Menurut Ayah, ayah kandungku adalah Rumedjo, asal Kebumen, sekarang beliau di rawat di Rumah Sakit Kusta Sitanala. Dulu, Ayah mengambilku dari pak Rumedjo saat Rumah Sakit itu masih di Lenteng Agung, di jaman Belanda.
Aturan dokter-dokter Belanda itu tegas dan keras. Ibuku Ruminem juga penderita kusta. Anak dari orang tua penderita, harus dibesarkan, terpisah dari kedua orang tuanya, agar tidak tertular kusta.
Begitulah Ayahku Felix yang bersahabat dengan Pak Rumedjo, akhirnya membuat kesepakatan mengangkat anak. Cuma karena aku sudah akil balik Ayah harus membuka semuanya.
"Ono, rumah besar ini milikmu nantinya, Ayah Felix ini juga tetap Ayahmu. Kamu siap bertemu Ayahmu di Rumah Sakit Kusta?" tanya Ayah sambil menghabiskan sisa kopi. Kali ini ampasnya pun beliau telan. Pahit pasti.
Kejujuran betapapun pahitnya, harus disampaikan, begitu mungkin pesan yang tak terkatakan ayah.
"Kapan kamu siap bertemu Ayah kandungmu?" tanya pungkas beliau.
Lagi-lagi aku tersedak di dalam dada.sulit bernafas. Aku tak bisa berpikir.
*
(Kawan, menurutmu apakah aku harus bertemu dengan ayah kandungku?
Beliau penderita kusta, apa aku siap?
Mohon saranmu..)
***
Ono mengagumi mobil dinas direktur atasan Ayahnya. Kijang inova terbaru. Bagian dalamnya wangi, kulit kursinya krem dari kulit sapi terbaik katanya. Tatanan dalamnya seperti didalam kabin pesawat saja.
Perjalanan dari Jakarta ke Tangerang terasa singkat. Karena lewat tol, dan kelenturan serta kesenyapan mobil kelas mewah, terasa amat nikmat.
Ayah matanya lurus memandang jauh ke depan. Memastikan arah perjalanan lancar, sambil memegang setir. Tapi sedikit - sedikit ia mencuri pandang, memastikan anak tunggal angkatnya, siap ketemu ayahnya.