Armin, si bujang lapuk, selalu susah tidur. Banyak malam - malamnya terlihat panjang, lampu Kamarnya selalu nyala, nyaris sampai subuh menjelang.
Dia hanya bisa tidur, bila.lampu dimatikan. Begitulah, hidupnya seperti kelelawar, siang bolong baru terbangun.
Untunglah, Nilam, janda kaya paruh baya, juragan jengkol,gembur tubuhnya, Â akhirnya, mengajaknya menikah.Â
Walau tanpa pesta hajatan meriah. sepeda onthel Armin, kini parkir tak pernah dipakai. Kemana- mana, penganten baru ini, naik mobil cina terbaru. Wow !
Herannya, habis isya saja , lampu kamarnya sudah mati. Gelap. Pertanda baik. Sekampung heboh,juga bahagia, terutama teman - teman begadangnya. Ikut senang, hidup Amri sempurna sebagai laki - laki karena sedang bertugas  melayani istri.
Padahal, Nilam sudah menaphouse dan frigid, dia menikah cuma untuk status dan mencari teman tidur saja.
Karena Armin, bujang miskin, meski mendadak kaya, kini tak punya kebebasan lagi. Harus tidur cepat - cepat dan tidak boleh keluar lagi begadang, ngopi - ngopi, Sudah tak boleh lagi. Nilam galak sekali. Semua aturannya harus diikuti.
Bila Armin nekat keluar, maka jatah rokok dan uang sakunya di-stop total oleh istri, juga majikan barunya. Nilam memenjarakan Armin di sangkar emasnya.Â
Si Nylukmit, terkukur kesayangan Armin pun terpekur, tak pernah berkicau lagi. Peliharaannya seperti paham derita berat tuannya. Dia prihatin dan  mengunci.mulutnya.
Walau lampu mati. Ketika Nilam tidur, Armin terbelalak matanya, memandang , menghitung jumlah bintang di langit luar sana.
Dipikir - pikir lebih enak, jadi bujang miskin imsonia, tapi hidupnya bebas. Daripada dibeli jadi suami - suamian. Sengsara...
Malang Nian, nasibmu Armin...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H