Ya, masa itu, fb baru ngetren. Aku pun belajar menggunakannya, dan pekan depan kuajari mereka. Meski pengajaran ilmu komputer ini tak lama, setidaknya ada usaha yang pernah kulakukan. Ada banyak hal lagi yang kudapat dari mereka. Kendalanya memang pada kendaraan anak-anak, rumahnya yang dari Mutiara, tentu jauh untuk ke Warnet Kartika yang lokasinya di depan Rumah Sakit Umum Kisaran itu.
Selain ilmu yang kudapat, kebahagiaan lainnya pasca mengajar di warnet itu, dikasih teh botol gratis sama pemilik warnetnya. Sebagai ucapan terima kasih untuk mengenalkan anak-anak pada warnet kartika yang masih bertahan dengan nilai edukasinya.
Di warnet ini pula, aku banyak menemukan teman-teman pewarta yang sibuk mengirim berita ke koran yang diampunya. Bahkan sejumlah dosen sering mangkal di sini. Memang saat itu, untuk punya jaringan internet sendiri, masih mahal biayanya. Bahkan untuk membeli sebuah modem portabel, yang berbentuk flash-disc saja, harganya sudah hampir satu jutaan, belum lagi biaya paket internetnya bisa mencapai 50ribuan per 3 hari.Â
Ah, luar biasa itu. Susahnya kalo dicolok ke komputer, modem aktif, listrik padam seharian, modem itu tetap menyerap data, begitu listrik hidup, dihidupkan paket yang 50ribu itu pun habis sia-sia. Tak terkatakanlah. Saat itu, teknologi modem internet masih belum bisa langsung off sendiri, harus secara manual. Jadi meski bila mati listrik, ya tetap hidup dan tetap terkuras data paketnya.
Sekarang, teknologi ini semakin luar biasa. Siapa saja bisa menggunakan internet dan dengan biaya yang murah saja.
Oh ia, Madasarah Aliyah Muhammadiyah 2 - nya sekarang sudah kereen lo. Akreditasi A juga. Yuk daftar ke situ saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H