Mohon tunggu...
gurujiwa NUSANTARA
gurujiwa NUSANTARA Mohon Tunggu... Konsultan - pembawa sebaik baik kabar (gurujiwa508@gmail.com) (Instagram :@gurujiwa) (Twitter : @gurujiwa) (Facebook: @gurujiwa))

"Sebagai Pemanah Waktu kubidik jantung masa lalu dengan kegembiraan meluap dari masa depan sana. Anak panah rasa melewati kecepatan quantum cahaya mimpi" ---Gurujiwa--

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Dari Cinta Puisi Jadi Lao Tse - Suhu - Sifu

11 Februari 2021   23:37 Diperbarui: 12 Februari 2021   07:16 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(universitas ahmad dahlan) 

Halo Komunitas Yin Hua,  apa kabarmu?
Ibu Cecilia, sastrawati Harian Indoneisa, Ibu Yeni dkk,  semoga dilindungi dewa bumi dan dewa langit, sehat lolos pandemi dan usahanya berkibar hoki di masa pandemi seperti ini.

 Momen imlek begni,  mengingatkan kedekatan kami,  saat bermasyuk latihan dan pentas puisi di aneka tempat di beberapa hotel di jakarta,  lalu di Gedung Kesenian Jakarta dan Bandung.

Sungguh kesempatan kolaborasi pentas dan proses yang sulit diulang  dan dilupakan. Meski sudah cukup berumur,  semangat dan nasionalisme kawan kawan pecinta susatra tiongkok daratan dan kepulauan nusantara ini sungguh unik dan asyik. Tidak terbayang ada sekelompok etnis yang buian keturunan pribumi,  tetapi memiliki sikap,  pemahaman bahkan kecintaan pada negeri ini,  sangat patriotik dan menggetarkan hati.

Entah,  apa yang bersibuncah di kepala mereka,  saya tidak tahu benar,  tetapi dari jejak karya puisi puisi metrka yang biasa kami bahas saat latihan baca puisi.  terbaca sangat jelas,  betapa cintanya mereka pada Indonesia. Tidak basa basi,  hal itu tercetak nyata dalam makna tersirat dan tersurat dalam karya puisi mereka.

Ada hal unik,  dari Konunitas Yinhua ini,  mereka lancar menulis dan mem-parafrase-kan diksi bahasa melayu,  tetapi karena hari hari mereka berbahasa Han, salah satu bahasa daratan tiongkok sana. Maka mereka mengalami kesulitan yang sangat,  disaat harus mengartikulasikan sebuah pusi pendek saja di panggung.  Padahal di panggung,  mereka sudah biasa menari dan menyanyi dengan indahnya. Tapi untuk urusan baca puisi mereka lempar handuk.  Menyerah.

Maka,  suatu kali,  seusia pentas baca puisi,  penulis berkenalan dengan komunitas keturunan tiongkok daratan ini. Dari perkenalan hangat ini,  mereka bermohon,  menjadikan saya sebagai pelatih baca puisi atau guru bahasa,  istilahya Lao Tse,  Atau Suhu di kancah puisi. Demikianlah proses yang hangat dan serius ini mengantar kami pada titik yang tak terduga kemudian.

Petualangan kami,  berproses membaca puisi yang umumnya ditulis dalam huruf kanji Cina, akhirnya sampai pada bentuk pentas yang romantis.  Betapa tidak dalam prses panjang itu. Akhirnya puisi puisi yang sudah diterjemahkan dalam dwi bahasa Han dan Indonesia, dipentaskan bersama,  apakah pentas berpasangan,  atau dalam grup ensembel puisi. Indah.

Penulis yang sudah berusaha  memotivasi para penampil agar percaya diri tampil mandiri di panggung berkelas.  Pada akhirnya menyerah,  saat "anak anak murid" puisi ini mendaulat,  penulis harus ikut pentas. Akhirnya puisi puisi cantik dan patriotik itu, kami pentaskan dalam dwi bahasa. Dalam penampilan panggung yang penuh emosi gerak dan gaya.

Ketika "para murid " puisi tampil membaca puisi dalam bahasa Indonesia,  penulis kebagian
Membaca terjemahan bahasa Han - nya.  Wow, kan?.

Tidak terbayang,  penulis yang awalnya hanya berfikir mengajar sedikit trik membaca puisi di panggung.  Akhirnya harus tampil.  Bahkan kali ini harus mengucapkan bahasa mandarin. S7ngguh pengalaman batin luar biasa.

Begitulah, di beberapa hotel di ibukota,  kami tampil cukup baik dalam pentas baca dan gerak imajinatif puisi. Serta mendapat apresiasi bagus,  dari kalangan penonton Cina keturunan. Lalu tantangan ditingkatkan,  karena dianggap bagus, kami diminta tampil di Gedung Kesenian Jakarta dan Bandung.

Nah,  disinilah tantangan sebenarnya sebuah panggung  sempurna dengan akustik yang bagus dan posisi pandang penonton yang lapang dari semua arah bahkan balkon, membuat kam dituntut i harus tampil bagus,  terukur dan padu padan secara grup. singkat cerita,  berkat keseriusan latihan dan presisi saat gladi kotor dan gladi bersih.  Belum pernah penulis,  bersama grup penampil puisi yang begitu serius prosesnya. Sehingga performa puncak dicapai di panggung.

Komunitas Yin Hua, saat itu menyampaikan terima kasih yang dalam atas kesungguhan penulis mengawal proses pentas berseri itu. Karena senang, penulis mendapat julukan baru.  Dari Lai Tse,  Suhu,  terakhir pangkat penulis dinaikkan menjadi Sifu,  yang artinya Guru Besar. Alamak,  sungguh penulis merasa tersanjung dan berusaha tetap rendah hati.

Ada momen yang tak terlupakan, setiapkali kami pentas di berbagai iesempatan, sebelum arau selesai pebtas kami biasa dijamu khusus.  Dalam sebuh sajian makan,  di meja makaj yang panjang.  Semua makanan tersaji lengkap d8 tengah. Di momen seperti itu, penulis yang jelas berbeda ras dan kulit.  Tidak dibedakan, bahkan mendapat kursi paling ujung kedua.  Disamping ketua,  atau orang yang paling dihormati disitu.

Disinilah,  baru penulis menyadari,  betapa kuatnya penghargaan mereka kepada iauk pecinta susastra, yang menurut penulis statusnya apalah apalah saja. Ternyata di kalangan hadirin yang umumnya pengusaha berkelas. Pecinta sastra dapat tempat istimewa.

Betapa tidak, dari semua makanan enak di depan hidung,  penulis tidak boleh menyentuh barang sekali sendok saji sayur atau lauk.  Semua disajikan sang ketua,  orang yang paling di hormati di komunitas itu. Orang yang paling dihormati itu,  langsung dengan tangannya memberikan saj8an terenak itu ke piring,  mangkuk , gelas penulis.
"Ayo Sifu,  tambah lagi,  biar gemuk.. ",sapa sang ketua,  dan seluruh hadirun di meja saji itu tertawa,  tersenyum ramah.

Maka setiap imlek tiba,  kenangan manis itu, elalu terulang dengan manis. Seperti sebuah film hitam put8h restropeksi. Pada akhirnya penulis jadi tahu,  kenapa negeri itu dan keturunannya bisa begitu maju,  meraja lela kenpelosoi dunia. Karena mereka begitu menghargai pecinta susastra dan nilai nilai yang dikandung dalam literasi nenek moyangnya sampai penerus pecanggihan bahasa mereka sampai harir ini. Dari puisi puisi mereka dan cara mereka melayani kami,  pecinta puisi,  penulis jadi mahfum keluhuran budaya mereka..

Selamat imlek kawan kawan komunitas  Yin Hua dan semua pecinta susastra tiongkok kuno kini dan tanah air !
Salam cinta puisi nusantara !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun