Sudah tiga hari tiga malam Rumedjo menangisi Jejen, anak keempat dari istri sambungnya. Bapak yang kulitnya menghitam, efek obat Lambren, "bom nuklir" untuk derita Kusta. Meski menghanguskan tapi telah membuatnya sembuh.
Walau jari dan kakinya sudah terlanjur cacat, tidak ia sesali.,ketrampilan tangannya membenahi sol sepatu rusak, masih bisa mencukupi kebutuhan makan anak istrinya.Â
Tapi ketika, kutukan Kusta belum berhenti pada ia dan istrinya. Masih menular pada anak laki - laki paling gesit dan ringan tangan membantu ibunya, berdagang lontong, gorengan, pepes dan timus bikinan istrinya. Membuat hati Rumedjo teriris.
Anak.yang paling berbakti, berdagang makanan asongan di bangsal perawatan kusta, disitu dirawat 666 penderita sekaligus .
Jejen kecil dari balita, SD- SMP setia mendampingi ibunya berdagang saat itu Jejen Sehat, kuat dan banyak gerak.
"Jejen anakku, Jejen kenapa kamu juga kena kusta Nak, Kaulah anak laki - laki yang bapak andalkan ", ceracau Laki - laki paruh baya itu, mukanya penuh air mata.Â
Tidak sekedar menangis lagi, tapi sudah meraung histeris, di hati bapak delapan anak itu, Tuhan resmi meninggalkan keluarganya.
Rumedjo siap menderita penyakit yang nyaris disebut kutukan,  dia iklas. Tetapi  ketika satu anak tertular juga dan tidak.kunjung sembuh. Padahal sudah diobati dengan B 633 juga DDS, kuman Kusta tak kunjung pergi.
Nasib juga masa depan Jejen yang mendadak terpapar penyakit kusta juga membuat hatinya gundah.
Jejen baru lulus STM Â tertular kusta, proses penularannya amat lambat, dari dia balita. Mebuat hati bapak ini pilu. Menangis, meraung tiada henti.
Kusta konon bukan kutukan, tetapi dia sudah tidak bisa berfikir. Hanya duduk di kursi, tangannya menelungkup di kasur anak laki - laki yang didalam hatinya, punya tempat khusus.
Dari 8 anak, hanya Jejen lah yang diam - diam diharapkan mengangkat nama keluarga. Karena pintar dan giat membantu orang tuanya. 6 anaknya semua diasuh saudara dan sahabat.Â
Hanya si tengah, Jejen dan si bungsu yang dirawat dari bayi.karena dirinya dan istri, adalah sepasang mantan pengidap kusta.
Jejen yang tertidur karena pengaruh obat, lamat - lamat terbangun juga. Anak ramaja yang baru tamat STM dan sedang gagahnya itu, berusaha menghibur bapaknya tapi kondisinya juga lemah, karena pengaruh obat.
Dunia siang, terang benderang buat anak.muda cekatan ini seperti berubah menjadi malam, gelap total sepenuhnya.
Bila.penyebaran kuman kustanya tidak bisa dihentikan, Jejen bisa cacat di tangan dan kakinya, sulit buat pemuda sepertinya untuk bisa punya masa depan yang baik.
Jejen  yang tadinya kalem , pendiam, dan gesit bergerak, bisa jadi semuanya berubah.
Begitulah waktu berlalu. Jejen terus mengalami pengobatan yang komprehensif, beruntung ia tidak harus minum obat Lambren, yang ampuh tetapi membuat kulit jadi hangus, menghitam.
 Penyebaran kusta bisa dihentikan tetapi kulit  terlanjur menjadi hitam  legam.. Jejen beruntung tidak mengalami pengobatan yang ini. Tetapi Pil DDS pendamping diosvir, cukup mengurangi deritanya.
Badan Jejen nampaknya masih biasa saja. Namun ujung telapak tangan dari pergelangan tangan sampai ujung jari, lunglai, lemah tak berdaya. Kekuatan telapak tangan kiri dan  kanannya seperti diserap kekuatan sihir tak terlihat. Jemari Jejen kehilangan kekuatannya.
Pada hari ketiga, setelah puas menangis dan meraung. Rumedjo mendapat mimpi, yang amat jelas, tergambar cara penyembuhan alternatif anaknya, dengan Ritual Terapi Embun.
"Jejen, bapak mendapat ilham dari mimpi, kustamu itu masih bisa dihilangkan dengan embun, begini caranya". Bisik Rumedjo pelan - pelan men-sugesti Anaknya kembali sehat dan menjaga semangat sembuh.
Jejen merasa aneh, dengan saran yang tidak masuk akal itu, sebagai anak yang berbakti. Ia tunaikan ritual suci yang aneh itu.
Sebelum subuh , selama tujuh hari itu Jejen, sesuai amanat Bapak yang dia hormati, agar terlepas dari kutukan kusta. Membawa piring, gelas dan serbet ke lapangan rumput.
Kaki kanan menginjak piring, lalu serbet makan di tangannya ia sapukan ke rumput sampai basah kuyup, kemudian ia peras ke dalam gelas.Â
Begitulah ritual aneh dan unik, menguji hati itu, Jejen lakoni dengan iklas. Hasil embun yang terperas di gelas, ia minum dengan harapan agar serangan kusta berhenti menghadapi tubuhnya yang disucikan embun.
Ada sensasi segar, sejuk menyelusup dada. Dan membuat enerji tubuhnya seimbang lagi. Tepat hari ketujuh, ritual itupun dihentikannya, sesuai perintah Rumedjo.
Ditunggu satu- dua minggu, satu-dua bulan tak banyak berubah. Serangan bakteri Lepra ini membuat Jejen kehilangan kuasa pada saraf tepi tangan dan kakinya. Jari jemari tangan dan kakinya mati rasa.
Malam semakin panjang, Jejen, Rimedjo dan Ibu Tyas, makin sulit tidur, dan mereka tahu bahwa kutukan Lepra terus mencegat nasib Jejen, bahkan lebih buruk dan menakutkan dari mimpi terburuk.
Jejen iklas, tetapi Ayahnya, Ibunya menyesal sangat, kenapa kemiskinan, begitu dasyat mereka alami, sampai membuat Jejen kecil harus terus kontak dengan 666 penderita kusta yang  dirawat di bangsal perawatan waktu itu.
Hidup kadang bukan sekedar pilihan sederhana. Bahkan saat tak ada pilihan, hidup harus terus berjalan. Seperti nelayan Petarung sejati, harus menepi dari badai tersulit yang menghempaskan, mengombang - ambingkan perahu perasaan tanpa ampun
Jejen berusaha tabah
Berusaha sabar
Menerima deritanya
Dengan prasangka baik.
**
(Kawan
Apa yang seharusnya Jejen lalukan
disaat tersulit hidupnya ini?
Boleh beri saran..
Apakah pantas ia putus asa
Atau jadi Pemuda cacat
Tapi pikirannya merdeka?)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H