Ono sangat berharap mata ibunya seindah Bu Imelda. Baik ibu asuh, maupun ibu kandung yang tak pernah dikenal atau didengar kabar beritanya.
"Ono, kenapa kamu melamun lagi Nak?", tanya Bu Guru cantik sambil mengelus rambut Ono tulus dan sayang.
"Saya kangen Ibu. Tapi wajah kedua ibuku susah kuingat", keluh Ono sendu.
"Tenang, ada ibu Imel, anggap saja aku ibu sejatimu On", pinta Ibu yang masih lajang ini bermohon. Ono tak bisa berkata - kata, keduanya terisak. Haru.
"Ono, dengarkan ibu, temui Ayahmu, beliau bukan penderita, tetapi mantan penderita kusta. Dulu sekali, obat penyakit ini belum ditemukan. Penderitanya dianggap kena.kutukan", papar ibu Imelda lagi.
"kasihan Ayahmu, dia berharap kau peluk dia , ciumlah tangan beliau. Hormati.insyaAllah kuman, bakteri ganas itu sudah mati.dan tidak menular lagi..",nasehat Bu Guru yang penuh perhatian itu.
"Aman ya Bu ?", tanya Ono mencari keyakinan.
Bu Imelda mengangguk.
Esoknya, pas hari libur, tanggal merah. Ono meminta Ayahnya mengantar ke Rumah Sakit Sitanala. Disana ia bertemu dengan ayah kandung yang merindukannnya.
Diciumnya tangan Ayahnya yang cacat nyaris tidak berjari, dengan tulus, pengabdian seorang anak tanpa rasa jijik
Betapapun Ayah kandungnya adalah jalan Tuhan untuk menjadi jembatan kelahiran di bumi yang penuh keberkahan ini.
Ono pun menikmati kehangatan percakapan dirinya tentang masa lalu diantara dua ayah kandung -asuh. Sungguh percakapan batin yang lengkap. Melengkapi 11 tahun lebih, ingatan kasih sayang yang hilang.