Begitulah, di beberapa hotel di ibukota, Â kami tampil cukup baik dalam pentas baca dan gerak imajinatif puisi. Serta mendapat apresiasi bagus, Â dari kalangan penonton Cina keturunan. Lalu tantangan ditingkatkan, Â karena dianggap bagus, kami diminta tampil di Gedung Kesenian Jakarta dan Bandung.
Nah,  disinilah tantangan sebenarnya sebuah panggung  sempurna dengan akustik yang bagus dan posisi pandang penonton yang lapang dari semua arah bahkan balkon, membuat kam dituntut i harus tampil bagus,  terukur dan padu padan secara grup. singkat cerita,  berkat keseriusan latihan dan presisi saat gladi kotor dan gladi bersih.  Belum pernah penulis,  bersama grup penampil puisi yang begitu serius prosesnya. Sehingga performa puncak dicapai di panggung.
Komunitas Yin Hua, saat itu menyampaikan terima kasih yang dalam atas kesungguhan penulis mengawal proses pentas berseri itu. Karena senang, penulis mendapat julukan baru. Â Dari Lai Tse, Â Suhu, Â terakhir pangkat penulis dinaikkan menjadi Sifu, Â yang artinya Guru Besar. Alamak, Â sungguh penulis merasa tersanjung dan berusaha tetap rendah hati.
Ada momen yang tak terlupakan, setiapkali kami pentas di berbagai iesempatan, sebelum arau selesai pebtas kami biasa dijamu khusus. Â Dalam sebuh sajian makan, Â di meja makaj yang panjang. Â Semua makanan tersaji lengkap d8 tengah. Di momen seperti itu, penulis yang jelas berbeda ras dan kulit. Â Tidak dibedakan, bahkan mendapat kursi paling ujung kedua. Â Disamping ketua, Â atau orang yang paling dihormati disitu.
Disinilah, Â baru penulis menyadari, Â betapa kuatnya penghargaan mereka kepada iauk pecinta susastra, yang menurut penulis statusnya apalah apalah saja. Ternyata di kalangan hadirin yang umumnya pengusaha berkelas. Pecinta sastra dapat tempat istimewa.
Betapa tidak, dari semua makanan enak di depan hidung, Â penulis tidak boleh menyentuh barang sekali sendok saji sayur atau lauk. Â Semua disajikan sang ketua, Â orang yang paling di hormati di komunitas itu. Orang yang paling dihormati itu, Â langsung dengan tangannya memberikan saj8an terenak itu ke piring, Â mangkuk , gelas penulis.
"Ayo Sifu, Â tambah lagi, Â biar gemuk.. ",sapa sang ketua, Â dan seluruh hadirun di meja saji itu tertawa, Â tersenyum ramah.
Maka setiap imlek tiba, Â kenangan manis itu, elalu terulang dengan manis. Seperti sebuah film hitam put8h restropeksi. Pada akhirnya penulis jadi tahu, Â kenapa negeri itu dan keturunannya bisa begitu maju, Â meraja lela kenpelosoi dunia. Karena mereka begitu menghargai pecinta susastra dan nilai nilai yang dikandung dalam literasi nenek moyangnya sampai penerus pecanggihan bahasa mereka sampai harir ini. Dari puisi puisi mereka dan cara mereka melayani kami, Â pecinta puisi, Â penulis jadi mahfum keluhuran budaya mereka..
Selamat imlek kawan kawan komunitas  Yin Hua dan semua pecinta susastra tiongkok kuno kini dan tanah air !
Salam cinta puisi nusantara !
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI