Mohon tunggu...
gurujiwa NUSANTARA
gurujiwa NUSANTARA Mohon Tunggu... Konsultan - pembawa sebaik baik kabar (gurujiwa508@gmail.com) (Instagram :@gurujiwa) (Twitter : @gurujiwa) (Facebook: @gurujiwa))

"Sebagai Pemanah Waktu kubidik jantung masa lalu dengan kegembiraan meluap dari masa depan sana. Anak panah rasa melewati kecepatan quantum cahaya mimpi" ---Gurujiwa--

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rahasia Mortir Bisu di Kafe Insomnia

13 September 2020   13:01 Diperbarui: 13 September 2020   15:14 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mortir terakhir itu,  benar - benar jadi tumpuan pamungkas harapan peleton oenangkis udara 502. Segenap elemen pasukan sudah mengerahkan kemampuannya dalam mengamankan jembatan strategis, penghubung ke markas besar. Dari 3 pesawat Blackburn Rock yang bolak balik menyerbu dari langit. Dua sudah berhasil dirontokkan. Terbakar, asapnya hitam jatuh ke tengah danau Jatiwarna.

Tapi satu pesawat baling baling tunggal terakhir, nampaknya dikendalikan pilot paling ahli dan pemberani dari sekutu. Sekarang dari cakrawala arah jam 5 barat daya, pesawat itu terlihat jadi noktah kecil yang makin lama makin membesar, lurus mengarah ke satu - satunya meriam penangkis udara yang tersisa.

Kopral Armen komat kamit mulutnya tegang.  Entah membaca doa,  entah membaca mantera, sementara Sersan Puguh terus membidik pesawat itu di kejauhan dengan lubang bidiknya.

Letnan Tomas dengan teropong  siap - siap memberi kode tembak. Hanya beberapa detik,  tetapi terasa seabad,  karena begitu meleset bidikan terakhir.  Maka sisa pasukan dipastikan habis disapu dari udara,  semua berada di  posisi terbuka,  rawan tembakan tinggi.

"Tembak !", perintah Letnan Tomas.  Dan, 

Bum !
Pesawat penyerbu itu terbakar dan meledak di udara.

Itu peristiwa puluhan tahun lalu,  sekarang tiga mantan prajurit itu, sekarang membuka kedai kopi Runduk Jitu,  Armen jadi barista, Puguh pegang keuangan di kasir.  sementara mantan perwira Tomas,  asyik main akordeon di panggung. Malam itu mereka merayakan gelas kopi ke-502 yang terjual pekan ini. 

Di sudut etalase masuk,  selongsong mortir terakhir dari peluru kaliber 75 88  Milimeter yang menghajar pesawat terganas di masa perang, lengkag dengan nama 28 peleton yang wafat saat perang terakhir dulu.  Sekarang jadi hiasan kafe 24 jam,  tempat orang - orang Insomnia menepi,mencari kantuk. 

Sementara tiga veteran  perang itu terus saja bergantian berjaga di kafenya dengan karyawan - karyawan mudanya, semua heran menyaksikan ketiga juragannya nyaris tak pernah tidur. Trauma perang  memutuskan urat tidur mereka, mereka bertiga selalu saling menjaga dan terjaga. Melelahkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun