Mohon tunggu...
gurujiwa NUSANTARA
gurujiwa NUSANTARA Mohon Tunggu... Konsultan - pembawa sebaik baik kabar (gurujiwa508@gmail.com) (Instagram :@gurujiwa) (Twitter : @gurujiwa) (Facebook: @gurujiwa))

"Sebagai Pemanah Waktu kubidik jantung masa lalu dengan kegembiraan meluap dari masa depan sana. Anak panah rasa melewati kecepatan quantum cahaya mimpi" ---Gurujiwa--

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ini Puisi Terakhir 2020, Tahun Depan Tak Janji Bila Tak Rindu

25 Desember 2020   16:47 Diperbarui: 25 Desember 2020   17:09 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kereta waktu pergi (pikiran rakuat/mamad)

Sayang
Ini adalah puisi
terakhir
2020
Yang kukirim padamu
Penuh rintih
Sedih
Melata
Lata

Berharap seulas
Senyum tulus
Terberi
Atas
Segala harap mekar
Bunga sepanjang
Tahun penantian

Memang
Tak ada ikatan pasti
Dalam cinta,
Yang erat di genggaman
Bisa lepas
Panik
Tersapu kencang  badai goda

Yang jauh di pelupuk
Mata
Tak tergapai
Justru rutin mendekat
Laksana kurir kasmaran
Lupa arah

Mari kita sudahi elegi
Irisan bawang hati
Yang memerihkan mata tega
Karena hikayat tahun duka
Segera diakhiri

Bukankah
Lebih baik
Melupakan memori kelam
Buruk
Berirama osing

memusingkan batin

Buang
Tepikan
Di sandaran waktu
Tepi kali
Banjir emosi

Biar
Yang membuat usang
Kenangan
Larut dalam pekat
Kopi kekinian
Gula arennya
Susu manisnya
Meredakan
Syakwasangka
Purba
Dari janji tak berpisah

Biar
Tahun berlalu
Seperti gerbong angkut
Batu bara tua
Memindahkan mineral
Bernilai dari sumbernya
Di perut bumi
Ke seluruh dunia
Dingin

Biar
Gerbong terbuka
Kereta tebu
Membawa panen
Tebu tua
Masuk penggilingan
Perenungan
Sanubari pahit
Kesaksian asmara
Tanpa ujung

Ini adalah
Susunan kata terakhir
Lembar penghujung
Yang  bisa kukirim
Kepadamu,
Karena aku berniat
Pergi jauh
Mengarungi tahun
Baru esok
Tanpamu
Lagi

Tapi
Aku masih tak yakin
Mampu berjalan sendiri
Melewati onak
Semak berduri
Sendiri

Kekasih
Ini adalah puisi
Terakhir
Yang bisa kulempar
Padamu

Puisi
Dalam botol tersumbat
Di laut penantian
Sepi

Jangan pernah
Kau tanya kenapa,
Karena
Ketika menyusunnya
Nafasku
Tersengal pedih
Didera virus rindu
Pandemi bibir sexy-mu

Mari
Kita tinggalkan
 tahun
Ini
Dengan rela
Meski payah
Susah
Sungguh

Sekedar
Melewati satu
Hari genting
Tanpamu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun