Sayang
Ini adalah puisi
terakhir
2020
Yang kukirim padamu
Penuh rintih
Sedih
Melata
Lata
Berharap seulas
Senyum tulus
Terberi
Atas
Segala harap mekar
Bunga sepanjang
Tahun penantian
Memang
Tak ada ikatan pasti
Dalam cinta,
Yang erat di genggaman
Bisa lepas
Panik
Tersapu kencang  badai goda
Yang jauh di pelupuk
Mata
Tak tergapai
Justru rutin mendekat
Laksana kurir kasmaran
Lupa arah
Mari kita sudahi elegi
Irisan bawang hati
Yang memerihkan mata tega
Karena hikayat tahun duka
Segera diakhiri
Bukankah
Lebih baik
Melupakan memori kelam
Buruk
Berirama osing
memusingkan batin
Buang
Tepikan
Di sandaran waktu
Tepi kali
Banjir emosi
Biar
Yang membuat usang
Kenangan
Larut dalam pekat
Kopi kekinian
Gula arennya
Susu manisnya
Meredakan
Syakwasangka
Purba
Dari janji tak berpisah
Biar
Tahun berlalu
Seperti gerbong angkut
Batu bara tua
Memindahkan mineral
Bernilai dari sumbernya
Di perut bumi
Ke seluruh dunia
Dingin
Biar
Gerbong terbuka
Kereta tebu
Membawa panen
Tebu tua
Masuk penggilingan
Perenungan
Sanubari pahit
Kesaksian asmara
Tanpa ujung
Ini adalah
Susunan kata terakhir
Lembar penghujung
Yang  bisa kukirim
Kepadamu,
Karena aku berniat
Pergi jauh
Mengarungi tahun
Baru esok
Tanpamu
Lagi
Tapi
Aku masih tak yakin
Mampu berjalan sendiri
Melewati onak
Semak berduri
Sendiri
Kekasih
Ini adalah puisi
Terakhir
Yang bisa kulempar
Padamu
Puisi
Dalam botol tersumbat
Di laut penantian
Sepi
Jangan pernah
Kau tanya kenapa,
Karena
Ketika menyusunnya
Nafasku
Tersengal pedih
Didera virus rindu
Pandemi bibir sexy-mu
Mari
Kita tinggalkan
 tahun
Ini
Dengan rela
Meski payah
Susah
Sungguh
Sekedar
Melewati satu
Hari genting
Tanpamu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H