Aku tidak buang-buang waktu menutup mulutnya dan menodongkan pisau ke arahnya. "Diam atau hidupmu berakhir disini, princess."Â
Dia mengangguk pasrah.Â
"Pintar. Aku jadi bosan jika misinya berakhir secepat ini. Bagaimana kalau kamu bercerita padaku? Apapun itu, terserah. Pokoknya, jangan buat aku bosan. Jika aku bosan, maka berakhirlah nyawamu. Oke?" Dia mengangguk cepat dan aku melepaskan tanganku dari mulutnya.
Gadis itu pun mulai bercerita tentang seekor macan yang membiarkan mangsanya, seekor burung, pergi dan hidup bebas. Cerita fabel anak-anak yang biasanya diceritakan ibu sebelum tidur. Cerita fabel dengan moral tersirat. Cerita fabel yang dianggap seru bagi anak-anak kecil namun payah di mataku.
"Kau pikir aku anak umur 5 tahun? Aku tidak perlu cerita moral yang payah seperti ini tau! Ah, kau membuatku tambah bosan! 5 menit terbuang sia-sia. Kau tau konsekuensinya jika aku sudah bosan kan?"Â
"Tunggu, tunggu!" Gadis itu mulai panik dan menggunakan buku terdekat sebagai perisai. Bocah bodoh, buku tidak akan menghentikanku tau. Aku menepis buku itu dari tangannya.
"Tolong jangan lakukan ini." Pintanya. "Kau masih punya waktu, waktu untuk introspeksi diri agar menjadi lebih baik."
"Aku tahu aku punya waktu, tapi apakah aku akan melakukan introspeksi yang membosankan itu? Tentu saja tidak! Aku benci bosan."
"B-bagaimana jika aku menjadi temanmu? Rekanmu? Sesama assassin?? Aku akan menjadi anggota tim yang baik!"
"Bodoh. Tuan putri sepertimu mana bisa bertarung? Kau hanya akan memperlambat progres saja. Sekarang bagaimana jika kamu diam dan serahkan nyawamu kepadaku."
"KENAPA SELALU AKU YANG DIMINTA MELAKUKAN INI-ITU! AKKHH AKU KESAL!!" Gadis itu melempar vas di sebelahnya ke arahku. Untung saja aku bisa mengelak.