penulis Kekinian, Â menulis mirip anak kecil naik. Sepeda. Langsung melompat ke sadel, Â meluncur, begitu ahlinya, Â sampai. Lepas stang. Tangan lepas ke udara.
Bisa jadi untuk sebagian kecil pujangga aliasTeks tulisan mengalir seperti butir butir air, Â jatuh dari hujan deras di langit. Menimpa bumi kertas dijital. Lahirlah karya karya besar.
Tapi banyak kasus, Â ada banyak ide tulisan brilian, Â tapi mati prematur. Justru saat baru sampai pada alinea awal. Â Bahkan bayi bayi ide besar itu, Â banyak yang di kubur pagi pagi. Â Saat kalimat pertama baru dilahirkan.
Seperti ada sesuatu yang gaib
 Misterius.  Mem-blok aliran sungaii ide,  yang mestinya mengalir lancar dari air terjun di gunung tinggi,  mengalir jadi sungai kecil,  membesar di muara. Lalu lepas,  selepas lepasnya ke laut.
Kenapa macet?
Kenapa ketikan huruf, Â tulisan sketsa tangan berhenti disini. Â Inilah yang disebut mental block. Â Penyakit serius penulis pemula atau penulis yang sudah matang sekalipun. Mereka suka macet di tahap awal proses.
Jangankan orang lain. Penulis sempat mengalaminya. Tidak berkutik menulis nyaris selama 3 atau 5 tahun terakhir bahkan, Â padahal ide ide mengalir seperti banjir. Â Dan penulis simpan dengan apik. Tetapi saat mulai di.eksekusi jadi tulisan. Â Jadi dingin, mentah dan tidak menantang lagi.
Mari kita belajar pada pujangga masa kuno, Â bagaimana merawat kemampuan menulis, Â sehingga selalu bisa mengalir. Melahirkan karya karya emas. Â Biarpun dalam hujan petir. Tidak ada kata tidak ketika melahirlan karya tulis. Â Entah untuk sang maharaja. Pejabat istana, tokoh tokoh utama, Â atau sekadar menjadi catatan saksi jaman.
Ini yang biasanya dilakukan pujangga kuno, Â merawat kemampuan batin agar selalu digdaya dalam menulis :
1. Menjaga kebersihan batin, Â nurani dan nalar dengan laku batin yang bersih.