdu dan mampu membuat hati pendengarnya menjadi merasa damai, tentram dan menyenangkan.” Mangku Made Murti, suling yang ditiup Kresna ketika sedang mengembala sapi, perlambang bahwa tokoh Kresna adalah penjelmaan Dewa Wisnu. Sementara sapi yang digembala simbol umat manusia. Ketika Kresna mengembala sapi, makna simboliknya yaitu Dewa Wisnu sedang memelihara dan mengayomi umatnya.
Sapi, hewan yang bermanfaat, baik itu susunya, tenaganya untuk membajak sawah. Susunya menyehatkan manusia, tenaganya mampu meringankan beban manusia. Sementara suling yang ditiup Kresna mampu menyedot kekuatan musuh (orang-orang jahat), hati umat, sehingga umat senantiasa dalam keadaan damai, nyaman dan bahagia.
Diharapkan acara gelaran aneka peristiwa kebudayaan selama sebulan penuh dan melibatkan 6 kabupaten dan seluruh elemen penggerak keseniannya. Tidak kurang 10 ribu seniman dalam dan luar negeri terlibat dalam perhelatan akbar tersebut agar terbuka lapangan kerja seluas-luasnya dan ini bentuk keberpihakan pemerintah kepada masyarakat yang betul-betul membutuhkan, yaitu para seniman dan budayawan," jelas Sandi lagi.
.PKB ke 43 diharapkan menjadi pengungkit wisata Bali dan ekonomi Indonesia secara luas. Walau begitu, Pesta Kesenian Bali yang digelar di tengah-tengah pandemi covid-19, katanya harus disikapi dengan kedisiplinan semua pihak. Pemulihan sektor parekraf katanya harus sejalan dengan langkah pengendalian covid-19.
Hal ini amat pas dengan filosofi.suling :“Mahluk. manusia ” bagi bangsa Dwipantara adalah sosok yang mempunyai “ 6 lobang kehidupan ” (hirup – hurip) yaitu : Mata, Hidung, Mulut, Telinga, Alat Kelamin serta Anus. Ke 6 lubang tersebut tidak ada yang buruk. Semua Lubang adalah bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dan semua lubang harus diatur oleh disiplin kehidupan (adab).
Kalau saja manusia tahu Kapan waktu membuka dan kapan waktunya menutup, kapan waktunya memasukkan dan kapan waktu membuang. Mesrinya penyebaran pandemi global bisa diperk3cil bahkan dibasmi tidak. sampai membuat dunia. Kacau balau seperti ini.
Semua diatur oleh nilai – nilai beradab yang tidak boleh dilanggar demi mencapai “Hirup nu Hurip “ (Bahagia,Tentram dan Damai) itulah pengertian atas “Manusia Beradab” bagi bangsa dwipantara.
Konsep “Keris Manjing Sarangka” atau “Ngaraga Sukma” yaitu berpadunya jari tangan Kiri – kanan ; Atas – Bawah, tidak ada lengan baik atau lengan buruk, yang ada adalah kesatuan memanunggalnya Kiri dan Kanan di dalam Hirup (tarikan napas, hidup). Pengaturan Napas (Masuk dan Buang) merupakan konsep penataan hidup, disiplin, mawas diri dan sadar atas keterikatan diri (hirup) dan Renghap (nafas).
Maka ketika kanan-kiri berpasangan memainkan irama kehidupan lahir-lah suatu gelombang suara penuh perhitungan dan perasaan dan merupakan konsep Harmoni yang serupa dengan tata keseimbangan alam, Jiwa dan Raga, langit dan bumi, air dan api, baik dan buruk. 3 Jari tangan kanan-kiri yang mengatur nada pada lubang suling merupakan symbol Trisula (3 ketentuan yang benar). Dahulu “Suling” harus dimainkan dengan menggunakan Trisula yang penuh perasaan dan perhitungan agar mampu mencapai kemanunggalan Upasaka Panca niti:
Niti Harti (Tahap Mengerti)
Niti Surti (Tahap Memahami)
Niti Bukti (Tahap Membuktikan)
Niti Bakti (Tahap Membaktikan)
Niti Jati (Tahap Kesejatian)
Setelah mendapat Pusaka Panca Niti manusia akan terbebas dari keduniawian “Mulih ka Jati Mulang ka Asal“ yang artinya bukan hanya kematian, melainkan menjadi Dewa-sa (Bersatu dengan Cahaya).
Pulang kepada asal muasalnya diri dan kembali kepada Jati dirinya, inilah yang disebut Mawas Diri, tahu diri rasa – rumasa (Rasa = manunggal Cahaya, Rumasa = manunggal cahaya ibu / Pertiwi).
Sungguh pelajaran kehidupan yang nyata dalam sebuah seruling selaras yang memberi. pelajaran pada. dengan tema PKB ke 43:
Prananing Wana Kerthi.
Artinya, jiwa paripurna napas pohon kehidupan yang memiliki makna yang sangat dalam antara hubungan manusia dengan alam.
Maka melalui event PKB kali ini seluruh Bali seluruh Indonesia, Seluruh dunia belajar pada cuilan Harmini nada nirwana yang tersimpan dalam enam lubang eksotika seruling. Mari mainkan PKB dengan seindah-indahnya agat segera tercipta harmoni keseimbangan dunia baru di normal baru.Ayo wisata ke Bali !.
***
(**Disarikan dari AMPARAN DJATI /Boy Agnia**)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H