Halo Komunitas Yin Hua, Â apa kabarmu?
Ibu Cecilia, sastrawati Harian Indoneisa, Ibu Yeni dkk, Â semoga dilindungi dewa bumi dan dewa langit, sehat lolos pandemi dan usahanya berkibar hoki di masa pandemi seperti ini.
 Momen imlek begni,  mengingatkan kedekatan kami,  saat bermasyuk latihan dan pentas puisi di aneka tempat di beberapa hotel di jakarta,  lalu di Gedung Kesenian Jakarta dan Bandung.
Sungguh kesempatan kolaborasi pentas dan proses yang sulit diulang  dan dilupakan. Meski sudah cukup berumur,  semangat dan nasionalisme kawan kawan pecinta susatra tiongkok daratan dan kepulauan nusantara ini sungguh unik dan asyik. Tidak terbayang ada sekelompok etnis yang buian keturunan pribumi,  tetapi memiliki sikap,  pemahaman bahkan kecintaan pada negeri ini,  sangat patriotik dan menggetarkan hati.
Entah, Â apa yang bersibuncah di kepala mereka, Â saya tidak tahu benar, Â tetapi dari jejak karya puisi puisi metrka yang biasa kami bahas saat latihan baca puisi. Â terbaca sangat jelas, Â betapa cintanya mereka pada Indonesia. Tidak basa basi, Â hal itu tercetak nyata dalam makna tersirat dan tersurat dalam karya puisi mereka.
Ada hal unik, Â dari Konunitas Yinhua ini, Â mereka lancar menulis dan mem-parafrase-kan diksi bahasa melayu, Â tetapi karena hari hari mereka berbahasa Han, salah satu bahasa daratan tiongkok sana. Maka mereka mengalami kesulitan yang sangat, Â disaat harus mengartikulasikan sebuah pusi pendek saja di panggung. Â Padahal di panggung, Â mereka sudah biasa menari dan menyanyi dengan indahnya. Tapi untuk urusan baca puisi mereka lempar handuk. Â Menyerah.
Maka, Â suatu kali, Â seusia pentas baca puisi, Â penulis berkenalan dengan komunitas keturunan tiongkok daratan ini. Dari perkenalan hangat ini, Â mereka bermohon, Â menjadikan saya sebagai pelatih baca puisi atau guru bahasa, Â istilahya Lao Tse, Â Atau Suhu di kancah puisi. Demikianlah proses yang hangat dan serius ini mengantar kami pada titik yang tak terduga kemudian.
Petualangan kami, Â berproses membaca puisi yang umumnya ditulis dalam huruf kanji Cina, akhirnya sampai pada bentuk pentas yang romantis. Â Betapa tidak dalam prses panjang itu. Akhirnya puisi puisi yang sudah diterjemahkan dalam dwi bahasa Han dan Indonesia, dipentaskan bersama, Â apakah pentas berpasangan, Â atau dalam grup ensembel puisi. Indah.
Penulis yang sudah berusaha  memotivasi para penampil agar percaya diri tampil mandiri di panggung berkelas.  Pada akhirnya menyerah,  saat "anak anak murid" puisi ini mendaulat,  penulis harus ikut pentas. Akhirnya puisi puisi cantik dan patriotik itu, kami pentaskan dalam dwi bahasa. Dalam penampilan panggung yang penuh emosi gerak dan gaya.
Ketika "para murid " puisi tampil membaca puisi dalam bahasa Indonesia, Â penulis kebagian
Membaca terjemahan bahasa Han - nya. Â Wow, kan?.
Tidak terbayang, Â penulis yang awalnya hanya berfikir mengajar sedikit trik membaca puisi di panggung. Â Akhirnya harus tampil. Â Bahkan kali ini harus mengucapkan bahasa mandarin. S7ngguh pengalaman batin luar biasa.