Mohon tunggu...
Aziz Setya
Aziz Setya Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Komunikasi dan Pernyiaran Islam

Saya mahasiswa IAIN Ponorogo yang bertempat tinggal di Pacitan, Jawa Timur. Selain menulis artikel saya juga menulis cerpen atau novel | email: azizsetya5@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memahami Ngototnya Dukungan Barat dan Perlawanan Timur tentang LGBT

29 November 2022   11:58 Diperbarui: 29 November 2022   12:08 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

LGBT menjadi isu panas saat ajang Piala Dunia FIFA 2022 Qatar. Beberapa negara Eropa menentang langkah FIFA dan Qatar melarang promosi LGBT saat ajang berlangsung. Bahkan Jerman sempat melakukan aksi tutup mulut sebagai protes karena larangan itu.

Negara Eropa memang sangat mendukung LGBT sebagai bentuk kebebasan. Dukungan tersebut mendapat perlawanan keras dari beberapa negara di Asia khususnya Timur Tengah. Hukuman bagi yang melanggar tidak main-main, bisa sampai hukuman mati.

Perbedaan membuat Timur Tengah sering dicap sebagai negara yang melanggar HAM oleh Barat. Padahal penolakan LGBT berdasarkan perbedaan kebudayaan antara Timur Tengah dan Eropa.

Kita tahu bahwa Eropa disebut sebagai negara Barat dan berkebudayaan Barat yang terkenal dengan kebebasannya. Sedangkan Timur Tengah atau sebagian besar benua Asia termasuk negara Timur yang memiliki kebudayaan berdasarkan tradisi dan agama.

Daerah-daerah yang kebudayaannya beragam seperti Bosnia dan Herzegovina; warganya dapat menyatakan dirinya sebagai bagian dari Timur atau Barat sesuai latar etnis atau agamanya. Termasuk Rusia yang berada di Eropa menyebut dirinya sebagai negara Timur bukan Barat.

Awal LGBT didukung Barat dan ditentang Timur

Perbedaan budaya yang menyebabkan reaksi berbeda antara Barat dan Timur soal LGBT. Awal pengakuan LGBT memang dari negara Barat yang mengusung ideologi Sekularisme-Kapitalisme, memisahkan agama dari kehidupan. Disebabkan masa lalu di Eropa yang kelam karena penindasan atas nama agama oleh para raja maupun pastur dan petinggi agama mereka.

Setelah perang dunia ke 2 sejumlah kelompok yang menuntut hak bagi homoseksual muncul atau dihidupkan kembali setelah sempat dilarang di seluruh dunia Barat, di Inggris, Prancis, Jerman, Belanda, negara-negara Skandinavia dan Amerika Serikat.

Sebutan LGBT baru resmi dikenal pada tahun 1960-an yang sebelumnya bernama "sodomites" dan "homosex". Baru resmi mendapat pengakuan Amerika pada tahun 1988 dan tahun 1990 negara Benua Eropa mengikuti langkah Amerika.

LGBT di Barat mendapat dukungan penuh karena menganggap orientasi seksual sesama jenis termasuk hak yang didapat sejak manusia lahir. Sesuai dengan ideologi mereka tentang kebebasan berpendapat maka LGBT merupakan kebebasan untuk mengekspresikan orientasi seksual mereka yang dijamin HAM.

Berbeda dengan negara Timur yang masih menggunakan adat istiadat, budaya dan agama untuk menjadikan sebuah hukum negara. LGBT secara tegas ditolak karena tidak sesuai dengan kodrat manusia.

Penolakan juga sangat kuat di negara mayoritas menganut Islam bahwa perilaku LGBT melanggar perintah Tuhan. Selain dari agama, negara Timur masih memegang tradisi dan adat istiadat yang juga melarang tindakan menyukai sesama jenis.

Bagi mereka, perilaku LGBT merusak moral dan adab manusia. Bangsa Barat dianggap gagal dalam menghadapi krisis moral dan kebebasan berekspresi yang hanya mengikuti hawa nafsu, kepentingan politik, dan revolusi teknologi industri.

Orang LGBT tidak bisa dikategorikan sebagai  manusia  beradab  karena kekuatan jiwa rasionalnya tidak bisa mengontrol nafsu kebinatangan yang terdapat pada diri manusia. Tindakan homoseksual merupakan  bentuk dari ketidakseimbangan syahwat,  sehingga aktivitas  seksual  tidak dapat lagi  dikendalikan  akal.

Dikutip dari thisisgender.com dari artikel "LGBT dan Moralitas", Perilaku LGBT merupakan bentuk kezaliman terhadap diri sendiri karena manusia telah diberikan pengetahuan  dan petunjuk oleh Tuhan, agar mampu membedakan mana baik dan benar. Konsep kezaliman terhadap diri sendiri ini, merupakan ciri khas etika Islam yang tidak ditemui dalam etika Barat sekuler .

Pandangan psikologi terhadap LGBT

Dikutip dari suara.com, Tahun 1973, asosiasi psikiater di Amerika mencabut kategori homoseksualitas dari semua kategorinya dari buku Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Source (DSM-IV). Kemudian tahun 1990, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencabut homoseksualitas dari Klasifikasi Penyakit Internasional (ICD). Ini diikuti Kementerian Kesehatan mencabut LGBT sebagai penyakit kejiwaan di Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) edisi III pada 1993.

LGBT merupakan sebuah keunikan pada diri seseorang dan bukan penyakit. Kondisi tersebut bisa jadi telah didapat semenjak lahir atau bawaan. Namun yang paling mempengaruhi seseorang menjadi LGBT ialah pengaruh lingkungan, atau memang karena trauma akibat pengalaman tertentu.

Pergaulan menjadi faktor kuat seseorang menjadi LGBT. Walaupun bawaan lahir memiliki potensi menyukai sesama jenis namun lingkungannya tidak ada yang demikian, maka ia akan menjadi heteroseksual.

Sebaliknya juga begitu, seseorang terlahir heteroseksual namun lingkungan banyak yang menyukai sesama jenis, maka dia akan berperilaku LGBT.

Menurut Psikolog Klinis dan Hipnoterapi, Liza Marielly Djaprie dikutip dari okezone.com, bahwa bagi mereka yang bisa dan ingin diarahkan ke budaya masyarakat normal (pasangan berbeda jenis) maka dapat mengikuti terapi. "Terapi di sini bukan karena LGBT sakit. Sama seperti orang introvert, mereka bisa diterapi untuk lebih mampu membuka diri. LGBT bisa mengikuti terapi konseling, hipnoterapi, atau metode belajar," tutupnya.

Diskriminasi terhadap LGBT tidak dibenarkan

Dikehidupan sosial sangat sulit bagi perilaku LGBT untuk menghindari hinaan atau gunjingan bila tidak sesuai dengan norma. Apalagi mereka melanggar hukum agama yang sangat jelas sanksinya.

Namun melakukan diskriminasi sampai memenjarakan mereka justru memperburuk keadaan. Mereka membutuhkan bantuan untuk bisa keluar dari dunia kelam itu.

Mereka yang terlanjur terjebak dalam kondisi seperti itu masih ada kesempatan untuk kembali normal. Apalagi mereka menjadi LGBT karena faktor trauma seperti broken home yang membuat dia tidak ada pilihan lain.

Memberikan pemahaman dan konseling merupakan cara untuk membantu mereka. Menyadarkan mereka bahwa perilakunya telah menyimpang dari kodrat manusia.

Menyelamatkan mereka tentu kita harus memahami bahaya LGBT agar kita tidak terjerumus seperti mereka. Bahwa perilaku LGBT hampir tidak memperlihatkan dampak positif yang bisa dirasakan. Menurut artikel RSUD Padang Panjang bahwa pelaku LGBT membawa dampak buruk bagi kesehatan.

Dalam artikel disebutkan bahwa kaum LGBT yang melakukan seks anal maupun oral beresiko terkena kanker. Tidak hanya itu, LGBT juga bisa meningkatkan resiko meningitis dan HIV/AIDS.

Perilaku LGBT juga rentan terhadap tindakan kejahatan. Banyak pelaku yang suka sesama jenis menjadi predator seks karena sudah tidak bisa mengontrol hasratnya. Kasus yang sempat menghebohkan Inggris dan Indonesia yakni Reynhard Sinaga dijuluki predator gay LGBT karena korbannya sangat banyak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun